Tiba saatnya aku kembali berduaan dengan Kenanga. Obrolan semalam masih terngiang-ngiang di kepalaku dan mendengar hela napas Kenanga saja sudah membuat jantungku berdegup kencang.
"MAMASKU SAYAAANG...!" sapa Kenanga riang saat pertama kali ia on mic di malam ini.
Ah, suara itu. Aku jadi membayangkan seorang perempuan cantik menyambutku dari pintu yang baru saja dibukanya. Ia menyambar tubuhku dengan pelukannya yang erat dan perasaan yang gemas.
"Pacar Mamas. Udah selesai pekerjaannya?"
"Sudah, Mas. Uh, cape banget tahu ga."
"Yang mana yang cape, Sayang? Sini Mamas pijat."
"Bahu, punggung."
"Uh, sini sini sini. Mamas pijat... pelan... mulai dari bahu lalu ke leher, turun sedikit-sedikit ke punggung, ke pinggiran." Aku berucap lembut.
"Peluk aku, Sayang," pintanya.
Aku pun mengabulkan permintaannya. Kata-kata semakin jarang-jarang diucapkan. Aku mengatakan narasi pendek-pendek tentang bagaimana adegan seseorang mencium pasangannya dari belakang tubuhnya dan memeluknya hangat. Dalam narasi itu aku terus menceritakan perjalanan kenikmatan yang perlahan-lahan. Tentang tangan yang menjalar sampai dua indra peraba yang saling bertemu.
Di sela-sela narasi pendek-pendek itu ada helaan napas yang mengalun. Aku dan Kenanga pun terbawa pada debur ombak yang menutupi suara-suara di realita. Kami berdua membiarkan arus laut membawa angan kami mengapung dan terseret ke samudera yang luas seolah tak bertepi. Aku dan Kenanga tenggelam sampai ke palung dan tidak ada kuasa lagi untuk mencegah nafsu membasahi sampai ke seluruh rongga pikiran kami.
Meski ini hanya terjadi melalui suara saja tapi pengalaman ini telah memancarkan kelegaan yang menenangkan seusainya. Rasa percaya di antara aku dan Kenanga terasa terbangun menjadi begitu kokoh, sehingga dibandingkan sebelumnya kini Kenanga terdengar berbicara lebih apa adanya, lebih sedikit terbuka dan tidak terdengar terlalu berhati-hati seperti dulu.
Demikian pula aku. Aku merasa Kenanga menjadi seutuhnya milikku, benar-benar hanya milikku. Kalau sebelumnya aku cenderung membebaskan Kenanga mau berkarya di mana dan hanya mendengar cerita-ceritanya saja, kini aku ingin terlibat, aku ingin mendampinginya dan semua yang Kenanga lakukan harus ada aku di sana. Aku cenderung ingin seperti itu.
Sejak obrolan ini menjadi candu, keingintahuanku terhadap Kenanga sedikit demi sedikit tercurahkan. Hari demi hari terlewati dan akhirnya aku memberanikan diri untuk meminta foto dirinya.
Aku sudah tahu banyak akun media sosialnya dan di semua media itu tak satupun aku menemukan foto dirinya terpajang. Kebanyakan media sosial Kenanga hanya berisi karya-karyanya saja. Kalaupun membutuhkan foto sebagai identitas, Kenanga selalu menggunakan foto artis atau kartun. Siapa yang tidak penasaran dengan wajah seorang perempuan yang prestasinya gemilang dan suaranya begitu merdu ini? Siapapun pasti jadi penasaran.
Aku pun memberanikan diri untuk meminta foto Kenanga.
"Sayang, udah sekian lama kita jadian. Boleh ga kalau aku tahu kamu?"
"Maksudmu, Mas?"
Aku pun mengiriminya foto diriku. Aku kirimkan foto hasil seleksi dari sekian banyak fotoku. Menurutku ini fotoku yang paling menarik.