Sebuah kesialan menimpaku malam ini. Entah dari mana datangnya atau memang dasar mataku yang sedang meleng saja, beberapa ekor babi sedang menyeberang jalan. Lampu sorot motorku memang tidak bekerja dengan baik, terkadang redup, kedip-kedip dan sesekali mati. Namun, seingatku lampu sorot motorku ini tidak benar-benar mati, sebab aku masih bisa merasakan kemana arahku melesat kencang.
OIK OIK OIK
Suara babi-babi itu bersahutan setelah salah satunya yang badannya besar kuhantam dengan roda depan motorku. Aku terpelanting ke depan, terjatuh dan membuat kulit betis dan lenganku terparut permukaan jalan. Jalan ini bukan jalan beraspal, hanya terdiri dari tanah merah yang keras dan sangat kasar oleh kerikil-kerikilnya.
Aku meringis merasakan perih. Aku terduduk lalu kuambil batu yang bisa kugenggam untuk kemudian kulempar ke arah babi-babi itu. Ternyata kawanan yang banyak, jumlahnya sekitar sepuluh ekor atau lebih. "Dasar babi!" Aku mengumpat kesal sambil lagi dan lagi kulempari mereka dengan batu-batu jalanan.
Aku langsung teringat dengan siaran Kenanga, jadi kurogoh sakuku dan aku tak menemukan ponselku di sana. "Babi! Dimana lagi tuh HP jatuhnya?" Mataku meraba-raba jalanan yang remang-remang itu. Lampu motorku redup tapi untungnya pupil mataku bisa bekerja maksimal untuk memberikanku penglihatan.
Aku pun bangkit, masih dalam kondisi meringis terpincang-pincang. Aku berjalan mondar-mandir menyapu jalanan mencari dimana ponselku jatuh.
Aku pun menegakkan motorku yang sedang terbaring. Kuarahkan lampu sorot motorku untuk membantuku mencari ponselku yang hilang. Kepalaku yang pusing sehabis minum ditambah lagi karena insiden jatuh ini membuat aku tak juga menemukan ponselku.
Aku yang tadinya mondar-mandir kesal sambil menggerutu-gerutu telah hilang kesabaran. Aku duduk di jalan sambil merentangkan kedua kakiku. Aku menghentak-hentakkannya dengan rengekan-rengekan untuk melampiaskan rasa kesalku, sedihku dan panikku.
"Malam ini aku ada janji dengan Kenanga! Kenapa semua ini terjadi? Kenapa? Kenapa?" rengekku.
Belum mereda juga ledakan emosiku, maka aku pun menjatuhkan tubuhku, aku merebah menghadap langit.
Kulihat-lihat langit malam ini begitu cerah, tidak ada awan jadi bintang-bintang terlihat dengan jelas. Sayangnya bulan sedang tidak ada. Kalau saja bulan ada pasti kondisi jalan bisa lebih terang. Dengan menyaksikan bintang-bintang itu dan entah mitos atau bukan bahwa orang yang sedang emosi dalam keadaan berdiri, maka disarankan untuk duduk, katanya akan lebih tenang. Apabila ketika duduk seseorang masih emosi, maka disarankan untuk berbaring dan inilah yang kulakukan sekarang. Mendinginnya kepalaku seiring dengan rambatan rasa dinginnya tanah di kulit punggungku.
"Kenanga... Kenanga... Maafkan aku. Aku sedang sial malam ini," ucapku.
TIN TIN
Suara klakson motor terdengar bersamaan dengan sorot lampu kendaraan yang menerpa wajahku ketika aku menoleh kepada sumber suara itu.
"HEI! KAMU NGAPAIN DI SITU?" Seseorang meneriakiku. Itu adalah suara seorang laki-laki yang cukup familiar di telingaku.