Mengikuti kemana kaki melangkah atau kemana angin berhembus sepertinya bukan pilihan yang diambil oleh Dahlia. Dia percaya bahwa ia dilahirkan dengan kehendak bebas dan ia mencari apa yang membuatnya bahagia dalam hidup yang dipercayakan kepadanya. Setiap hari hidup memberinya kejutan yang entah akan membawanya kemana dan ia jalani dengan keputusan-keputusan yang ia buat. Ajakan Ibu Ria untuk ikut dalam proyek ini pun salah satu kejutan dalam hidupnya, dari sekian banyak hal yang terjadi tanpa pernah ia rencanakan.
“ Fokus ke citra yang mau dibangun dengan target pasar millennial. Konsep pop sepertinya kurang menarik. Ada ide lain? Kalau mau ubah konsep dan venue kita masih ada waktu sebelum kita kasih proposal ke client.” suara bas Abi terdengar memenuhi ruangan yang berukuran tidak terlalu besar.
“ Aku kok kepikiran bikin setting luar angkasa ya Mas.” suara Dahlia yang kecil dan hampir tidak terdengar cukup membuat Abi mencari sumber suara.
Melihat Abi celingukan mencari siapa yang barusan bicara, Ria, pemilik studio memperkenalkan Dahlia.
“ Ini Dahlia Mas, salah satu team aku.” kata Ria sambil memberi kode untuk Dahlia berdiri.
“ Hallo semua, Aku Dahlia.” Dahlia dengan singkat memperkenalkan diri.
“ Kamu punya konsep apa?” Abi tanpa basa-basi mempertanyakan ide Dahlia.
“ Target pasarnya kan millenial, konsep luar angkasa sepertinya pas Mas. Dengan make up futuristik dan settingan dark and light out.“ Dahlia menjelaskan ide yang ada di dalam kepalanya.
“ Memungkinkan ngga dilakukan di open space kayak di mall?” Abi terlihat berpikir keras dengan ide Dahlia yang menurutnya cukup menarik.
“ Teknisnya aku kurang paham si Mas. Tapi kalau dari pihak mall mau diajak kerjasama bakal seru aja.”
Abi kemudian mengangkat telepon genggamnya dan memanggil salah satu anak buahnya bergabung untuk menjawab pertanyaannya.
“ Bisa si Mas. Tapi setting lay out panggung harus fix besok, supaya aku bisa siapin budget dan properti.” jawab anak buahnya.
“ Yakin kamu? Sejam lagi client datang. Kamu bisa siapin presentasi untuk konsep ini?" agak ragu-ragu Abi bertanya.
“ Bisa tapi aku butuh bantuan.” jawabnya cepat.
Semua mata tertuju kepada Dahlia dan yang diperhatikan sedang sibuk memperhatikan kenapa warna lantai parquete yang diinjaknya tidak senada di tiap bagiannya dan membuat kepalanya pusing.
“ Dahlia.” panggilan Abi dengan suara cukup keras sehingga memecahkan konsentrasinya.
“ Ya Mas. Sorry. Gimana Mas?” Dahlia terbangun dari lamunan tidak pentingnya.
“ Bisa bantu siapkan presentasi untuk klien sekalian dengan konsep make up yang kamu mau.” katanya