Amanda keluar dari studio dengan perasaan marah yang hampir tidak bisa dikendalikan. Bagaimana mungkin model sekelas dia digantikan dengan seorang makeup artist yang belum berpengalaman. Dia harus menyiapkan skenario sebelum media menyebarkan berita yang nantinya akan merugikan karirnya sambil berharap tidak ada yang merekam kejadian saat ia melakukan penyerangan fisik terhadap Dahlia. Dikuasai oleh rasa takut karena telah melakukan suatu kesalahan, ia menghubungi semua orang yang dia pikir bisa membantunya menggiring opini karena ketakutan ada pihak yang mengambil keuntungan dari kasus ini.
“ Ji, aku dalam masalah. Tolong info yang lain. Kita ketemu sejam lagi di tempat biasa. “ Amanda menghubungi Aji, managernya yang sudah bertahun-tahun bersamanya.
Sementara itu di studio, Dahlia tampak sudah siap menjalani sesi foto. Sesekali dia membantu timnya mengoreksi hasil riasan supaya tampak maksimal seperti yang ada di kepalanya.
“ Kamu sudah siap? Habis ini giliran kamu.” suara Raka terdengar dari belakang tubuhnya.
Dahlia menoleh dan menghampiri Raka yang tampak serius dengan lembar kertas yang ada di tangannya.
“ Raka, aku boleh minta tolong? Kasus pertengkaran aku dan Amanda tolong disimpan rapat-rapat. Aku nggak mau kemunculanku jadi pertanyaan dan kemudian merugikan karir Amanda.”
“ Itu urusanku. Kamu fokus aja kerja.”
Beruntungnya Raka dibantu oleh photographer dengan jam terbang tinggi, sehingga bisa mengarahkan Dahlia dan mencari sudut wajah terbaik untuk ditampilkan. Sepertinya bukan masalah besar baginya walaupun Dahlia belum berpengalaman. Dan entah bagaimana Dahlia menunjukkan kemampuan di luar harapan Raka.
Beberapa saat setelah rehat, Raka kembali menghampiri Dahlia sambil membukakan botol minuman ber-ion tinggi.
“ Itu tadi belajar darimana bisa bagus gitu pose nya?” Raka memuji Dahlia.
“ Kang fotonya yang bagus. Aku cuma nurut aja sama arahan dia.” jawab Dahlia santai.
“ Kupikir kamu perempuan yang sulit diarahkan.” kata Raka mencoba menggoda Dahlia.
“ Memang. Mungkin tadi aku kesurupan.” balas Dahlia.
Dahlia meninggalkan Raka yang bingung melihat polah perempuan di hadapannya. Sepertinya bukan perempuan bodoh, tetapi entah kenapa ia selalu ingin memberi kesan bodoh terhadap siapapun yang mencoba mengenalnya. Setelah beberapa kali bertemu sepertinya Raka mulai melihat kulit luar yang coba Dahlia tampakkan dan isi yang coba ia sembunyikan entah untuk alasan apa.
Di jam yang sama dan tempat yang berbeda, Amanda dan beberapa dari timnya bertemu.
“ Kita buat aja rumor bahwa Dahlia dan Raka berpacaran saat kalian sedang dekat, dengan begitu kamu akan dapat simpati dari publik.” Aji mencoba menawarkan skenario untuk menyelamatkan talentnya.
“ Kamu atur aja lah Ji, aku tau beres. Aku mau kita bergerak sebelum mereka launching.” jawab Amanda.
“ Kamu yakin nggak ada yang rekam saat kalian bertengkar?” tanya Aji dengan wajah khawatir.
“ Yakin. Tapi jaga-jaga aja. Karena orang di belakang Dahlia yang aku khawatirkan. Aku mau ini selesai sampai tuntas ya. Aku ngga mau wajah perempuan menjijikkan itu wara-wiri di billboard.” ancam Amanda.
“ Santai lah Manda. Masalah kecil Fans kamu kan jutaan. Tinggal sebar rumor aja.”
Amanda menyalakan rokoknya, nafasnya masih belum beraturan. Masih lekat di ingatan bagaimana wanita itu mempermalukannya. Baginya, Dahlia hanyalah perempuan rendahan yang sama sekali tidak layak untuk menggantikan posisinya. Di dalam pikirannya, Amanda berjanji bahwa Raka tidak akan punya pilihan selain menjadikan dirinya model untuk produk barunya. Dia akan membuat Raka menyesal dengan keputusannya mempermalukan dirinya dihadapan banyak orang. Masih tidak habis pikir ia dibandingkan dengan seorang make up artist kemarin sore dengan follower tidak sampai 100 orang di media sosial. Entah apa yang membuat seorang Raka bisa kehilangan logikanya seperti itu.
Sesi foto selesai sekitar jam 11 malam. Semua orang sepertinya sudah kelelahan. Dahlia membereskan peralatannya sendirian di ruangan. Dahlia sudah terbiasa menjadi yang paling akhir pergi ketika berada di dalam sebuah tim. Wajahnya sudah bersih dari riasan. Tangannya sibuk menata kuas-kuas yang berserakan dan pikirannya melayang memikirkan apa yang terjadi hari ini sungguh di luar rencananya. Dahlia sangat mengagumi Amanda. Di matanya Amanda adalah perempuan yang sempurna. Beberapa kali melihat postingannya di media sosial, tampak bahwa Amanda adalah seorang perempuan cerdas yang sopan dan menyenangkan. Dari pertemuan sebelumnya yang tidak mengenakkan pun, Dahlia masih saja mengagumi Amanda. Sampai hari ini, dengan mata kepalanya sendiri dia melihat bagaimana perempuan itu bersikap sangat kasar kepada dirinya. Entah apa yang menguasai pikirannya. Terlihat raut kecewa di wajah Dahlia ketika apa yang dilihatnya berbeda dengan apa yang ada di imajinasinya, Dahlia memutuskan untuk tidak meminta pertanggungjawaban siapapun. Persepsinya terhadap apa yang ia lihat di media sosial adalah tanggung jawabnya sendiri.
“ Kenapa bengong?”. Suara Raka terdengar menggema di ruang kosong yang cukup luas itu.
“ Ngga papa. Kamu sudah berapa lama kenal dengan Amanda?” tanya Dahlia sambil mengunci koper kecil berisi peralatan make up nya.”
“ Beberapa bulan. Kenapa?”, Raka tidak berkeinginan untuk menjelaskan dengan lebih rinci.