Sudah Tiba Saatnya

Martha Melank
Chapter #8

Terima kasih, Pak Arif!

“Apa yang kamu cari sebenarnya Dahlia?” suara lembut dari laki-laki yang selama ini sangat sabar membimbingnya hingga ia berada di posisi saat ini.

Dahlia diam mendengar pertanyaan orang yang sangat ia hormati itu. Tanpa sadar Dahlia menundukkan kepalanya. Selama ini Dahlia selalu bersikap profesional, sehingga sulit baginya untuk menceritakan alasan kenapa dia mengundurkan diri saat diberi kepercayaan menangani proyek besar. Terlebih lagi karena alasannya sangat personal. 

Pak Arif, atasan Dahlia, membuka kaleng minuman bersoda yang dibawanya saat ia menghampiri Dahlia di taman. Sepertinya Pak Arif paham sifat anak buahnya yang bekerja bersamanya kurang lebih tujuh tahun dan hampir tidak pernah mengecewakannya itu. Dibukanya kaleng pertama dan diberikannya kepada Dahlia. Kaleng kedua langsung diseruputnya tanpa sisa. Seperti sifatnya yang selalu tuntas saat mengerjakan suatu proyek. Dahlia meminum satu tegukan pertama dan mulai mencoba menenangkan dirinya karena tidak mau larut dalam emosi. 

“ Saya mengambil pilihan tersulit Pak.” akhirnya Dahlia membuka suaranya. 

“ Pilihan-pilihan itu siapa yang membuat?” tanya Pak Arif dengan suara lembut namun tegas.

Dahlia kembali terdiam. Laki-laki berusia lima puluh lima tahun ini tentu sudah banyak makan asam garam. Sehingga tidak puas hanya dengan jawaban-jawaban diplomatis. Dan sepertinya tidak akan berhenti sampai ia benar-benar paham dan merelakan Dahlia pergi. 

Dahlia cukup tersanjung dengan kebersahajaan laki-laki dihadapannya ini, yang mau menghampiri Dahlia yang levelnya jauh di bawahnya. Atasan yang memang dikenal sebagai seorang atasan yang bijak itu mau datang dan menanyakan langsung perihal pengunduran dirinya dengan pendekatan personal seperti ini. 

“Kalau kamu merasa waktumu habis kamu dedikasikan untuk kantor dan kamu tidak punya waktu untuk dirimu sendiri, kita bisa cari solusinya. Kamu bisa cuti dulu seminggu. Sambil saya cari orang untuk bantu pekerjaan kamu.”  Pak Arif berbaik hati menawarkan solusi untuknya.

“ Justru saya tidak tahu alasan logisnya Pak. Hanya dorongan hati yang tidak bisa saya abaikan.”  jawab Dahlia pelan.

" Tidak bijak kamu mengambil keputusan tanpa memikirkan keluarga, Dahlia. Saya pernah di posisimu." Pak Arif membalas pernyataan Dahlia, mencoba memberinya sudut pandang baru.

Lihat selengkapnya