Hujan rintik berubah menjadi lebat saat Raka dan Dahlia memutuskan untuk kembali ke bawah. Mereka berdua tampak tidak terganggu dengan kondisi cuaca saat itu yang sebentar-sebentar gerimis lalu hujan cukup lebat. Mereka berjalan menurun dengan ritme sangat pelan. Beberapa kali berhenti untuk melihat lapisan dataran tinggi yang terlihat indah di antara ranting-ranting pohon yang daunnya sudah berguguran, mengintip dengan serius dari sudut dimana mereka berdiri. Entah daratan mana yang paling tinggi, Dahlia sudah tidak terlalu peduli.
“ Kenapa pohon itu terlihat indah ketika tidak lagi memiliki daun?” tanya Dahlia ketika mereka beristirahan di samping ngarai yang dikelilingi pohon-pohon tidak berdaun.
“ Menurutku lebih indah kalau berdaun lebat.”
“ Pohon berdaun lebat sudah biasa.”
“ Tidak harus menjadi berbeda untuk mendapat predikat indah.”
“ Iya si, aku setuju. Aku memang sangat menyukai pohon kering.” Dahlia menghentikan niatnya untuk membuat Raka setuju bahwa pohon tidak berdaun lebih indah.
“ Karena pohon kering sama sepertimu?” tanya Raka pelan takut menyinggung perasaan Dahlia.
“Aku?” Dahlia balik bertanya.
“ Seberapa sering kamu mengorbankan dirimu untuk orang lain?” tanya Raka sambil melangkahkan kakinya lagi memulai perjalanannya kembali.
Dahlia seperti tertampar mendengar pertanyaan dari laki-laki yang baru lima jam dikenalnya. Selama ini ia tidak mendapatkan jawaban kenapa ia sangat begitu menyukai pohon kering. Akhirnya ia paham kenapa setiap kali ia melihat deretan pohon tanpa daun hatinya merasa lebih tenang, seperti memiliki teman yang memahamimu tanpa banyak bicara.
“ Kok bisa muncul pertanyaan itu?” tanya Dahlia penasaran.
“ Nebak aja.” jawab Raka singkat.
“ Canggih kamu.” Dahlia tertawa mendengar jawaban Raka.
Beberapa turis asing tampak dengan lincah turun mendahului mereka. Beberapa tersenyum menyapa dan beberapa lagi berjalan seolah tidak peduli dengan apa yang mereka lalui. Dahlia mengambil beberapa foto bunga liar yang ia temui dari telepon genggamnya. Terlalu serius seperti tidak peduli apakah teman seperjalanannya meninggalkannya. Raka yang sudah berjalan cukup jauh meninggalkan Dahlia akhirnya menyadari bahwa ia berjalan sendiri kemudian menghentikan langkahnya.
Raka tidak memundurkan langkahnya untuk menghampiri Dahlia. Ia lebih memilih menunggunya dengan sabar sampai ia selesai dengan yang ia kerjakan. Dinyalakannya sebatang rokok yang sepertinya menjadi lembab karena udara dingin yang memaksa masuk, sambil memperhatikan Dahlia, perempuan dengan fisik seperti wanita kebanyakan, tidak ada yang berlebihan, tetapi bisa membuatnya berjalan pelan dan menunggu. Untuk alasan yang dia sendiri pun tidak tahu.
Dahlia seperti tidak sadar bahwa Raka menunggunya dan menjadi lebih bersemangat ketika ditemukan bunga liar dengan beberapa jenis yang berbeda. Lima belas menit berlalu dan Raka masih diam tak bergeming, ia tidak beranjak dari tempatnya berdiri sedari tadi. Entah karena ia tidak mau mengganggu Dahlia yang sepertinya sangat menikmati kegiatannya atau perempuan itu tidak cukup ia kenal untuk ia mau menurunkan egonya dengan berjalan mundur menghampirinya. Ia bisa saja meninggalkannya sendiri dan melanjutkan perjalanannya sendiri tapi entah kenapa lebih memilih untuk turun bersamanya.