Bertemu lagi
Pagi ini memang secerah biasanya walaupun tadi sempat adu mulut dengan Sonia. Wanita berusia lima puluh tahun yang masih bugar dan cantik sekaligus salah satu makhluk hawa yang sudah mengandung dan melahirkan Oris Arlion tujuh belas tahun yang lalu.
Seperti biasanya, jika bukan karena Oris yang membantah permintaan sang mami untuk bertemu dengan anak kolega bisnis kecantikan yang tengah maju pesat milik wanita itu, mereka takkan bersitegang sepagi ini.
"Sudah Mam bilang, ini hanya sekali, Oris. Ayolah, kalian berdua masih sangat muda dan kalaupun tidak cocok, kalian bisa jadi teman saja.” Sonia mengejar putra bungsunya yang berjalan cepat menuju ruang makan.
Di sana Oris yang tanpa mau duduk manis segera mengambil segelas susu hangat di atas meja, menenggaknya hingga tandas kemudian mengambil setangkup roti panggang lalu berjalan keluar rumah melalui pintu samping.
Sonia mengembuskan nafas kesal, putra bungsunya itu memang sulit sekali diajak bekerja sama. Lebih-lebih juga karena Oris yang memang tak ingin terlalu dilibatkan dalam setiap urusan bisnis kedua orangtuanya.
Meskipun masih sangat muda dan tentu saja bersekolah, bukan berarti Oris tidak memiliki penghasilan. Sejak masih berada di elementary school bakatnya dalam berbisnis mulai dikembangkan. Selain karena memang menyukai dunia otomotif yang menjadi bisnis pertamanya, dia juga lihai dalam meraih setiap peluang yang ada.
Lihat saja saat ini, bengkel otomotif yang awalnya hanya melayani motor, kini mulai melayani mobil beserta semua aksesoris pendukungnya.
Bengkel yang diberi nama The Dark Roses, tak hanya menjadi tempatnya mendapatkan uang tetapi juga rumah kedua di kala penat melanda.
Melajukan Range Rover hitam yang sudah dimodifikasi, Oris menjalankan kendaraan pribadinya tersebut dengan santai, jam masuk sekolah masih lima belas menit lagi.
Sampai di tempat parkir, Oris tidak langsung keluar dari mobil, masih ada sisa waktu sepuluh menit sebelum jam pelajaran dimulai. Semalam dia pergi bersenang-senang dengan teman sekaligus karyawannya yang berjumlah lima belas orang. Mereka pergi ke klub dan menikmati aktifitas khusus orang dewasa hingga menjelang jam tiga pagi.
Menarik tuas kursi ke belakang, Oris memilih merebah sejenak, matanya masih terasa berat saat ini dan dalam waktu hitungan detik rasa kantuk mulai menyerang dan membuatnya tertidur.
Di lain tempat, Ophe yang sejak tadi duduk di bangku yang biasanya menjadi tempat lelaki yang seminggu lalu mendorong –apa bisa disebut seperti itu jika kenyataannya lelaki itu justru telah menyelamatkannya dari insiden terjatuh dari lantai tiga.
Ck. Meski ia tak ingin memikirkannya, tetapi Ophe merasa tidak bisa menghilangkan perasaan aneh setiap kali teringat sentuhan lelaki itu.