Suatu Hari di Musim Gugur

Ellara Rosethorne
Chapter #3

CHAPTER III

Alarm Berbahaya Berbunyi di Kepala Jihan

====

Jihan dan Shouta, menaiki Bus tujuan daerah. Jihan memakai jaket bertopi menutupi kepalanya, sedangkan Shouta dibungkus dengan sarung, hanya memperlihatkan sebagian wajah anak itu. mereka saling bergandengan menuju kursi baris lima yang tampak kosong. Jihan sempat menyapa supir langganannya, sekedar basa-basi, bagi sopir dan kernetnya melihat Jihan babak belur merupakan pemandangan biasa. 

Hari masih gelap, matahari belum terbit. Shouta tertidur di sampingnya, menyanderkan kepala di legang Jihan. Untuk kesekian kalinya, Jihan bertanya pada diri sendiri. Apa yang sedang dia lakukan? Untuk apa dirinya mencampuri urusan orang asing? Apakah tindakannya sudah tepat atau justru membawanya ke pinggir jurang?

Entahlah…. semuanya membingungkan. 

Jihan menarik sarung menutupi kepala Shouta. Melindungi anak itu dari tatapan jahat orang tak dikenali. Tidak ada yang tahu siapa saja yang berada di Bus. Karena kehati-hatian itu. Jihan tidak sanggup menutup mata. Seluruh indranya terus bekerja, aktif mode bertahan, kewaspadaannya seolah memaksa untuk merasakan aktifitas seluruh isi Bus dan Pengguna jalanan.

Perjalanan normal selama 2 jam. Bus memasuki wilayah perbatasan kabupaten, di sebelah kiri lautan jernih menampakkan gelombang tenang. Bus masih perlu dua jam lagi tiba di tempat tujuan. Namun perasaan Jihan semakin tidak tenang. 

Pengalihan jalanan sejenak membuat supir mengumpat, terlihat sekitar lima orang memberikan arahan bagi para pengendera, melambaikan tangan, lampu, memakai pakaian petugas namun wajahnya tak begitu jelas meski di terpah cahaya - tampak samar-samar. “Ada apa ini pak?” sang sopir sedikit mencondongkan kepala keluar jendela, bertanya pada petugas. selayaknya petugas yang menjawab ramah memberikan penjelasan singkat, atau tepatnya menyampaikan arahan penting? yang tidak benar-benar menjawab pertanyaan sang supir, “Terus saja, Bus boleh lewat.” Supir yang mendengar ucapan itu sedikit kebingungan, namun kakinya tetap menginjak gas kalau petugas sudah memberi peintah, buat apa di pertanyakan lagi, iyakan?

Jihan yang mengamati hal tersebut, sedikit mengerjitkan dahi menyaksikan Pengalihan jalanan yang sedikit membingungkan. Kendaraan kecil diarahkan melewati jalanan lain, sedangkan Bus sebesar trontong begini di persilahkan lewat. semisal ada pohon jatuh, orang kecelakaan, atau perbaikan jalanan mungkin, bukankah Bus yang paling kesulitan lewat. Logika petugasnya agak berbeda, Jihan berupaya positif thinking, sekeras apapun ia berupaya instingnya mengatakan badai telah datang.

Bus melewati pohon rimbung yang telah dipangkas sedemikian rupa sehingga menyerupai lorong gelap. Terdengar suara Benda jatuh mengenai atas Bus. cukup kerasa. membuat beberapa penumpang terbangung. termasuk Shouta yang mengeratkan pelukan pada Jihan.

Bus mulai melaju tidak karuang.

“Siapa kalian?” Kernet berseru dari kursi belakang, bergegas ke depan melihat ada yang salah. sedangkan para penumpang menjerit. Dan Jihan mengenali siapa pembuat masalah itu, Pria bertopeng dan Wanita Penembak? Mereka datang lebih cepat.

Jihan menarik karnet berlindung saat peluru datang dari wanita penembak. sedangkan sang sopir sudah tidak tertolong lagi, ia terkulai dengan mata terbuka. 

Pria bertopeng mengambil alih kemudi secara serampangan. Tertawa, berseru-seru seperti orang gila.

Wanita Penembak meluncurkan beberapa peluru, mengenai kursi penumpang, jendela, sampai kaca belakang. Para penumpang histeris, menangis, seketika memohon keselamatan pada Tuhan. Karena datang seorang wanita bukan malaikat tetapi menunjukkan simulasi neraka. Dia memakai pakaian hitam ketat, memperlihatkan lengan dan paha, caranya memegang pistol menunjukkan dialah yang paling ahli. Darah perlahan mewarnai pijakan. 

Shouta meringkuk, menekan tombol Hp berniat menghubungi petugas, lama dia kebingungan, nomor petugas berapa? Wanita Penembak berseru berang, “Siapapun yang menelepon polisi kuledakkan kepalanya.” sembari mendatangi Shouta yang gemetaran.

Suara Wanita penembak masih di udara, tersisa satu langkah dari jangkaun Shouta, tangannya berjarak lima centimeter dari leher anak lelaki itu. JIhan datang, tangan kirinya bertumpu di pucuk sandaran kursi, tubuhnya mengudara membentuk horizontal, kakinya mengincar kepala Wanita Penembak. wanita itu menangkis tendangan Jihan menggunakan laras panjang. Jihan menyeringai, sehebat apapun senjata lawan, tidak mampu mengalahkan JIhan dalam pertarungan jarak dekat. Jihan mengayungkan Kaki kanan menjepit kepala lawan menekan leher wanita itu ke belakang, bergerak cepat, membantingnya, sampai suara tulang patah terdengar. Wanita menjerit perlahan suaranya menghilang. satu tumbang. 

Lihat selengkapnya