Rio telah mempersiapkan dirinya dengan atribut lengkap, mulai dari jaket hitam bercorak kuning, scarft Jaya FC, celana jeans, dan sepatu putih bergaris hitam. Ya, hari ini Rio akan mengikuti Jaya FC bertandang ke Kota Anker.
Akan tetapi sebelum keberangkatan Rio, Desi tampak gelisah, entah apa yang ia rasakan, tak biasanya ia seperti itu. Mungkin ia masih takut, dengan kejadian pengeroyokan yang menimpa Rio beberapa hari yang lalu.
“Kenapa?” tanya Rio, mengetahui kegelisahan adiknya.
Desi menoleh, menatap Rio. “Bang, kok Desi ngerasa nggak enak?”
“Nggak enak kenapa?” Rio belum memahami maksud dari adiknya, Rio terus memandangi wajah Desi yang amat cemas, mencoba menangkap dan memahami apa yang dirasakan Desi.
“Abang bisa nggak, nggak jadi berangkat gitu?” ucap Desi dengan wajah memelas, “Desi takut, Bang.”
“Nggak bisa, Desi. Aku udah janji sama temenku, sama Gesya juga.”
Desi kembali terdiam, entah dengan cara apa lagi untuk mencegah Rio, supaya tidak jadi berangkat bertandang. Kalau memang itu sudah dibulatkan, memang sangat sulit untuk dibatalkan, itulah sikap dari Rio. Ambisi, tak peduli apa yang akan terjadi nanti.
Rio tersenyum, memberikan ketenangan pada adiknya. Tangan Rio mengusap – usap puncak rambut Desi. “Nggak akan terjadi apa – apa, tenang aja,” ujar Rio menenangkan kegelisahan Desi. Sementara Desi hanya terdiam, mendengarkan apa yang dibicarakan Rio.
“Nanti kalau ada apa – apa, aku akan kasih kabar ke kamu.”
Desi mengangguk, membalas senyuman Rio. Namun, dibaliknya Desi merasakan kecemasan terhadap abangnya. Tapi, Desi tak bisa berbuat apa – apa lagi, ia hanya pasrah membiarkan Rio tetap berangkat bertandang.
Rio melirik jam tangannya, menunjukan pukul delapan pagi. Berarti Rio harus segera berangkat ke titik kumpulnya anak – anak BYB, mereka sudah berencana akan berkumpul di kafe dekat stadion, sebelum berangkat awayday.
***
Rio turun dari motornya, setelah sampai di kafe. Terdapat anak – anak BYB yang akan berangkat bertandang sudah berkumpul di kafe itu, Rio segera turun dari motornya dan menghampiri teman – temannya.
“Rio..,” sambut Yuda, setelah melihat kedatangan Rio di kafe itu, ia langsung bersalaman dan melakukan tos persahabatan.
“Tumben sendirian, Gesya mana?” tanya Verga yang tiba – tiba datang menghampiri Rio.
“Katanya lagi ada urusan sama penerbit.”
“Terus, dia nggak ikut?”
“Ikut, tapi bentar lagi datang.”
“Ohh,” jawab Verga hanya menganggukan kepala.