PRAAAAKK
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Ardi, tangisan sang Mama pecah kala melihat suaminya sedang menampar anaknya. Tamparan itu meninggalkan jejak merah di pipi sang anak.
“Pa, Papa kenapa?” tanya sang istri disela selang tangisannya.
“Dia sudah membohongi kita Ma.” Dengan murka dan amarah yang masih tersirat dari wajah sang suami ketika menatap sang anak.
“Apa maksud Papa? Mama nggak ngerti.” Sang istri terus menggeleng pelan karena sudah kehabisan tenaga.
“Mama tahu, Dika sudah mempermalukan keluarga kita dengan membatalkan pertunangannya dengan Elvina dan sekarang di juga sudah membodohi kita semua.” Teriak sang suami dengan nada tinggi.
Sang Mama menoleh ke arah Dika yang masih saja tak bergeming, dengan sisi tenaganya Ia bangkit berjalan menuju arah Dika. Sang Mama membelai wajah Dika lembut “Katakan Dika apa maksud Papa kalau Dika sudah berbohong?” tanya sang Mama pelan seakan berbibisk.
Dika mengangkat wajahnya menatap wanita yang begitu Ia sayangi dan cintai, Dika tak bersuara dan terus menatap sang Mama dengan tatapan sendu kemudian menunduk.
Sang Mama menggoyangkan tubuh Dika perlahan “Ayo katakan Dika,”
Dika menarik napas panjang “Maaf Ma.” Tidak sanggup lagi berkata kata, Dika hanya bisa terdiam. Sang Papa sudah begitu gusar, raut wajahnya sangat menyeramkan jika di pandang dari dekat. sang Mama seolah kehabisan tenaga dan langsung terkulai lemas dan terduduk di lantai tak sanggup mendengar ucapan sang anak.
“Tidak Dika, kamu harapan Mama, kamu nggak mungkin berbohong sama Mama, katakan kalau semua ini nggak benar.” Isak tangis sang Mama begitu menyayat hati Dika.
Dika langsung berhambur memeluk sang Mama, “Maaf Ma, tapi ini kenyataannya. Maaf Dika udah buat Mama sama Papa kecewa. Tapi Dika nggak bisa terus menerus menjalani hidup seperti ini.
“Maksud kamu apa Dika?” teriak geram sang Papa mendengar ucapan Dika.
Dika melepaskan pelukannya dan menatap sang Papa. “Maaf Pa, tapi Dika nggak bisa melanjutkan pertunangan ini dan Dika juga nggak bisa menjadi seperti yang Papa inginkan.” Ucap Dika mantap dan terus menatap sang Papa.
“Baiklah, sekarang kamu pilih, tetap melanjutkan pertunangan ini dan melanjutkan studimu seperti yang Papa inginkan atau tinggalkan rumah ini dan berikan semua fasilitas yang Papa berikan padamu.”
Betapa terkejutnya Ibu Mala mendengar ucapan sang suami. “Papa, apa Papa harus bersikap seperti ini?” tanya Ibu Mala pelan.
“Baiklah Papa, aku memilih untuk meninggalkan rumah ini dan menyerahkan semua yang Papa berikan untukku.” Ucap Dika sambil meletakkan kunci mobil, kartu kredit dan mengeluarkan beberapa lembar uang seratus ribu serta ponsel di atas meja.
“Semua ini milik Papa, termasuk pakaian yang sekarang aku kenakan juga milik Papa, tapi biarkanlah aku memiliki ini, aku nggak punya apa apa lagi Pa. makasih banyak untuk semuanya. Dika pergi sekarang Pa.”
Dika melangkah pergi dari hadapan Pak Prabu, seketika Ibu Mala histeris dan kemudian pingsan.