Aku butuh Kenanga. Kenanga, ayolah... Dimana kamu? Aku menunggu kamu menghubungiku lagi. Kehadiran Nurmala kembali di kehidupanku membuat aku over thinking seperti ini. Obrolan singkat yang kulakukan bersama Nurmala membuat aku mabuk, kepalaku pusing, serbuan kenangan masa lalu menyerangku serentak.
Tadi saat Nurmala menanyaiku perihal statusku, aku menjawab bahwa aku sudah berumahtangga. Sebuah usaha untuk menutup pintu agar ia tidak masuk ke dalam kehidupanku. Lalu sesuai dugaanku, Nurmala pun menghentikan perbincangan ketika sudah kukatakan bahwa aku sudah berumahtangga.
Malam ini Kenanga hanya bisa berbalas pesan teks denganku, tidak mengobrol secara langsung baik di ruang obrolan privat maupun melalui jalur telepon. Sayang sekali, padahal kehadiran Kenanga malam ini sungguh sedang kunanti-nanti.
Hari demi hari bayangan masa lalu bersama Nurmala menghantuiku, sedangkan kehadiran Kenanga tidak seintens yang kuharapkan. Maka, aku pun menghabiskan sisa waktuku untuk pergi bersama teman-temanku di dunia ril. Seperti biasa, warung remang-remang adalah pilihan yang terbaik.
Kemudian, Sastra kembali mengirimkan pesan chat kepadaku. "Gua bakal menyadap HP Kenanga!"
Aku baru saja pulang dari warung remang-remang. Ini sudah pukul dua dini hari. Kepalaku begitu pusing dan mataku sangat berat. Kulihat pesan dari Sastra ia kirim sejak empat jam yang lalu. Menurutku bila membalasnya sekarang atau nanti pagi tidak akan ada bedanya. Aku pun memilih untuk tidur dan berencana akan membalasnya nanti.
Aku bangun karena bising suara di sekitarku. Ibuku mengomel dan suara siaran televisi terdengar dengan volume yang besar. Sial! Aku kesiangan! Aku harus pergi bekerja, jadi aku pun berangkat dengan terburu-buru.
Waktu pun berlalu, nyaris berganti. Aku baru bisa berkomunikasi dengan Sastra setelah aku kembali dari tempatku bekerja. Sekarang pukul delapan malam, di mana Kenanga tidak mungkin menghubungiku di jam ini.
Obrolan di ruangan privat dalam aplikasi live streaming kembali aku lakukan dengan Sastra. Sastra mengatakan bahwa dia sudah bertemu dengan tersangka pelaku kekacauan saat pertunjukan drama itu.
Aku menepuk dahiku. Astaga, aku lupa berkomunikasi dengan temanku si pemilik akun-akun bot! Bagaimana kalau dia membocorkan perihal apa yang telah kulakukan kepada Sastra? Selama beberapa hari belakangan ini aku selalu disibukkan dengan Nurmala. Nurmala menggangguku di dalam pikiranku juga melalui beberapa pesan chat yang ia kirimkan. Semua itu membuatku sampai melupakan urusan yang penting ini.
"Orang yang lu bilang cuma cocokologi itu mengarahkan gua ke seseorang yang kerjaannya memang masuk-masukin akun bot ke siaran orang," jelas Sastra.
"Dia ngaku?"
"Ya, dia ngaku," jawabnya. Aku semakin merasa ketar-ketir.
"Dia kerja sendiri? Maksud gua, apa dia nyebutin nama lain gitu?" Rasa gugupku membuat aku tak mengontrol pertanyaanku.
"Enggak sih. Dia ga nyebutin nama lain."
Aku merasa lega dengan jawaban Sastra. Temanku si pemilik akun-akun bot itu orang baik. Dia sendiri yang menawarkan bantuan kepadaku karena dia bersimpati saat aku curhat dengannya. Aku yakin dia akan tetap tutup mulut, karena apa yang dia lakukan adalah murni inisiatifnya untuk membantuku.
"Terus?" tanyaku.