Hidup terus berjalan bagi Dewi, Rangga, dan anak-anak mereka. Meski banyak luka yang belum sepenuhnya sembuh, perlahan namun pasti, hubungan mereka mulai membaik. Rangga tidak hanya mendekatkan diri kepada anak-anaknya, tetapi juga berusaha keras untuk membuktikan kepada Dewi bahwa ia adalah pria yang telah berubah.
Dewi tetap memegang kendali atas hidupnya. Kesuksesan bisnis kateringnya terus berkembang, dan ia merasa lebih percaya diri daripada sebelumnya. Namun, ia tahu bahwa ada sesuatu yang tak tergantikan dalam kebersamaan keluarga. Meski hatinya masih penuh keraguan, ia menyadari bahwa anak-anaknya membutuhkan figur ayah, dan mungkin, hatinya pun masih memiliki ruang untuk Rangga.
Suatu malam, ketika anak-anak sudah tidur, Dewi dan Rangga duduk bersama di ruang tamu. Suasana terasa tenang, tetapi ada ketegangan halus di udara. Rangga akhirnya membuka pembicaraan.
“Dewi, aku tahu bahwa aku sudah melakukan banyak kesalahan. Aku meninggalkan kamu di saat kamu paling membutuhkan aku. Tapi aku ingin kamu tahu bahwa aku benar-benar ingin memperbaiki semuanya. Tidak hanya untuk anak-anak, tetapi juga untuk kita,” kata Rangga dengan suara pelan tetapi penuh penyesalan.
Dewi menatapnya dengan mata yang tajam, tetapi tidak ada lagi kemarahan di dalamnya. “Rangga, aku tidak akan membohongi diriku sendiri. Aku masih terluka. Tapi aku juga tidak bisa mengabaikan apa yang telah kamu lakukan akhir-akhir ini. Anak-anak lebih bahagia sejak kamu kembali, dan itu berarti banyak untukku,” katanya dengan nada tenang.
Rangga merasa ada secercah harapan dalam kata-kata Dewi. “Aku bersedia melakukan apa pun, Dewi. Aku tahu aku tidak bisa menghapus masa lalu, tapi aku ingin menunjukkan bahwa aku bisa menjadi lebih baik. Aku ingin menjadi ayah yang layak untuk anak-anak kita, dan suami yang pantas untuk kamu,” katanya dengan penuh ketulusan.
Dewi menghela napas panjang. Ia tahu bahwa keputusan ini bukan hanya tentang dirinya, tetapi juga tentang keluarganya.