"Pak, sekarang aja. Takut ke buru sore, nanti macet."
Pak supir mengiyakan dan melajukan kendaraannya. Setelah semua orang berada di mobil.
Belum saja satu kilometer perjalanan, Aliyya sudah tertidur pulas dengan kepala menyender ke kaca. "Mah kesian, nanti kepalanya sakit."
Belum saja Jamilah menyentuh tubuh Aliyya yang akan di bangunkannya.
"Mah." Jamilah menatap wajah anaknya.
"Jangan, kesian. Takut adek bangun, sepertinya kelelahan."
Ali membuka matanya perlahan. "Maaf, badan Aliyya berasa remuk meski belum pernah tahu badan remuk kayak gimana," saut Aliyya.
"Iya, gapapa sayang. Tidur aja, tadi hanya Al ... Ali yang katanya takut kebangun kamu, Nak," kata jamilah yang mempercepat ucapannya saat Ali mengisyaratkan sesuatu.
Ali menatap atap mobil dengan penuh kesal, dengan bibir yang sedikit condong ke kiri.
"Emang iyakan?"
Minaldzinnatiwannas.
"Dasar, hehe."
Aliyya masih setengah sadar.
"Sini, Mamah pangku pala kamu biar gak sakit."
"Gausah, Mah."
"Gapapa, nanti kalo ada polisi tidur gimana?"
Jdat!
Aww
Tepat sekali kepala Aliyya mencium kaca.
Ali langsung bertanya. "Dek? Sakit ya? Sini, biar saya obati ...
"Kalo urusan Aliyya langsung." Jamilaj melihat Aliyya yang sudah memar di kepalanya. "Nah 'kan, sakit. Makanya kata Mamah apa?"
"I-iya maaf, tapi tubuh Aliyya pasti berat. Gapapa, Mah," kata Aliyya sambil mengelus-elus kepalanya yang lumayan terasa sakit.
"Gak ada penolakan!"
Aliyya mengambil baju yang tadi di beli dan menempelkannya di kepala lalu ia senderkan bersama kepala di kaca mobil yang tengah melaju.
Jdet!
Untuk kedua kalinya ia terbentur. "Apa kata Mamah?"
"Tidur dipangkuan Mamah," ucap Aliyya dengan polos.
"Adek gak mau tidur dipangkuan Mamah, tapi di Ali karena suaminya," jelas Ali.
Pkik.
Suasana di dalam mobil jadi panas, semua terdiam karena memberhentikan aktivitasnya. Kecuali pak supir, karena di jalan tol tidak bisa berhenti begitu saja.
"Okeh, gapapa. Garing!" kata Ali melihat keadaan sekitar.
Aliyya kembali tidur pulas, tapi di pangkuan Jamilah setelah proses yang cukup lama. Memang bisa dibilang kebiasaan Aliyya seperti koala.
"Mah, bentar lagi keluar tol. Bangunin aja," jelas Ali agar Aliyya tidak terlalu pusing saat nanti bangun dan pulang.
Jamilah menggeleng tidak setuju. "Biarin, kesian. Dia kecapekan."