Kerja Sama
Suara dentuman musik yang menghentak dan denting gelas saling beradu, disusul gelak tawa tak berirama, menjadi latar kebisingan tempat ini. Detik merangkak pelan membawa serta suasana semakin ramai. Di lantai dansa, tampak beberapa gadis remaja berbalut pakaian minim berbaur dengan wanita dewasa bergoyang meliukkan tubuh mereka.
Tubuh molek berbalut pakaian yang hanya menutupi sebagian dada sampai pertengahan paha. Tak peduli banyak tangan jail para pria bergerilya di antara bahu, leher bahkan paha atau sesekali meliar menyusup ke area vital mereka.
Dari kejauhan, terlihat seorang lelaki muda tengah menikmati segelas Gin di tangan kanan. Menyesap minuman hasil fermentasi serelia beraroma buah runjung – dengan perlahan. Sangat menikmati minuman beralkohol tersebut.
Susana hatinya tidak buruk hari ini, hanya saja jika mengingat apa yang terjadi dua minggu belakangan ini, mau tak mau membuatnya merasa kesal juga. Gadis bernama Ophe yang rambutnya keriting seperti Merida Brave –selalu mengikutinya kemana pun pergi.
Mengingat betapa gigihnya usaha Ophe yang ingin menjadikannya kekasih membuat Oris merasa geli sekaligus ingin tahu sejauh mana Ophe bertindak agar dirinya mau menuruti keinginan konyol gadis itu.
“Hei, Oris.”
Oris mengalihkan perhatiannya dari gelas di tangan ke seorang pemuda yang baru saja menyapa.
“Daren, duduklah.” Oris meminta bartender memberi segelas yang sama dengannya.
“Lama tidak bertemu, bengkel masih jalan?” tanya pemuda berkulit putih tersebut.
“Masih. Mampirlah ke Dark Roses, sekedar berkunjung atau pun melepas penat.”
“Gadis di sini sepertinya mengalami banyak perubahan, sexi dan panas.” Oris menelengkan kepala lalu terkekeh.
“Seperti yang kau lihat, mereka memang diciptakan untuk membuat kaum kita bahagia,” timpal seorang pemuda yang baru saja bergabung, Juan.
“Apa kau tidak mau turun? Sekedar berdansa atau sejenisnya?” tanya Juan yang paling tahu kalau Oris belum bergerak itu artinya pemuda tersebut masih belum menemukan mangsa yang tepat.
Seringai Oris tercetak tipis di balik tepi gelas, ia menyesap minuman tersebut perlahan. “Jadilah kekasihku.” Suara serta mimik muka Ophe yang membuatnya tersenyum tanpa menyadari kalau kedua teman minumnya saling lirik.
Oris memang dikenal sebagai pemuda yang jarang sekali tersenyum mengingat sifatnya yang cenderung pendiam maka senyuman itu terasa langka bagi mereka, apa lagi pemuda berwajah tampan itu memang tidak pernah terlihat membawa seorang perempuan lagi sejak satu tahun yang lalu.