Dijalan hanya mereka berdua, karena samping kanan dan kiri hanya ada pesawahan yang luas. Ali mengerem motornya secara tiba-tiba, membuat Aliyya memeluk badan Ali dengan kencang.
"Ali!! Awas!!!"
Meongg.
Ali menghembuskan napas lega dengan membuka helm yang ia pakai setelah motor yang ia kendarai hampir menabrak kucing, memang jalan sangat sepi motor apalagi mobil. Aliyya masih terdiam seraya berdoa agar baik-baik saja.
"Kucheng brengsek!!" kalimat itu keluar begitu saja.
"Ali! Gaboleh, kucing juga makhluk Allah, kalo Ali benci kucing berarti Ali juga benci yang menciptakannya!" tegas Aliyya.
"Iya, maaf!!" kata Ali, lalu ia pakai helm yang tadi dilepas dan melanjutkan perjalanan.
"Apapun alasannya, mau sepi atau rame tetap pasang konsentrasi, karena kita tidak tahu ada apalagi nanti didepan. Jadi, jangan ngebut, pelan-pelan asal selamat."
Ali hanya terdiam, sepertinya ia paham apa yang dikatakan oleh Aliyya. "Iya, Al." Ali mengusap-usap lutut Aliyya, sambungnya. "Jika kamu yang bilang, gua nurut."
Aliyya tersenyum dan terlihat dari kaca spion oleh Ali. "Kenapa lu senyum-senyum?!"
"Kata siapa? Orang geli!" kata Aliyya lalu melepaskan tangan Ali yang tengah berada lututnya.
"Bilang dong, kalo lu bener suka ama gua!" kata Ali mulai membuka topik.
"Hah? Apa?!" tanya Aliyya heran.
Sebelum berkata, Ali tertawa kencang lalu. "Bilang aja, apa susahnya! Gausah pake media untuk mengungkapkan bahwa Lu suka ama gua! Ini orangnya tepat berada didepan Lu!"
Aliyya semakin terpojok, ntah ini awal kebaikkan atau akhir dari segalanya.
"Masih mau diem aja?" tanya Ali, lalu. "Yauda gapapa kalo malu, karena gua yakin, pasti Lu ngerasain hal yang sama!!"
Aliyya hanya tersenyum, jika saja yang didepannya adalah seseorang yang halal baginya, ia ingin memeluknya erat dari belakang.
Ali tertawa bahagia. "Jangan berhenti tersenyum, hanya gua yang bisa dan dapat membuat lu bahagia."
Aliyya memulai, karena ia khawatir jam masuk sekolah terlewat, "Ali?! Rumahnya masih jauh?!!"
"Ini." Ali membelokkan motor lalu memarkirkannya didepan rumah mewah seperti istana.
Aliyya menelan saliva dan matanya tertuju pada rumah yang berlantai tiga lengkap dengan cat putih, dan taman yang luas berwarna hijau pekat.
"Ayo, turun!"
"I-ini, rumah Ali?!"
"BUKAN!!"
"Hah?! Terus ngapain disini?! Jangan becanda, cepet kita kerumah kamu, Ali, nanti ke sekolah telat lagian!!" kata Aliyya yang masih duduk di motor.
"Udah pulang? Cepet ganti baju, nanti telat!" kata Jamilah saat keluar dari rumah megah tersebut, dan menghampiri mereka.
Aliyya masih terdiam dan mematung.
"Ini buka rumah gua, tapi rumah mama dan papa gua!" kata Ali lalu membuka pintu rumahnya.
"Ayo, katanya mau ngeprint, sambil nunggu Ali ganti baju," ajak Jamilah kepada Aliyya.
Aliyya masih melonggo, dan duduk disofa empuk nan mewah yang seperti kasur berukuran jumbo.