Jangan Bawa Shouta Pergi, Kembalikan Dia Padaku
====
Telinga Jihan berdengung, sejenak panca inderanya disfungsi, samar-samar terlihat larik cahaya pagi menerpa pria tinggi besar yang sedang mendekat. langkahnya pelan. Berjongkok. jari jemari panjangnya sedikit mengangkat jilbab yang setengah menutupi wajah gadis belia itu. Suara berat itu terdengar lagi, “Sangat disayangkan little dog, ini jadi pertemuan pertama dan terakhir,” ucapnya diakhiri helaan nafas yang terkesan menyesalkan namun terkesan pula ia cukup terhibur. sembari meletakkan moncong pistol di kening Jihan.
Ann Jihan Mallarangeng, nama indah yang diberikan Kakek, malah di plesetkan orang asing yang entah darimana datangnya. Apakah Jihan berakhir sebelum mengukir sejarahnya sendiri? Apakah namanya akan hilang sama seperti Ibu? Bu Jihan merindukan mu namun Jihan belum mau bertemu Ibu.
Kaca jendela berhamburan di tengah jalan, Bus terguling setelah badan Bus hampir menaiki pembatas Jalan, Suara jeritan membela langit, tangis pilu membentang. Mereka menjadi tontonan menyenangkan bagi kelompok iblis yang meminjam tubuh manusia.
beberapa detik sebelumnya tubuh Jihan terhempas melalui jendela, tulang belulangnya tak kuasa bergerak, darah mengucur dari kening melewati mata mengalir sampai dagu. Sial malah pake kelilipan.
“Oniisan!” Rintihan Shouta menarik kesadaran Jihan
“Sho!” Spontanitas Jihan bekerja, Roll, melompat, menjauh, menjaga jarak aman? Tidak. Dia hampir lupa lawannya membawa pistol.
Gadis delapan belas tahun itu mengusap darah yang memenuhi wajahnya. kerudungnya terlepas dari kepala memperliatkan rambut panjangnya yang terikat aut-autan. Dia tidak pernah berbohong saat ia mengatakan ia hampir mati berkali-kali ditangan Kakek. Berlatih di bawah bimbingan Kakek secara langsung adalah kabar buruk bagi para murid padepokan, faktanya Jihan sudah di latih sejak usia tujuh tahun. apa itu kematian? sahabat karib kah?
Kaki Jihan ngilu, apa bengkok?
“Pergerakanmu lincah sesuai rumor.”
“Rumor atau laporan? Laporan mereka kurang tepat, aku bisa lengkapi dengan cepat, tepat, dan benar. Tapi sebelum itu, aku punya satu pertanyaan, Budak mana yang memperlakukaan Tuannya seperti Buronan? Duh Budak, maaf! harusnya aku tidak menyamakan kalian dengan BInatang-Binatang lepas kandang ini. Eh?”
“Anjing Kecil, kamu tidak tahu sedalam apa urusan orang dewasa ini. Wilayah kami bukan tempat bermain. Kami tidak punya waktu bermain petak umpet. Andai kamu menyerahkan Tuan Muda sedari awal, korban tidak akan sebanyak sekarang. Mari akhiri, kamu sebagai korban terakhir, ide bagus bukan, little dog?” Ucapnya pria berhidung bengkok itu sembari mengarahkan senjata api kearah Jihan.
“Drama sekali Anda ini, kau yang membunuh, kau menyalahkan kami duh aduh.”
Ledakan pistol terdengar, Jihan bergerak mencari perlindungan di balik Bus. Gadis itu cukup mengulur waktu sampai Shouta terlepas dari himpitan kursi dan bagian depan Bus yang penyok.
Manusia bergelimpangan di aspal, merah mewarnai jalanan, korban berjatuhan dari kedua kubuh. Anggota hidung bengkok itu berkurang banyak karena Shouta yang tiba-tiba full gas, dan penumpang Bus yang tidak bersalah turut jadi korban.
Situasi semakin runyam, Pria hidung bengkok itu seolah tidak kehilangan kekuatan, anggotanya bagaikan pajangan tidak berguna, cuma besar mulut. tapi pia itu, tampil percaya diri, tegap, penuh keyakinan, memiringkan kepala, menyeringai menyaksikan Jihan semakin terpojok. JIhan benar-benar dipermainkan persis anjing kecil.
Jalan buntuh, Jihan terpojok sampai di pembatas laut. Shouta bersembunyi di balik tempok, berpijak pada bebatuan besar, “Kenapa mesti membawanya secara paksa? Kenapa Shouta ketakutan melihat kalian? kenapa kalian mengingkan plakat itu?”