Suara

Rachella Andalia
Chapter #2

Sebuah Cerita

 Sudah lebih dari 4 bulan aku mendengar suara itu. Pertama-tama saat suara itu muncul, aku pikir aku sudah mulai kehilangan akal sehat. Aku mencoba untuk menghiraukan suara itu, aku mencoba memfokuskan diriku dengan kegiatan lain seperti ballet, melukis, membaca buku, yoga, atau bahkan kegiatan yang tidak biasa aku lakukan seperti renang, memasak, ataupun jogging aku lakukan agar dapat menghilangkan suara itu dari pikiranku. Bahkan aku juga sampai melakukan konsultasi ke beberapa dokter psikiater untuk menanyakan keadaanku dan semua jawaban yang diberikan sama, yaitu aku hanya dalam keadaan dibawah tekanan atau bisa dibilang stres yang berlebihan dan mereka hanya menganjurkanku untuk meminum obat penenang.

 Tapi lama kelamaan aku menyadari bukan karena alasan itu lalu suara laki-laki tersebut muncul, suara laki-laki yang tidak terlalu rendah namun juga tidak terlalu tinggi, suara yang lama-lama membuat nyaman pendengarnya untuk didengar. Suara yang berasal dari laki-laki pada umumnya yang mungkin sering kita dengar disekitar kita namun suara tersebut terdengar sedikit lebih lembut dan halus, suara laki-laki yang mungkin seumuran denganku atau setidaknya belum diatas usia 30 tahun. Namun apapun alasan itu, suara tersebut membuatku merasa lebih tenang dan jiwaku terasa lebih damai.

 Aku mulai mencoba untuk memahami apa yang dikatakan suara itu. Aku bertanya pada diriku sendiri apa yang ingin suara itu katakan padaku, apa yang ingin ia sampaikan padaku, apakah suara itu adalah suaraku sendiri yang berasal dari dalam diriku? atau mungkin suara oleh makhluk lain seperti hantu misalnya, tapi itu tidak mungkin karena sejujurnya aku tidak percaya dengan hantu dan jika memang benar ada hantu, kenapa hantu tersebut baru datang dan menggangguku sekarang sedangkan aku sudah tinggal dirumah ini sejak aku dilahirkan. Atau apakah sebenarnya suara itu merupakan suara dari laki-laki yang terhubung dengan batinku sendiri? seperti yang selalu aku pikirkan bahwa sebenarnya setiap manusia saling terhubung satu dengan yang lain, saling berbagi emosi dan naluri satu dengan yang lainnya yang terkadang membuat kita seperti pernah berada disuatu tempat yang bahkan belum pernah kita datangi atau memahami sesuatu yang bahkan sebenarnya belum pernah kita ketahui.

  Aku selalu percaya bahwa sebenarnya setiap manusia memiliki pasangannya masing-masing yang sudah ditakdirkan sejak kita dilahirkan. Pasangan yang saling berbagi batin dan naluri satu sama lain dan saling terhubung tanpa mengenal jarak dan waktu. Aku selalu percaya bahwa jiwaku tidak sepenuhnya berada dalam tubuhku, setengah jiwaku berada diluar sana mencoba untuk hidup dan bernapas untuk mewakili sisa jiwaku yang terperangkap bagaikan sedang didalam sebuah penjara.

Lihat selengkapnya