Kita akan selalu berada di lingkaran yang sama sampai kita memutuskan untuk mengadakan perubahan. Kalimat itu satu-satunya alasan yang bisa membuat Dahlia akhirnya memutuskan untuk menjalani latihan fisik yang Raka tawarkan. Sudah sejak lama Dahlia ingin sekali merubah kondisi fisiknya tetapi tidak punya cukup motivasi untuk melakukan itu. Dia sudah merasa nyaman dengan dirinya. Terkadang penerimaan diri bisa menjadi sebuah bumerang ketika kita menjadikan itu sebagai suatu pembenaran. Carilah kebenaran dan bukan pembenaran, Dahlia pernah melihat kata-kata tersebut di sebuah artikel yang tidak sengaja ia baca di surat kabar yang dipakai menjadi bungkus gorengan yang ia makan ketika hujan di halte bis.
Dahlia tidak mau terlalu berlebihan menyikapi segala sesuatu. Ia merasa tidak ada yang berlebihan dengan porsi makan yang ia santap. Secukupnya, menurut standarnya sehingga ia merasa kondisi fisiknya baik-baik saja. Jalan hidup membuatnya harus menjalani apapun yang hidup tawarkan karena ia sudah memutuskan untuk menandatangani kontraknya dengan perusahaan Raka.
Dahlia tampak berlarian menuju pusat kebugaran yang sudah dijadwalkan oleh Anto. Pagi ini Ibunya sempat keheranan melihat Dahlia hanya menyantap dua butir telur dan satu buah pisang saat Ibunya menawarkan untuk sarapan nasi uduk kesukaannya.
“ Kamu sehat kan Mba?” tanya Ibunya dengan ekspresi bingung.
“ Tenang Bu, hanya dua bulan, setelah itu aku bebas.” jawabnya sambil mengikatkan tali sepatu.
“ Kamu tu kerja apa si sebenarnya? Pulang tengah malam geret-geret koper.” Ibunya mulai protes melihat kebiasaan baru Dahlia.
“ Doakan aja Bu. Dahlia jalan dulu ya.” Dahlia mencium telapak tangan Ibunya sebelum pergi keluar rumah. Kebiasaan yang tidak bisa ia tinggalkan walau sudah setua ini.
Sesampainya di tempat kebugaran, dilihatnya Raka sedang berlari di atas treadmill dan melambaikan tangan begitu melihat Dahlia. Setelah diukur massa otot dan sebagainya, Dahlia didampingi oleh seorang pelatih pribadi untuk di uji kelenturan dan kekuatannya. Dari raut wajah laki-laki dihadapannya terlihat jelas bahwa bukan perkara mudah untuk memenuhi ekspektasi perusahaan.
“ Ayo semangat. Kamu mau kurus kan?” kata-kata motivasi keluar dari mulut pelatihnya saat Dahlia diminta untuk membakar kalori.
“ Ngga. Kejebak aja Mas.” suara Dahlia sengaja diperbesar dengan harapan Raka mendengar.
“ Jangan kasih kendor Mas. Hajar.” Raka ikut menimpali pembicaraan kedua orang di sebelahnya sambil tertawa.
“ Aku tinggal ya. Dua puluh menit lagi aku kembali.” katanya setelah mengatur kecepatan dan target kalori yang akan dibakar.
Dahlia mulai berkeringat dan mengambil sesuatu dari kantongnya. Sebatang coklat kesukaannya dibukanya dan mulutnya bergerak tidak berhenti mengunyah sambil kakinya tidak berhenti berlari mengikuti kecepatan treadmill. Raka yang semula tidak memperhatikan kemudian sadar dan menghentikan larinya lalu menghampiri Dahlia dan berdiri di hadapannya.
“ Mau?” Dahlia menyodorkan coklat yang hampir setengah bagian sudah ia tamatkan.
Raka menatap tajam ke arah Dahlia. Yang diperhatikan tampak tidak peduli dan meneruskan kegiatan berlarinya. Belum juga dua puluh menit, Raka memencet tombol berhenti. Dahlia yang sedang berlari dalam kecepatan tinggi terkaget-kaget karena dipaksa berhenti tiba-tiba.
“ Apa-apaan si kamu.” Dahlia tampak kaget dengan tindakan Raka yang ia nilai membahayakannya.
“ Ikut aku.” kata Raka dengan suara keras.
Raka menarik tangan Dahlia dan mengajaknya ke pojok ruangan, dekat dengan loker ganti.
“ Kamu apaan si?” Dahlia melepaskan tangannya dari genggaman Raka.
“ Kamu paham kamu kesini untuk apa?” Raka tampak emosi dengan tingkah Dahlia barusan.
“ Kalo aku nggak paham ngapain aku pagi-pagi sudah sampai sini. Mending tidur di rumah.” jawab Dahlia membela diri.
“ Mana coklat kamu?” Raka menengadahkan telapak tangannya.
“ Ya ampun. Mau?.” Dahlia mengeluarkan coklat dari kantong kanan jaketnya dan memberikannya kepada Raka.
Diambilnya coklat dari tangan Dahlia dan dibuangnya ke tong sampah yang ada tepat di samping Dahlia.
“ Yah. Masih tiga bar lagi itu Raka.” Dahlia cemberut melihat coklat kesukaannya dibuang.
“ Aku ga bercanda ya Dahlia. PR kamu banyak. Deadline kamu cuma tiga bulan untuk bisa nurunin berat badan.” Raka mencoba tegas kepada perempuan yang sepertinya sulit sekali diajak serius.
“ Kamu kok tega aku disiksa kaya gini.” Dahlia mengeluarkan air mata yang sudah ditahannya dari semenjak pagi tadi saat ia memakan telur rebus.