Suara Sepatu Lars

Aldy Istanzia Wiguna
Chapter #1

Awal

Subuh yang sunyi menjadi hari paling menakutkan dalam hidup kami. Hari dimana kami harus berpisah dengan bapak. Sosok panutan yang usianya semakin ringkih bahkan sudah terlihat lebih pasrah bilamana Allah bersiap memanggil-Nya melalui tangan Izrail. Bapak sudah tidak lagi merasa hidupnya penuh dengan hal-hal menyenangkan selain terisi dengan ragam debaran rasa atau hal-hal menakutkan yang mengingatkan ia pada sepotong episode di sembilan puluh purnama lebih hidupnya.

Kami yang merasa selalu ketakutan ketika suara-suara sepatu lars tentara sering terdengar hilir mudik di depan rumah. Begitu juga dengan bapak. Rasa trauma hingga takut yang tak bisa diungkapkan selalu timbul tenggelam dari rona wajahnya. Ada masanya bapak merasa ketakutan luar biasa ketika sepatu-sepatu itu terdengar nyaring dan rapi berbaris di sekitaran rumah yang memang tak jauh dari markas tentara. Ada masanya bapak seperti kehilangan kendali dan meracau sendiri. Membiarkan lipatan demi lipatan ingatan di kepalanya terbang menuju tahun kelam 1998.

Tentang kuasa tiran, demo mahasiswa, penjarahan, pemerkosaan bahkan tindakan demi tindakan tak terpuji mereka dengan jas safari sembari mengatasnamakan rakyat. Ah, bapak masih saja seperti itu. Namun, subuh itu tubuhnya bergetar hebat, melantunkan dua kalimat syahadat sambil satu jari telunjuknya menunjuk laci meja kerjanya. Laci yang hari itu kami buka sebab kata ibu, bila usia bapak telah sampai pada waktunya, kalian harus membuka dan membaca apa yang ditulis bapak sebagai wasiat akhir.

Laci pun kami buka sembari menghirup aroma lain dari tubuh bapak yang mulai dingin.

Lihat selengkapnya