Sudah Tiba Saatnya

Martha Melank
Chapter #2

Bunga Merah Jambu dan Sendal Jepit Ungu

Batas antara realita dan impian adalah saat kita bangun dan bergerak dengan kesadaran untuk membuatnya tidak hanya sekedar mimpi. Jam enam pagi Dahlia sudah di depan stasiun kereta, ia adalah satu dari sekian banyak orang yang bangun lebih pagi supaya tidak berdiri selama perjalanan. Walau ia lakukan itu atas dasar tanggung jawab bukan karena mimpi yang ia harus kejar, Kursi tunggu yang berjarak sekitar dua meter dari rel masih kosong ketika Dahlia datang. Tetapi tidak sampai lima menit banyak penumpang datang dan berdiri teratur di pinggir rel. Mendengar laju kereta yang bergerak mendekat memang selalu dinanti namun Dahlia tidak terburu-buru untuk berdiri. Kemungkinan ia mendapat tempat duduk pun masih besar. Dahlia melangkah maju, tiba-tiba tubuhnya terdorong oleh Ibu yang tadi duduk tenang disampingnya. Dahlia hanya tersenyum, ia mungkin sedang kuatir tidak dapat kursi.

Tepat jam tujuh pagi ia sampai di stasiun Tanah Abang dan bergegas menuju toko bunga kesayangannya, tidak jauh dari stasiun. Ia ingin memberikan bunga untuk Airin, anak buahnya yang baru saja menyelesaikan tugas yang ia berikan. Cara berpikir Airin sangat tidak sistematis hingga merepotkan rekannya yang lain, ia sering mengerjakan sesuatu dengan berulang-ulang. Sebulan lalu Dahlia memarahinya hingga ia menangis. Airin adalah seorang gadis penyuka warna merah jambu, di dalam kubiknya tidak ada warna lain selain warna itu. Bagaimana cara ia meyakinkan General Affair untuk memesan folder merah jambu, masih menjadi misteri. Semua menyayangi Airin dan tidak keberatan direpotkan olehnya. Mungkin karena pembawaannya yang polos dan ceria. Memarahinya sama saja dengan mempersiapkan diri menjadi musuh bersama.

"Airin, kalau kamu membaca laporan. Apa yang kamu harapkan?” suara Dahlia agak keras saat itu.

“ Harus rapih. Jarak antara kolom harus pas. Headernya ditebalkan. Judul harus ditengah. Font Judul harus lebih besar dari pada isi tabel. Itu Bu.” jawabnya dengan kepala tertunduk. 

“ Yang penting rapih dan enak dilihat? Menurutmu begitu?” Dahlia lanjut bertanya.

“ Iya Bu, dan kalau sempat di tiap kolom headernya diberi warna, jadi menarik.” 

Dahlia menarik nafas dalam, mencoba memahami bahwa Airin belum punya pengalaman sama sekali dalam pekerjaan ini.

“Kamu paham saldo piutang itu apa? Ini laporan apa?” 

“ Kan waktu itu Ibu yang bilang. Airin, kamu kalo buat laporan, usahakan yang membacanya itu senang melihatnya sehingga ada keinginan untuk membaca.” 

Rupanya ditelan mentah-mentah semua perkataannya. Saat itu kesalahannya adalah tidak rapi tapi sekarang timbul masalah baru karena ia terlalu fokus untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama.

"Ok. Mulai hari ini kamu pulang kantor ke ruangan saya.”

“ Airin bikin salah ya Bu?” 

“Saya masih banyak kerjaan. Nanti saya email draft laporannya jadi kamu tinggal isi data sesuai yang saya minta.” 

“ Ibu, Airin minta maaf ya.” katanya pelan. Sedikit berlari ia berjalan ke arah kubikalnya lalu menangis.

Dahlia melihat teman-temannya berkerumun untuk membesarkan hatinya. Siapapu manusia yang dipimpin akan selalu melihat dari kacamata pengikut bukan pemimpin. Dahlia memilih untuk tidak ambil pusing dan meneruskan pekerjaannya.

Sebulan sejak kejadian itu, Airin rutin datang ke ruangannya. Dan ditengah kesibukannya, Dahlia menyempatkan diri untuk mengajari Airin konsep berpikir. Airin adalah seorang pekerja keras dan anak yang selalu ingin menyenangkan orang lain termasuk atasannya. Ketika ia membuat kesalahan ia merasa dirinya tidak bisa memberikan yang terbaik dan itu membuatnya sedih. Tiga hari pertama dihabiskan hanya untuk mengobrol, Dahlia mengajukan pertanyaan lalu Airin menjawab. Begitu terus sampai Dahlia memahami darimana ia harus memulai. Dari awalnya sungkan hingga keluar ruangan dengan wajah ceria.

Hari ini hari terakhir Airin mendapat bimbingan darinya. Mungkin terlalu sentimental memberikan dia bunga tetapi Dahlia sudah tidak lagi peduli dengan citra tegas yang selama ini ia ciptakan. Dibawanya sepuluh kuntum mawar berwarna merah jambu dengan daun yang masih dibiarkan, lalu dibungkus kertas coklat. Paduan manisnya bunga dan hangatnya tanah membuat hatinya bahagia pagi itu. Diselipkan kartu kecil dengan beberapa kata yang ia tulis dengan tangannya.

Dear Airin,

Jangan takut melakukan kesalahan. Takutlah ketika kamu selalu benar. 

Love,

Dahlia

Dipegang erat bunga di hadapannya itu. Hatinya penuh. Selalu menyenangkan ketika bisa melakukan sesuatu yang bisa membuat orang lain tersenyum. Harapannya semoga Airin suka dan senang dengan pemberiannya.

Lihat selengkapnya