Sudah Rio duga sebelumnya, pasti Desi akan memberitahukan tentang Gesya kepada papahnya. Dan memang benar itu terjadi, bahkan Tomi rela menyempatkan waktunya untuk pulang ke rumah, supaya bisa ikut makan malam bersama kekasih barunya Rio. Rio pun tak punya pilihan lain, ia terpaksa harus mengundang Gesya makan malam di rumahnya.
Rio memandangi penampilan Gesya, kali ini ia terlihat sangat berbeda mengenakan dress panjang, dan aura keperempuanannya terasa. “Kamu cantik pake ini, Sya,” kata Rio sangat jujur.
Gesya menatap Rio dengan ekspresi melas. “Risih, Rio,” katanya, sambil merapikan roknya berkali – kali. Gesya tak biasa mengenakan dress panjang seperti itu, padahal itu adalah hadiah dari ibunya, tetapi Gesya tak pernah memakainya sama sekali.
“Sudah, ditahan aja. Soalnya nanti ada Papahku.”
“Iya, tapi cukup kali ini ya. Kamu paksa aku berpakaian seperti ini.”
Rio tersenyum. “Iya, Sayang.”
Gesya mendengkus pasrah, ia merasa tertekan dengan pakaiannya itu. Namun ia harus menahannya, demi memenuhi undangan makan malam bersama keluarganya Rio.
***
Akhirnya mereka berdua telah sampai di rumah Rio. Gesya diam menatap halaman rumah Rio yang tak terlalu besar, ia tiba – tiba merasa gugup untuk masuk dan bertemu dengan keluarganya.
“Kenapa?” tanya Rio melihat Gesya dengan heran.
Gesya menggeleng, dan berulang kali ia menghela napas berat. “Aku gugup, Rio.”
Rio tertawa lepas mendengar pengakuan Gesya, dan ia melihat Gesya memang terlihat sangat gugup, wajahnya pucat. “Gadis tribun, kok gugup di hadapan calon mertua?” ucap Rio meremehkan.
“Riioo..” Sunggut Gesya sangat kesal. “Males ah, aku pulang nih.”
Rio tersenyum, meraih tangan Gesya, dan menggenggamnya erat. Rio merasakan tangan Gesya yang sangat dingin, memang cewek ini tampak sangat gugup. “Jangan takut, Sya. Ada aku,” ucap Rio tersenyum, memberikan ketenangan terhadap gadis yang ada di hadapannya itu.
Gesya terdiam, menatap Rio dengan pandangan memelas. Namun detik berikutnya, Gesya mengangguk pasrah. Sudah sampai sini, tanggung kalau ia tak berani masuk. Rio menggandeng Gesya masuk ke dalam rumahnya, dengan bermodalkan nyali dan mental, Gesya sangat yakin, pasti ia akan diterima di keluarganya Rio dengan baik.
***
Aroma pengharum ruangan mulai tercium, sedikit menusuk hidung Gesya. Gesya berjalan dengan langkah yang tenang, bersama Rio yang ada di sebelahnya. Rio dan Gesya berjalan melewati ruang tamu, ruang tengah, hingga sampai di ruang makan.
Kesan Gesya pertama kali masuk di rumah Rio adalah, rumahnya lumayan besar, namun tak terlalu mewah, hanya sangat rapi. Gesya menilai Rio dari keluarga yang cukup mampu, tetapi di luar, ia tidak menunjukkan kemewahannya, ia bertampil sangat sederhana.
Akhirnya, Gesya menemui Papahnya Rio yang sedang duduk di kursi ruang makan. Gesya memandang Papahnya Rio tersenyum ramah ke arahnya, Gesya pun membalas senyuman itu, dan berjalan lebih dekat dengannya.
“Jadi ini yang namanya Gesya?” sambut Tomy hangat. Gesya mengangguk dan berinisiatif untuk menyalami Tomy dengan sopan.
“Cantik, ya?” ucap Tomy, kemudian ia sedikit melirik ke arah Rio. “Pakai mantra apa kamu, Rio? Kok bisa dapat cewek secantik ini?”
“Hongkalihong,” jawab Rio asal.
Tomy mengerutkan kening, menatap Rio. “Ilmu baru?”
“Iya, Pah. Dari Mbah Sastroyo.”
Sementara Gesya hanya terdiam, ia menatap Rio dan Tomy secara bergantian. Gesya tidak paham apa yang sebenarnya mereka bicarakan.
“Gesya, di sini enjoy aja, nggak usah malu – malu,” kata Tomy kepada Gesya.
“Iya, Om.”