Sugar Baby Wanna be

Franciarie
Chapter #2

Sad Story

Papa keterlaluan!

Aku sudah menunggu selama satu jam, tapi Papa nggak bisa dihubungi sama sekali. Semua telepon dan chat-ku nggak ada yang direspons. Papa sudah kayak koruptor kelas kakap, lenyap tanpa jejak.

Nggak biasanya Papa begini. Kalau memang ada yang harus diselesaikan, biasanya Papa memberitahuku lebih dulu, bukan malah menghilang.

Jangan-jangan ini modusnya Papa buat memberikan kejutan untukku. Papa itu memang usil. Di ulang tahunku bulan lalu, Papa mengirimiku hadiah yang dibungkus dalam kotak yang besar banget. Ukurannya lebih besar daripada kardus kulkas, yang dibungkus dengan kertas merah muda dan dihiasi pita hitam. Saat kubuka kotak itu, Papa muncul dari dalamnya dengan tubuh basah karena keringat. Papa rela bersembunyi selama berjam-jam demi mengagetkanku.

"Papa ini kado terindah dari Tuhan buat Kakak." Itu yang terus Papa ucapkan untuk merayuku yang ngambek. 

Gimana nggak ngambek kalau aku nggak mendapatkan kado apa pun di hari ulang tahunku, selain pria tua usil itu?

Sekarang Papa pasti menggunakan modus yang sama. Papa pasti berencana membuat kejutan untuk merayakan keberhasilanku masuk Universitas Merva. Kali ini, aku nggak akan tertipu.

Aku memesan ojek online untuk pulang, nggak peduli nanti Papa marah. Biar saja rencananya gagal. Biar saja Papa kecewa. Pria yang bertanggung jawab nggak akan membiarkan seorang gadis menunggu tanpa kepastian.

Gimana kalau saat menunggu begini ada yang menculikku? Penculiknya ternyata penjahat kelamin. Penjahat kelamin itu ada di mana-mana. Ada banyak kasus pelecehan terjadi di kampus. Pelakunya orang yang sama sekali nggak disangka. Gimana kalau aku diperkosa, lalu dibunuh? Mereka membuang jasadku ke dalam hutan, sampai membusuk dan nggak pernah ada yang bisa menemukanku.

Aku bisa juga jadi korban penculikan para penjual organ manusia. Mereka membelah tubuhku demi mendapatkan organ dalamku yang masih sehat. Harga organ-organ manusia itu mahal. Di pasar gelap, paru-paru sehat seperti milikku bisa laku lebih dari empat milyar rupiah. Itu baru satu organ. Gimana kalau semua organku dijual? Harganya mungkin bisa melunasi semua utang negara ini.

Apa Papa sama sekali nggak memikirkan ini? Katanya, aku nggak boleh pergi sendirian karena takut ada yang jahat sama aku. Biasanya, aku nggak boleh keluyuran sama teman karena Papa takut aku dalam bahaya. Kenapa sekarang Papa malah membiarkan aku tanpa kejelasan begini? Tahu gitu aku kabur sama teman-teman baruku saja tadi.

Nggak lama ojek online pesananku tiba. "Ini, Mbak." Supir ojek yang kupesan memberikan helm padaku. Apesnya, helmnya beraroma makanan basi. Aku terpaksa menahan mual sampai rumah. 

Setelah aku duduk dengan sangat nggak nyaman, supir ojek berbadan gendut itu memacu motornya. Pantatku nyaris nggak mendapat tempat duduk. Aku berpegangan pada tepian motor sambil terus merapalkan doa, berharap nggak jatuh. Helm bau dan duduk di ujung jok motor menjadi tambahan kesialanku kali ini.

Lihat selengkapnya