“Crkk!”
“Redupkan cahayanya!” ucapnya sambil mengintip dibalik lensa, “tolong lampunya digeser sedikit ke kanan,” ucapnya dalam bahasa asing.
“Crkk!”
“Crkk!”
Kilatan lampu blitz serta suara khas yang ditimbulkan kameranya menemani Mentari dalam menjalani aktivitas yang dijadikan sumber penghasilannya selama ia tinggal disini. Photographe sebutan pekerjaannya disini. Di Negara yang jauh dari tempat kelahirannya namun masih menyisakan sedikit darah di nadinya.
“Okay, end for this season!” ucap salah seorang disana disusul dengan matinya lampu blitz juga Jessi yang membereskan beberapa peralatan.
Kali ini bukan model-model cantik atau tampan yang dibidik oleh lensa kameranya. Melainkan beberapa jenis kaktus dalam pot yang bentuknya bermacam-macam menjadi objek utamanya.
Padahal kaktus tak berasal dari Negara ini, melainkan hasil impor dari Negara penghasil kaktus jauh sebelum Perang Dunia II terjadi. Namun disini, di Parc Zoologique et Botanique de Mulhouse kaktus di kembangbiakkan dalam pelestarian eks situ di dalam tanaman botani.
Mulhouse, Perancis iya itu adalah tempat pelariannya. Pelariannya dari pengkhianatan yang dilakukan oleh mantan sahabat sekaligus mantan pacarnya. Beruntung ada sedikit darah Perancis yang mengalir di tubuh asianya, darah kakek buyutnya yang membuat warna rambutnya cokelat tembaga.
“Tari, wanna come out with me?” tanya Jessi sambil masih merapihkan tanaman kaktus di meja.
“Ahh, fête de la musique! Festival musik untuk menyambut musim panas bukan?”
“Ya! Sebagai warga asing kau harus ikut! Banyak orang yang merayakannya tumpah ruah di jalan-jalan kota Mulhouse. Bagaimana?”
“Aku masih harus membereskan apartemenku,” ucap Mentari dengan nada menyesal. Sebenarnya ia malas bertemu orang banyak yang berarti ia harus menebar senyum setiap saat.
“Ohh ayolah! Sebentar saja, kalau beruntung bahkan kau bisa berkenalan dengan pemuda kota Mulhouse!” ujar Jessi berapi-api.
Tak mau memadamkan api semangat Jessi yang sangat tampak dimatanya, Mentari pun akhirnya menyetuuji ajakan Jessi.
“Hmm, baiklah.”
Jessi merupakan teman pertama Mentari sejak menginjakkan kaki di Mulhouse dan bekerja di studio photo de Guille. Studio photo de Guille merupakan tempat kerjanya saat ini yang dimiliki oleh sepasang suami istri Edgar dan Rene de Gaulle.
Mentari bisa bekerja di studio photo de Gaulle atas saran ekspatriat Perancis yang saat itu mengajar bahasa perancis di lembaga kursus bahasa asing di Indonesia tempat dimana Mentari belajar sebelum memulai petualangannya di Perancis.
Maxim – ekspatriat Perancis – mengatakan bahwa ia mempunyai teman di Perancis yang memiliki studio foto, Edgar de Guille. Lalu dengan senang hati Maxim membatu Mentari untuk dapat bekerja di studio foto milik Edgar sebagai fotografer yang memang sesuai dengan latar belakang pendidikannya.
Studio foto de Guille awalnya di khususkan untuk foto pre-wedding, namun lama kelamaan mereka juga bisa menerima order foto dalam bidang lainnya. Seperti saat ini, studio foto de Guille diminta untuk memfoto kaktus untuk koleksi botani milik Parc Zoologique et Botanique de Mulhouse dan entah beruntung atau tidak Mentari diminta untuk menjadi fotografer utama untuk tumbuh-tumbuhan itu.
“Kita nanti ke pusat kota dengan menggunakan tramway, kau sudah berkunjung ke centre ville?”
“Belum,” ucap Mentari yang masih sibuk membersihkan lensa kameranya. “Aku belum sempat pergi kemana pun selain ke studio, jet lag sungguh membuatku tak bisa berbuat apa-apa.”