Suami titipan

Sriwahhh
Chapter #13

13. CHAPTER 13

Untuk memperhangat perjalanan, karena masih setengah jalan untuk ke tempat tujuan. Memang Bandung sangat dingin, Jamilah memutuskan untuk mengawali pembicaraan yang sejak tadi keheningan yang tercipta di dalam mobil.

Ali duduk di depan dengan pak supir pribadinya, sedangkan Jamilah bersama dengan Aliyya. "Mamah ada satu cerita."

Ali dan Aliyya masih terdiam, seraya malas mendengarkannya. Jamilah melirik ke arah mereka yang masih tidak menyaut.

Okeh, cara lain. Batin Jamilah.

Jamilah menjelaskan sesuatu pada Aliyya. "Jadi, Mamah udah ngasih tahu Ibu. Terus katanya gapapa, asal Aliyya baik-baik saja. Ibu pasti akan dukung."

Jadi ibu sudah tahu? Bahwa aku sudah menikah? Oh, Allah maafkanku, ibu maafkan Aliyya. Batin Aliyya.

Jamilah melanjutkan ucapannya. "Jadi, ibu sudah tau bahwa kejadian yang menimpa Aliyya pada saat di gunung tangkuban parahu. Dan juga, ibu sudah tahu bahwa ...."

"S-sudah, Mah. Aliyya sudah tahu jawabannya," padahal Aliyya hanya menebak.

Jamilah mengangguk dan hanya terdiam. Jika ia melanjutkan malah akan membuat suasana di dalam mobil makin panas.

"Dua kilo lagi ada rest area, mau istirahat atau lanjut, Nyonya?" tanya pak supir.

"Lanjut!" kata Ali dan Aliyya secara bersamaan.

Jamilah jadi penengah. "Istirahat dulu aja, Pak."

"Mah?"

"Sudah, jangan ada penolakan."

Jamilah turun dari mobil dan membeli sesuatu setelah mobil terparkir.

"Kalo ada apa-apa bilang saya."

Aliyya masih mengacuhkan perkataan Ali. Ia masih terduduk manis dan membiarkan kepalanya menyender ke kaca. Dengan khas tatapan kosong dan muka datar.

"Maaf, Den. Saya harus ke toilet dulu," pamit pak supir langsung pergi setelah mendapat izin dari Ali.

Sekarang hanya tinggal mereka berdua. Ali mencoba untuk menetralkan suasana.

"Dek?" Aliyya hanya menatap lalu kembali pada posisinya semula.

"Saya harap .... Adek dapat menerima semuanya, meski berat saat dilakukan, tapi insya Allah selalu ada jalan untuk kita."

Aliyya menahan amarah yang ingin sekali ia luapkan, tetapi selalu tidak bisa, karena ia masih mempunyai iman dengan cara beristigfar. Tetapi air mata lolos begitu saja, isakannya terdengar oleh Ali.

Ali tidak bisa berkutip, yang bisa ia lakukan hanya berdoa dan berdoa untuk keselamatan dirinya dan semua keluarga. Tapi, yang lebih serius ialah keseriusan hubungan yang telah terikat olehnya.

Ali meminta izin untuk salat setelah azan berkumandang, Ali menginginkan Aliyya ikut dengannya. Karena di dalam mobil tidak ada orang dan salat adalah tiang agama, apalagi ditambah hukumnya wajib. Paket lengkap dan pahalanya juga plus.

Aliyya mengangguk lalu mencari mukena yang beberapa waktu lalu dibawa olehnya pada saat tour sekolah. Tetapi Aliyya tidak menemukannya, Ali yang telah berada di luar kembali mengecek Aliyya yang masih belum keluar.

"Ada mukenanya?" tanya Ali dengan penuh penasaran.

Aliyya menggelangkan kepala, tangannya masih terus mencari keberadaan mukena yang sangat ia ingat, tadi sudah di masukkan ke dalam tas.

"Mungkin, Adek lupa. Di dalam masjid pasti ada mukena."

Aliyya mengerti, lalu mengikuti Ali dengan tatapan kosong. Dan dibiarkan oleh Ali, mungkin Aliyya masih belum mengerti dengan keadaan ini.

... Liya!

Aliyya terhenti sejenak saat mendengar seseorang yang menyebut namanya.

Ahh, itu hanya pikiranku saja yang sedang kacau. batin Aliyya.

"Dek?" panggil Ali yang heran, kenapa Aliyya memberhentikan langkahnya.

"I-iya." Aliyya melanjutkan dengan langkah yang cukup cepat.

Ali mengamanahkan pada Aliyya saat akan mendekati masjid. "Nanti cari aja, pasti mamah ada di masjid. Kalo udah selesai dan masih sendiri, nanti Saya nunggu di sana." Ali menunjukkan suatu tempat duduk.

Hanya dibalas anggukan dan Aliyya pergi meninggalkannya dengan keadaan yang sama. Lalu menuju tempat wudu, perlahan ia melepas kaus kakinya.

Lihat selengkapnya