“Sepak bola itu, kalah menang habisnya banyak, le,” kata Tridjono, saat ini Jhony sedang membesuk bapaknya yang masih terkurung di bui. “Asalkan jangan salah arah, dan jangan sampai terjebak di sebuah kolam yang kotor. Kalau sampai masuk ke dalam kolam kotor itu, hanya ada dua pilihan. Sakit atau mati.”
Jhony terdiam, mendengar semua yang dikatakan oleh bapaknya. “Apakah Bapak dulu terjebak di dalam kolam itu?” tanya Jhony.
“Iya, le. Bapak terjebak,” jawab sang mantan Manajemen itu.
“Dari dulu aku ingin sekali Bapak bercerita, mungkin saat ini Bapak bisa menceritakan itu semua.”
Tridjono menghela napas panjangnya, kemudian ia kembali menatap Anaknya. “Awalnya Bapak dijanjikan uang, supaya tim Bapak kalah dengan skor tipis.”
“Berapa uang itu, Pak?”
“2,5 miliar, dan jika bapak berhasil melakukan itu, mereka akan meberi benus 1,5 miliar.”
“Kenapa Bapak menerima tawaran itu? Sudah jelas tawaran itu salah.”
“Bapak nggak tahu,” ia menggelengkan kepalanya. “Bapak kira itu akan bermain aman, le. Sebelumnya Bapak dipertemukan dengan anggota Exco Federasi, yang sudah Bapak percayai. Tapi, ternyata Bapak tertipu. Apa yang mereka permainkan di luar dugaan, dan seorang Exco Federasi yang Bapak percayai ternyata juga tersangka. Bapak nggak bisa apa – apa, le,” jelasnya dengan wajah murung.
“Terus uang itu, Pak?”
“Bapak hanya dikasih uang 500 juta, itu pun disita polisi.”
Ternyata memang Tridjono waktu itu sedang terjebak, dengan permainan yang sudah tak masuk akal, ia seperti masuk ke dalam labirin yang sudah tiada lagi pilihannya. Jhony berdecih kesal dengan insiden yang menimpa bapaknya, jelas penyesalan itu terasa setelah insiden itu terjadi. Sungguh sangat disayangan, klub yang sudah jadi juara liga harus degradasi ke kasta bawah.
“Bapak ikhlas dengan hukuman yang menimpa Bapak ini, karena Bapak sudah membuat malu para masyarakat Kota Jaya. Pasti mereka akan kecewa sama Bapak.”
Jhony memandangi bapaknya prihatin, entah berapa tahun lagi bapaknya terkurung di situ? Ia tak tega melihatnya, karena sang bapak sudah terlalu tua. Dan sangat disayangkan, kenapa insiden itu harus terjadi.
“Sayang, Pak. Sudah tiga kali juara Liga, dan dua kali runner-up Liga Champions. Kenapa klub berbintang itu harus degradasi ke kasta bawah.” ucap Jhony dengan penuh penyesalan.
“Memang Divisi Utama bukan tempatnya, le. Maafkan Bapak, tapi Bapak percaya sama kamu, bisa membawa klub itu kembali ke kasta Liga.”
Mungkin ini akan menjadi pembelajaran bagi Jhony, yang baru saja memegang sebuah klub sepak bola. Jangan sampai ia terjebak ke dalam kolam kotor itu, walupun beberapa banyak tawaran yang masuk ke dalam ruangannya. Tawaran yang tak masuk akal, tawaran yang aneh, salah satunya adalah tawaran yang menjanjikan naik kasta Liga Utama dengan membayar sebanyak 5 miliar. Itu adalah salah satu modus, yang menjebaknya ke dalam kolam kotor itu.
Kini saatnya berevaluasi, berbenah untuk sebuah klub yang berbintang itu, kembali berkompetisi di kasta yang bergengsi. Percaya dengan adanya dukungan suporter, yang memiliki prinsip mandiri menghidupi, apresiasi itu memang harus dihargai, dengan bukti mewujudkan mimpi mereka dan harapan mereka.
***