Kenyataan pahit yang diberitakan oleh Sastra membuat pandanganku terhadap Kenanga sedikit demi sedikit berubah. Aku seperti melihatnya sebagai seseorang yang asing. Desi, perempuan yang disebut-sebut itu bukanlah Kenanga dan Kenanga bukanlah perempuan itu. Mereka dua orang yang berbeda. Tapi, sampai kapan aku harus menipu diri seperti ini?
Waktu berlalu, tiba saatnya aku kembali diberikan kesempatan untuk mengobrol dengan Kenanga kembali. Kali ini aku tak peduli apakah malam ini akan ada pemadaman listrik lagi atau tidak.
"Mas, sedari tadi aku perhatikan kamu kaya ga bersemangat gitu. Kamu lagi ada masalah ya, Mas?" tanya Kenanga.
"Hah? Masa sih?"
"Iya, gitu. Aku dari tadi nyerocos gibahin si Tari sama Sueb, temen kita itu. Biasanya Mamas paling semangat kalau diajakin gibah," lanjut Kenanga.
"Ga tahu, Sayang. Mungkin karena kecapekan aja. Seharian tadi pekerjaanku berat banget, mana cuaca lagi terik-teriknya," jawabku. Ini hanya alibi, tentu saja.
Aku ingin membuka obrolan tentang kehidupan pribadi Kenanga, tapi masih sabar menunggu momennya. Aku tidak ingin menyinggung hatinya dan membuatnya over thinking semalaman. Seperti biasanya, Kenanga punya kebiasaan yang apabila ia sedang memendam masalah, maka Kenanga akan begadang semalaman suntuk sampai pagi lalu kondisi kesehatannya drop. Aku tak ingin ia kembali diopname di rumah sakit atau klinik.
"Oh, gitu. Emh, gimana kalau kita mabar Mobile Legends?" tawar Kenanga.
"Nanti kalau tiba-tiba mati lampu lagi gimana? AFK terus, nanti poinmu semakin kecil lho," jawabku.
"Iya juga ya. Emm... Mamas mau aku cium-cium?" tawarnya lagi.
Yang terpikir di pikiranku adalah adegan yang menggoda bersama Kenanga. Mungkin dengan melakukannya itu bisa membuatku dan dia relax. Selanjutnya, aku berharap pembahasan yang jujur tentang masalah ini bisa terjadi dengan baik. Baiklah, daripada pusing dan tidak mood begini, tidak ada salahnya untuk mencoba bersenang-senang sekali lagi.
"Iya, Sayang. Sini peluk Mamas."
Kemudian, adegan yang menggairahkan itu pun terjadi. Meskipun hanya terjadi melalui suara, aku dan dia bisa sama-sama sampai di puncak dan memancarkan kelegaan. Ada kebahagiaan di antara aku dan Kenanga. Untungnya, kali ini pemadaman listrik tidak terjadi.
Obrolan pun berlangsung seusainya dengan nada suara yang lirih, terkesan lebih santai.
"Sayang, pernah ga sih kamu menjalani hidup ngalir gitu aja, seperti ga ada beban, tapi yang sebenarnya terjadi adalah kamu lagi mengabaikan masalah yang lagi ada aja?" tanyaku.
"Ya, tentu aja pernah Mas. Rasanya itu lebih tenang. Daripada terlalu serius mikirin masalah, nanti juga akan berlalu sendiri kan?" jawab Kenanga.
"Sempat punya kekhawatiran bahwa masalah itu akan jadi semakin gede kaya bola salju ga?"
"Enggak. Menurut pengalamanku selama ini yang namanya masalah itu akan lewat gitu aja. Kalau ada yang dirasa lebih berat itu kayanya cuma karena ada masalah baru yang ikut-ikutan datang deh."
"Memangnya kamu bisa membedakannya? Soalnya kan terasa beratnya di saat itu juga," tanyaku lagi.