Kata-kata itu bebas, tidak menyakiti ataupun memberi harapan. Kita lah yang menghidupinya. Begitulah kalimat yang selalu Dahlia ingat ketika kerap kali ia mendapat cemoohan dari orang-orang yang membencinya karena terlalu ingin menjadi seperti dirinya. Dahlia mengamati dunia maya, yang tidak ia tinggali itu lewat layar telepon genggamnya. Pemberitaan mengenai dirinya makin menjadi-jadi. Amanda terlihat sekali berusaha untuk meyakinkan semua orang bahwa ia adalah orang yang tepat untuk merepresentasikan citra perusahaan Raka.
Dahlia tersenyum melihat luka di setiap kata-kata yang coba Amanda sebarkan melalui media sosial. Tanpa perlawanan, itulah yang Dahlia coba usahakan. Dahlia paham bahwa luka hanya bisa disembuhkan oleh cinta tetapi sepertinya Raka tidak memahami dirinya dengan baik sehingga ia sering kali membalas tindakan Amanda, dan Dahlia tidak melarangnya, karena ia tidak pernah punya keinginan untuk mengendalikan siapapun di dalam hidupnya kecuali dirinya sendiri. Terkadang dalam hidup kita memang harus punya keahlian untuk menentukan kapan waktunya bicara dan kapan waktunya diam.
Amanda saat ini sedang terluka oleh tindakannya sendiri. Dahlia lebih memilih membiarkan Amanda mempermalukan dirinya sendiri ketimbang membalas setiap perbuatan tidak pantas yang ia lakukan. Dilihatnya Raka sudah kembali bekerja setelah beberapa hari terbaring lemah ditempat tidur. Dahlia mengkhawatirkan kesehatannya tetapi sepertinya impian Raka sekarang sudah lebih besar dari rasa kuatirnya.
“ Sedang memikirkan apa?” tanya Dahlia. Tubuhnya bersandar pada sisi pintu ruangan Raka yang cukup besar itu.
Raka menoleh ke arah suara yang sudah tidak asing lagi di telinganya. Wajah Raka masih sedikit pucat. Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam, dan Raka masih belum beranjak dari ruang kerjanya.
“ Belum pulang?” tanya Raka sambil matanya kembali fokus pada pekerjaannya.
Dahlia masuk ke ruangan Raka membawa beberapa lembar kertas A tiga dan memberikannya kepada Raka. Seharian ini ia mencoba melakukan beberapa eksperimen dengan riasan yang sesuai dengan tema produk yang akan di launching. Raka mengambil kacamata yang ia letakkan di sebelah kanan pergelangan tangannya dan memeriksa hasil pekerjaannya. Dahlia memberi nomor di setiap kertas yang ia tunjukkan.
“ Satu, tiga, lima, sembilan.” jawab Raka cepat, meletakkan kertas di atas meja dan kembali mengetik beberapa konsep.
“ Tujuh ngga?” tanya Dahlia sedikit memaksa.
“ Warna-warna bumi agak nggak pas dengan konsep.” Raka berargumen, merasa tidak setuju dengan pilihan Dahlia.
“ Bumi kan bagian dari universe.” jelasnya lebih lanjut, terlihat sifat tidak mudah menyerahnya ketika berhadapan dengan sesuatu yang dianggapnya penting.
“ Konsepnya kan futuristik Dahlia.” Raka paham bahwa wanita disampingnya ini tidak akan berhenti sampai ia mengatakan iya.
“ Makanya aku buat merahnya agak terang, bukannya jingga.” Dahlia tetap bersikeras. Entah kenapa ia menyukai sketsa ini. Dahlia sangat menyukai hal-hal yang ekstrim. Ia suka melihat lampu jalan yang kontras dengan gelapnya malam, atau paduan warna merah di gaun yang berwarna gelap, baginya hal itu menyiratkan harapan. Bahwa segelap apapun hidupmu akan ada cahaya yang menemani langkahmu. Karena itu ia bersikeras untuk memasukkan konsep ini ke dalam koleksi Raka.
