Suara Puitis Pacar Online-ku

Bulan Separuh
Chapter #8

Sleep Call

"Tahu ga sih? Lagu yang barusan gua nyanyiin itu sebenarnya lagi ngewakilin banget apa yang sekarang lagi gua rasain," ucap Kania.

"Eciyee... Yang nyanyi sambil curhat," goda salah seorang teman Kania.

"Hihi..."

"Soal cowok pasti, ya?" tanyaku.

Sebenarnya waktu selarut malam ini akan sangat membosankan apabila aku harus mendengarkan curahan hati atas masalah-masalah yang dihadapi orang lain. Namun, aku bertanya demikian karena untuk menghargai perkataan Kania saja. Agar kesannya masih ada orang yang mendengarkan dia. Kan kasihan kalau di saat dia sedang antusias menceritakan sesuatu tak ada orang yang tampaknya mau untuk mendengarkannya. Apalagi di jam segini para pengguna kebanyakan hanya parkun saja.

"Kok lu tahu sih, Sop?" ucapnya senang.

"Ya, apa lagi kalau bukan soal asmara. Kan lagunya itu menyampaikan perasaan patah hati dari pacar," jawabku.

"Jadi, lu bener-bener dengerin semua lirik lagu yang gua nyanyiin barusan ya?"

"Oh, ya jelas dong! Hehe..."

Kania tampak mulai bercerita. Hal itu menandakan bahwa dirinya mulai mempercayaiku sebagai tempatnya bercerita. Sedangkan akun-akun lainnya tanpa menunjukkan aktivitas apapun. Mereka tidak on mic dan minim typing di kolom komentar.

"Semangat ya, Kan," ucap seseorang melalui kolom komentar.

Di tengah suasana yang begitu terasa senyap, hanya terdengar detak jarum jam dari tempat Kania serta gigil udara malam yang menembus tembok tempatku mendekam, hanya ada dua orang yang sedang mengobrol di ruang obrolan virtual ini. Aku dan Kania. Suara napas yang semakin berat disertai sengau dari hidung mengantar kami berdua pada interaksi yang khusyuk. Mungkin begini rasanya obrolan sleepcall itu. Obrolan menjelang tidur di mana orang-orang yang melakukannya terdengar begitu mengantuk tapi masih antusias untuk bicara.

Waktu terus bergulir dan kini digit angka berukuran sangat kecil di pojok layar ponselku menunjukkan pukul 3.15. Ini sudah pagi. Kania terdengar lega sudah bercerita panjang lebar. Sementara aku hanya menimpali semua perkataannya dengan pertanyaan-pertanyaan penegasan sebagai upayaku untuk menunjukkan padanya bahwa aku benar-benar menyimaknya.

Sejak tadi aku sudah dua kali membuat kopi dan ini adalah secangkir kopi hitam terakhirku. Aku mengonsumsinya agar tidak mengantuk. Aku memaksakan diriku karena dorongan hasratku yang terus ingin mendengarkan suara manjanya yang menggoda. Sebuah hiburan segar gratis untukku untuk malam semenggigit ini.

Usai menceritakan semua masalah dan keluh kesahnya, Kania mulai mengarah pada obrolan yang lebih mendekatkan kami berdua.

"Kalau lu sendiri, pernah ga punya masa lalu yang sampai sekarang perih banget rasanya buat diingat?" tanya Kania. "By the way, gua dari tadi belum nanya ya sebenarnya lu udah punya cewek belum sih?" lanjutnya.

"Gua jomblo, Kania," jawabku.

Setelah mendengar jawabanku itu Kania terdengar mengembuskan napas lebih panjang.

"Emangnya kenapa? Kok napaslu langsung gitu?" tanyaku.

"Ya gua lega aja. Gua lupa nanya. Harusnya sejak awal tadi gua nanyanya, sebelum gua curhat sama elu. Lu perhatiin deh, Sop. Dari tadi yang ngobrol itu cuma kita berdua. Yang lainnya kayanya udah pada tidur. Gua ga enak aja kalau ada yang nge-gap gua berduaan sama pacar orang," jelas Kania.

"Oh. Ya udah kalau gitu lu ga perlu khawatir. Ga ada yang bakal marahin elu kok," tegasku.

Lihat selengkapnya