Aku Ani, aku istri seorang satpam, dan sudah mempunyai dua orang putri yang cantik-cantik. Sudah hampir kurang lebih satu tahun ini, aku tidak diberikan nafkah batin. Karena suamiku menderita penyakit TBC jadi otomatis hubungan suami-isteri kami terganggu, bahkan sama sekali tidak kami lakukan, karena suamiku takut aku tertular.
Pengobatan TBC ini tidak boleh terputus selama sembilan bulan, kalau seandainya terputus harus mengulang pengobatannya dari awal lagi. Aku dengan senang hati mengantarkannya untuk kontrol. Selalu mengingatkan untuk segera kembali di tanggal yang telah di tentukan.
Setelah menemaninya berobat selama sembilan bulan, suamiku disarankan untuk mengikuti tes dahak terakhir, untuk memastikan apakah sudah betul-betul sembuh. Hasilnya alhamdulilah suamiku telah sembuh, ternyata perjuanganku menemaninya berobat tidak sia-sia.
Dikala malam pas kebetulan suamiku baru pulang kerja, aku langsung memeluknya dari belakang melingkarkan taganku dilehernya, sembari berbisik di telinganya.
"Mas, kapan kita bisa bermesraan, aku sudah rindu saat-saat itu?" menggodanya dengan senyum yang paling manis.
"Maaf Neng, Mas belum siap karena sudah lama tidak melakukan itu," sahutnya, melepaskan tanganku yang melingkar di lehernya.
Aku berlalu kekamarku dengan rasa kecewa, kecewa karena di tolak. Wajar karena sebelum suamiku sakit TBC kami lagi mesra-mesranya, maklum usia pernikahan kami baru 12 Tahun. Anak kami lumayan sudah besar-besar, waktu itu sedang asyik-asyiknya mencoba berbagai macam gaya, tahu-tahu suamiku sakit, duh coba bayangkan? bagaimana rasanya? sedih, kecewa, marah, pastinya kenapa semua ini terjadi kepadaku.
Sudah satu tahun berlalu tanpa nafkah batin dari suamiku, ya aku masih bisa sabar, tetapi apa yang baru aku dengar, ketika aku memintanya lagi.
"Mas, ayo aku sudah tak sabar," ucapku, dengan suara manjaku dan menarik tangannya menuju ke kamar.
"Neng Maaf, Mas----," ucapnya, terputus.