Raka menurunkan kacamatanya. Baru beberapa bulan mengenal perempuan ini, ia tahu bahwa Dahlia tidak bisa menerima kata tidak ketika ia yakin dengan pilihannya. Raka tidak mau menghabiskan waktu berdebat dengan Dahlia. Diambilnya kertas yang bertuliskan nomor tujuh di pinggir kanan, lalu diperhatikannya baik-baik. Sepertinya argumen Dahlia masuk akal, Raka hanya tidak mau menurunkan egonya untuk menerima masukannya karena ia ingin membuat Dahlia kesal. Entahlah, membuat Dahlia marah sepertinya menjadi hobi barunya.
Raka menggeleng kemudian meletakkan kembali kertas besar itu di atas mejanya dengan mata sedikit melirik karena ingin melihat reaksi Dahlia ketika ide nya ditolak. Bagaimana perempuan ini menangani egonya membuat Raka penasaran. Dahlia berjalan mendekati Raka, mengambil semua kertas dari atas meja Raka lalu menjejerkannya di meja besar di tengah ruangan. Setelah dilihatnya cukup rapi, Dahlia berjalan ke arah Raka lalu menarik tangannya mendekat ke meja yang sudah dipenuhi dengan kertas. Lalu kembali lagi, mengambil kacamata Raka yang ia geletakkan di atas meja. Mengambil tisu lalu membersihkannya hingga beberapa kali. Sepertinya Dahlia menghibur dirinya sendiri dengan menganggap bahwa kacamata Raka tidak cukup bersih untuk bisa melihat dengan benar. Dihampirinya Raka dan mencoba memasangkan kacamata di wajah Raka. Dahlia lupa bahwa ia tidak cukup tinggi untuk bisa menjangkau telinga Raka dengan mudah. Raka menahan tawa melihat tingkah Dahlia yang berdiri menumpu pada ujung jari kakinya. Raka menurunkan tubuhnya menjadi setara dengan Dahlia sehingga ia bisa memasangkan kacamata di telinganya dengan mudah.
“ Sekarang coba perhatikan baik-baik.” kata Dahlia tegas.
Raka menyilangkan ke dua tangannya di belakang bahunya dan berjalan ke kanan lalu kembali ke arah Dahlia beberapa kali.
“ Gimana? Ok kan?” Dahlia berharap Raka mau merubah pendapatnya.
“ Gimana ya? Ada yang nggak pas aja. Coba kamu lihat baik-baik. Perlu ditambah apa ya supaya ada benang merahnya.” jawab Raka.
Dahlia berjalan menghampiri Raka kemudian melihat sendiri lembaran kertas yang ia perjuangkan. Sepertinya tidak perlu ada yang ditambah atau dikurangi. Dahlia seperti ingin masuk ke dalam kepala Raka dan mempelajari cara berpikirnya. Karena kehabisan cara meyakinkan Raka, Dahlia menarik kursi di samping meja besar, mendaratkan tubuhnya dan menutup wajahnya dengan kedua tangannya lalu menggeleng-gelengkan kepala.
Raka kemudian berjalan ke arah meja kerjanya, mengambil pensil lalu kembali dan membuat beberapa goresan di kertas kerjanya. Dahlia mengintip dari balik jemarinya mencoba mencari tau apa yang Raka kerjakan dalam diam. Raka melepaskan kedua tangan Dahlia dari wajahnya kemudian menarik tangannya ke hadapan kertas kerja yang sejak tadi mereka perdebatkan. Rupanya Raka menggambar aksesoris di atas kepala modelnya dan seketika merubah tampilannya menjadi lebih senada dengan konsep yang mereka usung.
“ Waahh, jadi tambah kerenn.” mata Dahlia membesar melihat hasil kerja Raka.