Raka tiba tiga puluh menit sebelum waktu yang disepakati dan melihat beberapa pilihan film yang mungkin bisa mereka tonton. Dahlia berlari kecil menuju ke arah Raka yang sudah melihatnya dari jauh. Nafasnya tersengal-sengal saat ia sampai di hadapan Raka.
“ Maaf, aku telat. Tadi briefing untuk besok aku latihan jalan.” Dahlia bicara agak terbata karena kesulitan mengatur nafas.
“ Ngga Kok. Masih kurang sepuluh menit lagi. Mau nonton apa?” Raka mencoba menenangkan.
Raka terdiam membiarkan Dahlia mengatur nafas dan membiarkan Dahlia untuk tidak segera menjawab pertanyaannya. Pakaiannya sederhana khas Dahlia, tidak pernah terlihat lebih dari tiga warna menempel pada tubuhnya. Tidak tampak berlebihan pun kekurangan. Tidak ada yang menyangka dibalik penampilannya yang sederhana dan ceria, ia memiliki banyak cerita yang mungkin pahit.
“ Apapun selain horor.” akhirnya Dahlia menjawab pertanyaan Raka.
“ Aku justru suka horor.” Raka tertawa mendengar jawaban Dahlia.
“ Kamu mau kita nonton atau aku temani kamu nonton?” Dahlia sudah mulai bisa bernafas dengan teratur walau masih tersengal-sengal.
“ Kita nonton dong.” jawab Raka cepat.
“ Aku ngga suka horor” Dahlia mengulang kata-katanya.
“ Ok. Aku pilih film lainnya” Raka seperti tidak mau membuang waktunya untuk berdebat dengan wanita keras kepala di depannya itu.
“ Ok. Aku yang pilih tempat duduknya.” Dahlia berjalan ke arah samping Raka dan memilih tempat duduk untuk mereka.
Raka memilih film A star is born dan Dahlia memilih tempat duduk di tengah walau harus menunggu waktu tayang berikutnya.
“ Aku ngga keberatan lo kalau duduk di pinggir.” Raka memberitahu Dahlia bahwa mereka bisa langsung nonton saat ini tanpa menunggu jam tayang berikutnya.
“ Aku keberatan.” katanya singkat.
“ Ya udah, kita makan dulu aja kalo gitu. Kamu mau makan apa?” Raka benar-benar mengalah kali ini. Ia ingin menebus kesalahannya telah membuat Dahlia marah kemarin,
“ Kamu lagi pengen makan apa?” tanya Dahlia menyetujui rencana Raka.
“ Sushi." jawabnya.
“ Yuk, kita makan sushi kalo gitu.” ajak Dahlia yang berjalan mendahului Raka.
Raka memesan beberapa menu. Dahlia menyerahkan pilihan sepenuhnya kepada Raka karena ia memang bukan penggemar Sushi. Ia hanya menyampaikan bahwa ia tidak suka makan makanan mentah.
“ Li, kamu ngga marah?” tanya Raka dengan suara pelan, lebih berhati-hati dengan kata-katanya.
“ Marah? Masalah semalam?” Dahlia menjawab dengan pertanyaan.
Raka mengangguk dan terdiam menunggu jawaban Dahlia yang masih asik membalas chat di telpon genggamnya. Setelah selesai dengan urusannya, ia meletakkan telepon ke dalam tas dan mulai fokus bicara dengan Raka.
“ Semalam kata-kata kamu memang menyakitkan tapi sepertinya yang semalam itu bukan Raka.”
“ Kalau bukan Raka lalu siapa?”
“ Seorang bos yang sedang dilanda kecemasan. Boleh aku tanya apa yang kamu khawatirkan?”
“ Kamu.”
“ Aku? Yakin?”
Raka mengangguk. Mencoba untuk jujur bahwa ia khawatir bahwa Dahlia tidak sanggup ia bebankan dengan tanggung jawab sebesar ini.
“ Aku atau kamu yang takut gagal?”