Hidup sepertinya tidak saja mengajarkan bagaimana harus berlari tetapi juga kapan harus berhenti dan berganti haluan. Surat pengunduran dirinya masih tersimpan rapi di dalam laci, masih ada keraguan di dalam hatinya mengenai jalan mana yang akan ia tempuh jika ia tidak lagi menjalani karir yang sudah puluhan tahun ia tekuni namun tidak memberikan ia kebahagiaan. Pikirannya melayang saat ia masih di sekolah dasar.
Sewaktu umur sepuluh tahun, dalam seminggu mungkin hanya dua hari Dahlia menghabiskan waktu makan siangnya di rumah. Dahlia lebih sering menghabiskan waktunya di rumah sahabat perempuannya bernama Rani. Ibunya adalah Ibu rumah tangga yang mendedikasikan waktunya untuk mengurusi keluarga. Suaranya lembut, wajahnya selalu tersenyum dan hampir tidak pernah marah. Rumahnya cukup besar dan sangat nyaman. Ayahnya seorang pimpinan di sebuah perusahaan besar. Rani adalah teman sebangku Dahlia sejak kelas dua sampai dengan kelas enam SD. Keluarga nya sangat bersahaja, tidak pernah menunjukkan bahwa mereka berasal dari keluarga berada. Setiap pulang sekolah, sesampainya di rumah Dahlia selalu disuruh berganti baju milik Rani lalu makan siang bersama sambil menceritakan bagaimana hari mereka di sekolah. Dahlia selalu menjadi badut di dalam keluarga ini, ada saja ceritanya yang membuat rumah mereka menjadi ramai. Bahkan asisten rumah tangganya merasa kehilangan kalau satu hari saja Dahlia tidak ada kabar.
Seperti layaknya anak usia sepuluh tahun, waktu tidur siang pun dipergunakan untuk bermain. Rani yang seorang penakut, seringkali dibuat terkejut dengan karakter Dahlia yang pemberani. Walaupun Dahlia tidak tinggal di situ tetapi satu komplek rumah mengenalnya. Mulai dari belajar sepeda hingga lututnya berdarah-darah sampai mengambil layangan di atap rumah pernah Dahlia lakukan. Sementara Rani seringkali sibuk dengan boneka barbie nya. Pernah satu waktu Dahlia yang belum terlalu mahir bersepeda, mengajaknya bermain ke lapangan berbukit yang letaknya agak jauh dari rumah mereka tanpa izin Ibunya. Dan mereka berdua tersesat dan tidak tahu jalan pulang. Dahlia dengan wajah tenang berusaha menenangkan sahabatnya yang sudah sedari tadi menangis.
“ Kamu tenang aja, ngga usah nangis. Pasti nanti sampai rumah.”
“ Ini kita ngga tau kita dimana.”
“ Kita kan naik sepeda bukan naik motor jadi nggak perlu takut kehabisan bensin.”
“ Aku nggak mikirin bensin. Aku mikirin Ibu. Dia pasti kuatir.”
Dahlia kecil saat itu tidak berpikir bahwa Ibunya akan kuatir kalau anaknya tidak ada kabar karena Ibunya sendiri tidak pernah tahu apa yang anaknya lakukan.
Saat mereka sedang takut-takutnya muncul Pepi, anjing peliharaan Rani yang mungkin juga sedang mencari mereka.
“ Li, Itu Pepi. Pepi Iiii.” teriak Rani.
Dahlia kemudian mengayuh sepedanya ke arah Pepi yang berlari cukup kencang ke arah mereka.
Rani melompat dari kursi belakang sepeda dan langsung memeluk Pepi kemudian menangis tersedu-sedu seperti menemukan harapan baru. Sementara Dahlia tidak menunjukkan ekspresi apapun. Menunggu dalam diam sampai sahabatnya itu tenang.
Mereka sampai rumah sekitar jam enam sore. Dahlia sudah berpikir bahwa pasti dia akan dimarahi oleh orang tuanya tetapi yang ditakutkannya tidak terjadi. Dahlia dipeluk dengan sangat erat oleh ayah dan Ibu sahabatnya itu. Karena menerima perlakuan yang selembut itu, Dahlia meneteskan air mata, runtuh semua tembok yang dibangunnya hanya karena satu pelukan. Sejak saat itu Dahlia suka sekali memeluk siapapun yang menggugah hatinya.
Sewaktu SD, mereka berdua seperti tidak terpisahkan. Satu meja dan selalu bersama dan tidak pernah saling meninggalkan. Kalau kelas mereka sedang mendapat tugas upacara bendera, Rani selalu menjadi pemimpin upacara dan Dahlia sudah hampir pasti jadi pembaca doa. Kalau Rani menjadi petugas upacara dan Dahlia tidak mendapat tugas, Rani akan mengarang alasan untuk tidak menerima tugas tersebut. Begitu juga dengan Dahlia sehingga mereka berdua akhirnya hanya menjadi paduan suara seperti anggota kelas lainnya.
Pembicaraan antar dua sahabat ini sepertinya seringkali terjadi di toilet, bahkan sejak umur sembilan tahun. Toilet sekolah mereka cukup besar dan cukup nyaman untuk mereka berlama-lama bicara saat jam pelajaran yang mereka rasa cukup membosankan. Diawali dengan Dahlia keluar kelas lalu Rani mengikutinya dalam jangka waktu tiga helaan nafas.
Saat itu sedang populer band New Kid on The Block. Rani sangat menyukai Joey, salah satu personil band NKOTB. Setiap hari, itu saja yang selalu menjadi bahan obrolannya. Bagaimana ia jatuh hati terhadap penyanyi laki-laki yang katanya berwajah imut dan selalu disanggah oleh Dahlia.
“Li, aku denger mereka mau konser di Jakarta. Kamu tau ngga?” kata Rani dengan mata berbinar-binar saat mereka berjalan kembali ke kelas setelah sepuluh menit berada di toilet tanpa melakukan apapun.