Pagi itu, Pak Irvan selaku dosen sedang menjelaskan beberapa materi jurnalistik, yang ia bawakan kepada beberapa mahasiswa di dalam kelas. Sementara Rio, menyangga pipi kanannya dengan tangan, matanya sedikit tertutup, dan mulutnya terus menerus menguap. Pagi itu Rio merasa lelah dan ngantuk, ia tampak tidak siap untuk mengikuti materi kuliah, yang dibawakan oleh Pak Irvan pagi itu.
Dwi yang ada di sebelah Rio, masih tampak santai memperhatikan materi yang dibawakan oleh Pak Irvan, sesekali Dwi melirik Rio yang terlihat sangat lemas tak bersemangat. “Lu, kenapa?” Dwi menyenggol lengan Rio.
Rio menoleh, menatap Dwi dengan tatapan malas. “Ngantuk banget gue.” Kemudian Rio langsung menaruh kepalanya ke atas meja.
“Eh lu jangan tidur, ini kelasnya Pak Irvan,” tegur Dwi memukul bahu Rio.
“Apaan sih, Wi? Gue itu capek banget.” Rio mendengkus, sambil mengerjapkan matanya sangat malas.
“Eh, by the way, cewek yang lu bawa kemarin itu siapa?” tanya Dwi dengan nadanya yang berbisik.
“Kepo banget sih, lu.”
“Pacar lu, ya..,” ucapnya sambil menggodain Rio.
“Apaan sih, berisik banget jadi orang,” sunggut Rio dengan nadanya yang terdengar malas.
“Ya gue kaget aja, tiba – tiba seorang Rio bawa cewek ke tempat nobar, biasanya lu datang sendiri.” Dwi semakin melekatkan tatapannya ke Rio. “Apa mungkin, kutukan jomblo seumur hidup itu sudah nggak berlaku, ya?”
Rio langsung memukul lengan Dwi dengan sangat keras, membuat Dwi meringis kesakitan. “Ngaco lu, berisik!” kali ini nada Rio terdengar sangat keras.
“Sekarang Rio, coba jelaskan apa saja fungsi pers jurnalistik yang Essential?” tanya Pak Irvan, membuat Rio terkejut dan seketika menegakan badannya, kini seisi kelas menoleh ke arah meja Rio dan Dwi.
“Mampus lu!” bisik Dwi sambil terkekeh.
“Berisik! Ini semua gara – gara lu.”
Rio yang mendapat tatapan tajam dari Pak Irvan hanya bisa diam, ia tidak tahu harus menjawab apa, karena sedari tadi Rio tidak memperhatikan materi yang dibawakan Pak Irvan. “Emmm, ngaa.. nganu.” Rio menggaruk – garuk kepalanya yang tak gatal. “Nggak tau, Pak.”
Pak Irvan semakin menajam ke Rio, ekspresi kesal mulai menampak di wajah Pak Irvan. “Kalau kamu tidak niat di kelas saya, lebih baik kamu keluar!”
“Iya, Pak. Maaf, Pak. Saya nggak akan berisik lagi.” Rio membenahi posisi duduknya, supaya ia bisa fokus untuk mengikuti materinya Pak Irvan.
Sudut bibir Pak Irvan terangkat kecil, membentuk senyuman picik. Kemudian Pak Irvan mengalihkan tatapannya dari Rio, dan kembali melanjutkan materinya. “Oke, kita lanjutkan lagi, ya.. Ada empat fungsi pers jurnalistik yang essential, yaitu…”
***
Kelas jurnalistik akhirnya telah selesai, Rio dan Dwi berjalan keluar, kemudian langsung menuju kantin. Akhirnya Rio mendapat waktu luang lebih untuk mengisi perutnya, karena sejak tadi pagi Rio tak sempat sarapan.