Aliyya Humaira, perempuan baik berkerudung melebihi sikutnya. Dengan khas bross pita berwarna yang ia miliki dan jahit sendiri, pipi tirus dengan kempot dikedua pipinya, seraya melihatnya adem hati nan menawan. Ditambah dengan kebiasaanya dari kelas 10 dulu, yaitu tidak mau makan di kantin sekolah. Setiap hari ia habiskan waktu istirahat untuk salat dhuha di masjid sekolah tanpa terkecuali, tetapi jika ada tamu bulanan ia habiskan untuk membaca novel.
Saat ini, ia duduk dikelas 11 IPA disekolah negeri seperti yang lainnya. Kata Rahma--ibu Aliyya, 'jangan yang jauh-jauh, sekolah dimana aja sama, yang penting niat dan tujuan sekolahnya.'
Aliyya bergegas untuk rapat disalah satu organisasi yang sedang ia lakoni sekarang ini, karena waktu telah lewat batas yang ditentukan oleh ketua osis, ia terus berjalan cepat agar tidak terlambat, meski ia yakin akan terlambat. Memang Aliyya sangat aktif dalam berorganisasi karena ia wakil ketua osis disekolah, meski berat tanggung jawabnya tetap ia lakoni karena ia yakin dibalik salah satu kegiatan ada pahala didalamnya.
"Ada wakil ketos nih!!" Nyingir seseorang yang menghadangnya.
Aliyya terdiam sejenak dan bekata. "Maaf, sudah tidak ada waktu lagi, Aliyya telat. Saya mohon, izinkan saya lewat."
"Eitsss, gak bisa gitu dong!!"
"Aniyya, kakak mohon, ini penting!!!" Balas Aliyya dengan nada lembut.
Memang Aliyya dengan Aniyya kembar seiras, dengan akhiran nama Humaira. Tetapi Aliyya tinggal bersama ibunya sedangkan Aniyya bersama Ayahnya---Sultan. Perbedaan sangat jelas terlihat dari covernya saja, Aniyya dengan lengan bajunya yang ia gulung, kerudung ditalikan kebelakang leher, rok yang ngetat dan membentuk pant*t yang sempurna.
"Aduhaduh, anak IPA culun banget dahh, blaga-blagu pake kerudung kayak ibu-ibu pengajian, situ mau ngaji di musolah apa mau sekolah!!! Hahaha," celetuk temannya Aniyya.
Dengan berat hati Aliyya meninggalkan Aniyya dengan mata berkaca ia ikhlas menghadapi semua ini dengan sabar dan bantuan Allah, tidak ada waktu untuk menangis, sekarang ia punya jabatan disekolah harusnya ia harus menunjukkan akhlak yang baik, agar dapat dicontoh oleh siswa lainnya.
Karena akhlak lebih tinggi dari ilmu, orang yang berilmu akan sesat jika tidak punya akhlak, tetapi orang yang berakhlak pasti ia berilmu.
"Assalamualaikum, maaf telat," kata Aliyya setelah membuka pintu yang sudah terdapat banyak orang didalamnya.
"Wa'alaikumussalam."
Tatapan ketua osis tertuju kepadanya, dan Aliya yakin pasti ia akan kena marah dengan hukuman.
"Hmm, sekarang jam berapa si? Kita mulai rapat jam berapa ya? Kok, wakil baru masuk jam segini?" Beberapa pertanyaan yang diucapkan oleh ketua osis yang diperhatikan oleh anggota lainnya.
Lanjutnya. "Sudah lebih 10 menit nih! Tadi, Hanifa dkk dihukum karena telat 2 menit!! Ini ibu wakil telat 10++. Gimana ya? Udah punya jabatan, tapi, ha!!! Gila jabatan kali ya!!"
"Sabar, sabar Aliyya!!" Batinnya.
"Maaf, izin menjawab tadi ada sedikit kendala, mohon maaf," jawab Aliyya.
"Harus dihukum, iya ga? Guyss?" Kata ketus osis kepada anggota yang lainnya.
Aliyya hanya pasrah.
"TIDAK!! Semua orang punya urusannya masing-masing, lu jugakan? Sebagai ketos ada urusannya. Jadi, menurut gua bukan hal yang paling efektif buat menghukum anggotanya apalagi wakilnya sendiri, padahal Aliyya dipilih oleh siswa-siswi, kepala sekolah dan guru-guru, yakali, wakil dihukum. Padahal ketos sendiri pernah telat dan kita tidak macem-macem!!" ucap Ali.
Lanjut Ali. "Gua sebagai ketua MPK tidak mengizinkannya, hal ini hanya akan membuat anggotanya untuk bermalas-malasan ikut rapat karena selalu dan pasti dihukum jika ada sedikit kesalahan."
"Huahhh!! Gua tau, pangkat MPK lebih tinggi dari OSIS. Tapi, Aliyya anggota gua, jadi gua harap lu gak ngatur gua apalagi anggota gua. Ini hak gua, sebagai pemimpin!! Karena gua lagi baik, okeh Aliyya tidak dihukum!!" ucap Ketua osis.
Ali tersenyum lebar, Aliyya berdetak kencang, lalu mencari tempat duduk diikuti oleh Ali. Setelah beberapa permasalahan dan masukan selesai.
"Okeh, untuk kali ini rapat dicukupkan saja. Terima kasih atas waktunya, wassalamualaikum wr. wb."
17.46 WIB.
"Aduh, kemana lagi ini angkot," Aliyya sangat takut, karena baru kali ini rapat melebihi waktu yang ditentukan. Ia terus menunggu seraya melihat teman-temannya sudah dijemput, dan pulang kerumahnya masing-masing. Waktu terus berjalan, tetapi angkot tidak kunjung datang.
"Al, bentar lagi magrib!! Lu, belum pulang!! Gua anter kedepan rumah ya!" Ucap Ali kepadanya, dengan motor yang ia kendarai.