Sudah Tiba Saatnya

Martha Melank
Chapter #29

Kadang-kadang

Apa sulitnya menyukai apa yang kita lihat di dalam cermin, sebuah pertanyaan yang terjawab pada waktunya. Sewaktu remaja banyak hal yang ingin Dahlia ubah dari wajahnya. Ia meluruskan rambut keriting dan bergelombangnya yang hanya ia bisa nikmati maksimal tiga bulan karena setelah itu akan tumbuh rambut asli yang berbeda dengan rambutnya yang sudah diluruskan sehingga ia tetap harus mencatok akar rambutnya setiap hari supaya rambutnya menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan, memakai krim pemutih wajah yang membuat warna kulit wajah dan kulit tangannya berjarak, sampai akhirnya ia mendapati bahwa yang ia lakukan itu sungguh melelahkan.

Pernah suatu waktu ia menghabiskan waktu hampir lima belas menit hanya untuk melihat dirinya dalam cermin dan kemudian menyimpulkan bahwa yang ia harus lakukan adalah merawat bukan merubah. Dan untuk bisa merawat, kita harus suka dulu, begitu katanya dalam hati. Dahlia bertanya kenapa ia tidak suka dengan apa yang ia lihat dalam cermin. Matanya lengkap sempurna dengan bulu mata yang panjang walau tidak lentik, hidungnya bisa bernafas dengan baik, mulutnya terletak pada tempatnya tidak miring ke kanan ataupun ke kiri, kupingnya bisa berfungsi dengan baik. Lalu apa yang membuatnya marah setiap kali ia bercermin? Cukup lama ia terdiam sampai akhirnya ia memahami bahwa selama ini ia membandingkan keadaan dirinya dengan kecantikan perempuan lain karena itu lah ia selalu merasa kurang dan sejak saat itu ia tidak lagi ingin merubah apapun di dalam dirinya. Dan setelah sekian lama ia berhasil menerima dirinya sendiri, keadaan memaksanya untuk berubah.

Dahlia memperhatikan kaca besar di hadapannya. Berat tubuhnya masih sama seperti beberapa minggu yang lalu, hanya beberapa lingkar di tubuhnya mengecil. Ia masih tidak paham kenapa mau berusaha sekeras ini untuk menghidupi mimpi orang yang baru saja dikenalnya. Pertanyaan ini sering kali berputar-putar di kepalanya menuntut jawaban. Mungkin karena ia bahagia melihat binar di mata Raka ketika ia membicarakan tentang mimpi besarnya. Entah karena ia merasa dirinya gagal mencari tau mimpinya sendiri atau karena ia bahagia melihat laki-laki yang saat ini ada hidupnya itu bahagia. Dahlia tidak mau cepat-cepat mengambil keputusan apakah ia akan merespon pertanyaan yang ada di kepalanya itu dengan logika atau hatinya. 

Masih ada waktu beberapa Minggu lagi untuk bisa mencapai target lingkar pinggang yang mereka butuhkan. Dahlia mengangkat beban dan melakukan beberapa kali repetisi. Kali ini ia sudah tidak didampingi oleh pelatih pribadi. Beberapa kali Dahlia tidak bisa menahan diri untuk makan makanan yang berkalori tinggi tetapi ia bayar lunas keesokan harinya. Dahlia tidak bisa diikat oleh aturan tapi ia cukup bertanggung jawab dengan apa yang sudah ia putuskan untuk ia jalankan. 

“ Ngga usah terlalu maksa Dahlia.” suara perempuan yang pernah didengarnya dan ingin sekali ia hindari. 

Dahlia tidak mau berpura-pura baik dengan membalas sapaan Amanda. Ia hanya tersenyum kemudian melanjutkan latihannya. Amanda menghampirinya kemudian ikut berlatih tepat di samping Dahlia. 

“ Kamu sedang dalam perjalanan menghancurkan karir Raka. Itu kan yang kamu inginkan?" Amanda tidak berhenti walau tidak mendapat respon dari Dahlia.

Dahlia masih tidak menggubris kata-kata Amanda dan fokus pada latihannya. Amanda pun melakukan hal yang sama, menyelesaikan beberapa gerakan di depan Dahlia, sengaja untuk membuat Dahlia melihat bagaimana sempurnanya tubuhnya dibandingkan dengan tubuhnya.

Dahlia menyelesaikan tiga puluh menit latihan bebannya dan bergerak ke arah resepsionis untuk mengambil dua botol air mineral dan kembali ke tempatnya semula. Satu botol Dahlia buka dan satu botol lagi diberikannya kepada Amanda. Mereka berdiri berhadap-hadapan. Dahlia hampir menghabiskan 200ml air mineral dalam satu kali nafas kemudian tersenyum. Amanda membalas senyuman Dahlia dengan senyuman, sambil tangannya membuka botol air mineral lalu menyiramnya ke wajah Dahlia. Dengan tenang Dahlia membasuh wajahnya yang basah dengan handuk yang melingkar di pundaknya lalu pergi meninggalkan Amanda yang memasang wajah geram karena tidak berhasil membuat Dahlia marah. 

Beberapa petugas di tempat kebugaran melihat hal itu dan Dahlia menyentuh pundak salah satu dari mereka lalu berkata, “ Maaf ya, lantainya jadi basah.” 

