Sudah Tiba Saatnya

Martha Melank
Chapter #37

Sakit

Ada yang bilang sabar itu tidak berbatas, mungkin begitu juga dengan amarah. Amanda memperhatikan bagaimana Raka mengubah permainannya. Saat ini Dahlia menjadi sosok perempuan yang disukai karena dirinya apa adanya. Entah kemana hilangnya sosok laki-laki yang mencintai kesempurnaan dan sulit menerima kesalahan yang dulu ia kenal. Amanda tidak menyangka bahwa laki-laki yang menurutnya memiliki karakter lemah itu bisa mengatasi semua rintangan yang ia berikan, sepertinya ia harus memikirkan cara baru untuk mencapai tujuannya. Ancamannya untuk memanfaatkan kondisi adik Dahlia ternyata tidak berhasil membuat Dahlia mundur. Tingkah perempuan itu semakin membuatnya muak. Amanda sudah menghabiskan waktu dan energinya untuk menggagalkan proyek Raka tetapi kedua orang itu sepertinya bukan lawan yang bisa dengan mudah ia singkirkan. 

Amanda melihat dirinya di cermin, wajahnya sempurna tanpa operasi dengan bentuk tubuh proporsional. Siapapun pasti bisa melihat bahwa Dahlia sama sekali tidak pantas dibandingkan dengannya. Amanda menghabiskan hari demi hari membandingkan dirinya dengan perempuan yang sangat dibencinya itu sementara Dahlia terlihat baik-baik saja dengan hidupnya walau ia sudah berusaha keras membuat seluruh dunia membencinya. Usaha untuk membuat Dahlia merasa dirinya tidak pantas untuk posisi yang ditawarkan Raka tidak mampu membuat perempuan itu kehilangan kepercayaan dirinya. Dahlia ternyata memiliki sesuatu yang tidak ia miliki, kepercayaan diri dan penerimaan diri. 

Amanda mengambil kunci mobil dari atas meja riasnya. Sabtu malam ini Amanda ingin melepaskan stressnya sendirian tanpa Aji yang menemaninya. Amanda tidak pernah bisa sendiri, ia selalu membutuhkan banyak orang di sekelilingnya untuk bisa menjaga moodnya. Tapi sejak Dahlia hadir di dalam kehidupannya, Amanda lebih banyak menyendiri.

Lampu-lampu jalanan menemani perjalanannya. Ada kalanya ia berpikir sampai kapan amarah di dalam dirinya mampu mengendalikan kehidupannya. Ia seperti terikat dalam sebuah lingkaran yang menyeretnya lebih dalam. Ada keyakinan di dalam dirinya bahwa ia tidak akan pernah keluar dari permainan yang ia ciptakan sendiri. Permasalahannya dengan Dahlia membuat ia seperti berada di bawah lampu sorot dimana semua mata memandangnya. Akhirnya dunia menyadari keberadaannya, dan Amanda seperti memiliki energi yang sangat besar untuk membuat lampu sorot itu tetap terarah kepadanya. Wanita tanpa cacat dengan wajah sempurna dan hati tak bercela. Begitulah bagaimana ia ingin dirinya dikenal. Orang-orang yang dahulu menghina dan merendahkannya, akhirnya bisa melihat bahwa ia bukan lagi seorang perempuan biasa yang selalu mendapat malu karena keadaan keluarganya.

Tanpa disadari ia menjadikan situasi nya dengan Dahlia sebagai tempat ia membalaskan dendam atas masa lalunya, melampiaskan kemarahannya kepada Ibunya, kepada mantan kekasihnya yang memilih perempuan yang lebih kaya dibandingkan dirinya dan kepada teman-temannya yang dahulu menghinanya.

Amanda memesan minuman kesukaannya sambil melihat lampu-lampu kota dari lantai tiga puluh delapan. Melihat dari atas dapat mengembalikan kepercayaan dirinya bahwa ia lebih baik dari semua orang yang berada di bawah sana. Begitu banyak anak tangga yang ia lewati untuk sampai ke posisinya saat ini. Tidak akan pernah ia ijinkan seorang perempuan yang tidak pantas disandingkan dengannya mengambil posisinya saat ini.

Dipandanginya layar telepon genggamnya, dengan seksama dicarinya titik lemah Dahlia hanya untuk menenangkan kegelisahannya. Keriput di ujung matanya yang mulai terlihat, bentuk tubuhnya yang berisi, hidungnya yang besar, kulitnya yang sawo matang dan tidak secerah dirinya. Berpikir bahwa perempuan itu memiliki segudang kekurangan sesaat bisa membuatnya tenang bahwa ia masih jauh lebih baik darinya.

Amanda melayangkan pandangannya ke sekelilingnya untuk mengalihkan emosinya, tamu hari ini tidak terlalu banyak hingga ia bisa menikmati suasana malam sendiri dengan minuman favoritnya. Pandangannya berhenti saat melihat wanita yang sangat dibencinya itu sedang bersama dengan seorang laki-laki berwajah tampan di hadapannya yang menatapnya dengan penuh cinta. Yang terpikirkan saat itu hanyalah dimana Raka. Selama ini, ia berpikir bahwa Dahlia sudah merebut cinta Raka darinya. Ia beranggapan bahwa Dahlia adalah seorang ambisius yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya yaitu popularitas. Perempuan tanpa keahlian apapun selain tekad untuk menjadi kaya dan terkenal. Entah apa yang ia miliki sampai dengan mudah membuat laki-laki senang berada di dekatnya. Amanda bersaing dengan sesuatu yang ia tidak pahami dan tidak miliki dan itu membuatnya semakin penasaran. Sesekali terlihat Dahlia tersenyum dan tak jarang mereka saling menatap dengan tatapan penuh cinta. 

Dilihatnya Dahlia beranjak dari kursinya menuju toilet. Amanda yang tidak bisa menguasai dirinya seketika mengambil tas kecil seharga satu buah mobil ke dalam genggamannya dan berjalan ke arah Dahlia. Ia diuntungkan saat itu tidak ada orang lain selain mereka berdua. Amanda mengambil lipstik dari dalam tasnya kemudian memulas bibirnya saat pintu toilet dibuka dari arah dalam. 

Dahlia cukup terkejut melihat Amanda berada satu ruangan dengannya. Pertemuan yang sama sekali tidak direncanakan. Dahlia berusaha menenangkan dirinya tanpa terlihat panik di hadapan perempuan yang sudah membuat kehidupannya menjadi lebih berwarna. Dahlia mengeluarkan pemulas bibir yang harganya sepuluh kali lipat lebih murah dari pemulas bibir yang sedang dipakai oleh Amanda. 

Lihat selengkapnya