Dalam setiap perjalanan kita pasti bertemu dengan titik dimana kita lelah dan merasa harus berhenti. Mungkin seperti itulah yang Dahlia rasakan saat ini. Raka membawanya ke dalam situasi dimana ia seperti kehilangan siapa dirinya karena tanggung jawab pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Bastian memarkirkan motornya di bawah pohon rindang dekat dengan sebuah gedung yang terkoneksi dengan sekolah. Entah apa yang ingin dilakukan Dahlia di hari bebas mereka sebelum minggu depan sudah akan sibuk dengan pagelaran busana Raka.
“ Boleh tidak ada kamera?”
“ Kenapa?”
“ Mereka sudah terlalu jauh mereka masuk ke dalam kehidupanku.”
“ Resiko pekerjaan Dahlia.”
“ Aku tau, tapi untuk masalah ini aku keberatan.”
Bastian tidak mengiyakan tapi juga tidak menolak permintaan Dahlia sebelum dia memahami alasan kenapa Dahlia meminta dirinya untuk tidak mengambil dokumentasi kegiatannya hari itu. Dahlia sudah berjalan masuk ketika Bastian menemukan sebuah papan putih bertuliskan Sekolah Luar Biasa. Diikuti langkah Dahlia yang berjalan cukup cepat hingga akhirnya mereka bisa berjalan berdampingan.
Dahlia memasuki ruangan berukuran cukup luas dengan susunan meja dan kursi yang sudah dirapikan membentuk formasi U. Dahlia meletakkan tas yang dibawanya ke meja yang sudah disediakan. Ada sekitar sepuluh orang yang sepertinya sudah menunggu Dahlia datang. Beberapa diantaranya seperti sudah beberapa kali bertemu dengannya karena mereka berbicara dengan bahasa yang cukup akrab.
“ Bu, aku sudah bisa buat syal ini untuk anakku.” kata seorang Ibu berperawakan besar.
“ Wah, keren sekali. Baru satu bulan sudah bisa buat ini, bulan depan sudah bisa buka kelas dong ya.” kata Dahlia yang disambut dengan tawa seisi ruangan.
Masing-masing dari mereka menunjukkan hasil karya yang sangat diapresiasi oleh Dahlia. Terlihat Dahlia sangat menikmati waktunya bersama dengan mereka. Bastian memperhatikan dari sudut ruangan, mencoba memahami bagaimana wanita ini bisa tidak menggubris kata-kata hujatan yang dilontarkan kepadanya karena dia fokus pada orang-orang yang membutuhkan kehadirannya. Bahwa ia hanya butuh merasa dirinya bermanfaat dan tidak butuh seluruh dunia untuk mencintainya.
Dahlia membungkukkan tubuhnya ke arah wanita paruh baya dengan wajah yang terlihat lelah dengan kerasnya hidup, memegang satu buah jarum berukuran besar dengan pengait di kedua sisinya. Dari wajahnya , setelah hari ini sepertinya ia berharap bahwa dunianya akan lebih menyenangkan untuk ditinggali.
“ Ibu baru kali pertama ikut ini ya?”
Perempuan itu tidak menjawab, hanya menganggukkan kepalanya lalu menunduk. Dahlia mengusap bahu belakang perempuan tersebut, membetulkan posisi duduknya lalu menarik kursi sehingga hanya berjarak 10cm. Dipegangnya jarum dengan bentuk yang sama di tangan kanannya dan benang berwarna coklat di tangan kirinya.
“ Ibu tolong perhatikan saya ya.”
Seperti yang sebelumnya, ia hanya mengangguk. Matanya memperhatikan tangan Dahlia dan terlihat beberapa kali tangannya menggaruk-garuk kulit kepalanya yang sepertinya tidak gatal.
“ Saya tidak bisa. Terlalu sulit.” kata perempuan itu sambil menggelengkan kepalanya.