Tidak lama Dahlia mendengar teriakan Amanda yang tidak berhasil mengendalikan amarahnya. Dahlia tersenyum lalu pergi membersihkan tubuhnya dan berganti pakaian. Di kejauhan, Riko mantan kekasih Dahlia, melihat kejadian itu dan menghampiri Amanda, sepupu dari istrinya. 

“ Kamu baik-baik saja kan Man?”

Nafas Amanda masih tersengal menahan amarah yang sudah melewati batas toleransinya. Entah kenapa ia merasa lemah di hadapan perempuan ini. Sesuatu yang tidak pernah ia alami sebelumnya dan ia tidak tahu bagaimana mengatasi emosinya sendiri. Riko memegang bahu Amanda berusaha menenangkan dan mengajaknya pergi dari tempat itu karena beberapa petugas kebugaran menghentikan kegiatan mereka hanya untuk melihat apa yang terjadi antara Dahlia dan Amanda. Melihat kedatangan Riko, Amanda seperti mendapat bala bantuan karena ia kelelahan dengan dirinya sendiri. Ia menerima ajakan Riko yang memapahnya pergi menjauhi ruang latihan beban ke tempat yang lebih sunyi. 

“ Kenapa kamu?” tanya Riko yang kebingungan melihat aksi Amanda. Selama ini Riko melihat Amanda sebagai sosok perempuan yang sangat pandai menguasai diri. Semua di diri Amanda terlihat sempurna, dan Riko salah satu laki-laki yang mengagumi kesempurnaan Amanda. 

“ Ngga ngerti Ko. Aku ga bisa kontrol.” 

“ Aku telpon Aji ya suruh dia jemput kamu.”

“ Boleh. Dia lagi ada di bawah nungguin aku.”

Setelah memastikan Amanda sudah dalam keadaan tenang, Riko berjalan keluar mencari Aji dan hanya butuh waktu tidak sampai lima menit ia kembali bersama dengan manajer Amanda itu. Aji dengan sigap mengambil barang-barang Amanda, memakaikan jaket untuk menutupi pakaian Amanda yang terlihat minim karena terlalu kikuk untuk menyuruhnya berganti pakaian sementara setiap mata tidak berhenti memandangi mereka bahkan setelah mereka beranjak pergi. 

Riko memutuskan untuk menyudahi latihannya hari itu dan berniat untuk menemui Dahlia setelah ia selesai bertukar pakaian. Dilihatnya mantan kekasihnya itu keluar dari ruang ganti dengan wajah tanpa make up, hanya pemulas bibir tipis khas Dahlia. Rambutnya dipotong sebatas telinga dan diberi poni beberapa senti di atas alisnya yang membuatnya terlihat lebih muda. Riko masih merasa malu atas tindakannya meninggalkan Dahlia tanpa kabar dan menikahi perempuan lain tetapi ia masih mengkhawatirkan keadaan perempuan yang pernah menemani hari-harinya itu setelah mendapat perlakuan tidak wajar dari Amanda. 

“ Hai Li.” sapa Riko saat Dahlia menyerahkan handuk ke resepsionis. 

Dahlia celingukan mencari sumber suara yang memanggil namanya. Suara yang sudah lama tidak didengarnya. Dan tersenyum lebar setelah mendapati Riko sedang tersenyum ke arahnya.

“ Haii Ko. Apa kabar? Kamu ngapain di sini?” Dahlia menyapa balik lalu berjalan ke arahnya.

“ Aku biasa latihan di sini. Kemarin-kemarin sempat off karena sibuk kerja. Tambah fit aja kamu Li.” Riko berbasa-basi.

“ Terpaksa Ko.” Dahlia menjawab pujian Riko dengan jujur karena Riko tau benar bagaimana Dahlia tidak menyukai olah raga. Riko tertawa mendengar jawaban Dahlia.

“ Udah sarapan?” tanya Riko

“ Belum nih. Mau sarapan bareng?” Dahlia balik bertanya. 

“ Yuk.” Riko mengiyakan ajakan Dahlia. 

“ Ijin istrimu dulu boleh?” Dahlia mengajukan persyaratan yang dengan segera disetujui Riko.

Riko terlalu paham Dahlia sehingga tidak butuh waktu lama untuk menuruti kemauannya walaupun ia tahu bahwa istrinya tidak akan keberatan ia bertemu dengan Dahlia. Tidak lama ia menunjukkan layar telepon dan menarik Dahlia untuk video call dengan istrinya. 

“ Haii, apa kabar? Masih ingat aku?” sapa Dahlia kepada wajah yang ada di layar telpon genggam Riko.  

“ Baikk. Kalian satu tempat gym ya?” suara lembut istri Riko terdengar di telinga Dahlia.

Dahlia mengangguk dan tersenyum lebar dibalas dengan respon yang sama oleh istri Riko. Tanpa berlama-lama Dahlia segera mengarahkan layar telpon ke arah Riko. Dahlia selalu kesulitan bicara dengan orang yang tidak dikenalnya dan Riko memahami ketidaknyamanan Dahlia.

“ Kami sarapan dulu ya.” Riko mengakhiri pembicaraan dengan istrinya dan melambaikan tangan diikuti dengan lambaian tangan Dahlia.

Mereka berjalan pergi menjauhi pusat kebugaran, ke arah restoran diet yang dekat dengan tempat mereka. Riko memesan jus buah naga dan mencoba memesankan jus kesukaan Dahlia. 

Lihat selengkapnya