Sugar Rush

Dwi Kurnia 🐻‍❄️
Chapter #7

Bab 7 : Vulnus Sclopetorum

________________

○○○

Padahal, ada banyak opsi ketika rasa lelah dan hampir menyerah telah menyapa.

Namun nyatanya, jiwa lebih memilih berpura-pura ketimbang mencari kebahagiaan yang nyata.

________________


....

TRIBUN sudah dipenuhi dengan para siswa-siswi yang tengah melihat pertandingan basket antar dua sekolah yang sedang berlangsung. Erina dan Levina duduk diantara penonton di tribun. Para suporter dari masing-masing sekolah tak hentinya memberi semangat kepada para pemain dilapangan. Pun dengan tim cheerleader dari masing-masing sekolah yang juga ikut memeriahkan pertandingan tersebut.

Scoreboard menunjukan informasi nama sekolah dan waktu pertandingan--

TURNAMEN BASKET

Quarter 4, SMA HARDHYA GARINI dengan Skor 39, SMA PURINUSA Skor 40 dengan timer yang tersisa adalah dua menit.

Tim basket Liam tengah berkumpul dipinggir lapangan untuk mendapatkan arahan dari pelatih basket sekolah. Begitupun dengan SMA Purinusa. Dua komentator pria, Rio dan Teguh terus memberikan komentar mereka selama pertandingan.

"Kita akan lihat seperti apakah strategi dari masing-masing tim dimenit-menit terakhir!" seru Rio.

"Yap! Dimenit-menit terakhir ini adalah hal yang sangat menegangkan. Dimana kita akan melihat bersama-sama siapakah pemenang akhir dari turnamen basket tahun ini. Setelah tahun kemarin SMA Hargin yang menjadi juara, akankah kali ini SMA Hargin dapat kembali mendapatkan kemenangan. Ataukah justru SMA Purinusa lah yang akan menyandang status sebagai pemenang turnamen di tahun ini," seru Teguh.

Terlihat para pemain sudah memasuki lapangan.

"Baik. Kita lihat para pemain sudah mulai kembali ke posisi mereka. Para pelatih dari masing-masing sekolah juga terlihat begitu tegang mengingat hanya ada satu selisih poin diantara mereka dimana SMA Purinusa lah yang lebih unggul. Akankah SMA Hargin bisa membalikan keadaan dengan waktu yang tersisa adalah dua menit," ucap Rio.

Pertandingan kembali dilanjutkan. Para pemain dari SMA Purinusa kembali berusaha untuk mendapatkan skor dengan membawa bola ke ring lawan. Namun, Esa berhasil merebut dan membawa bola.

"Para pemain dari SMA Hargin sepertinya berusaha sangat keras didetik-detik terakhir permainan ini. Mahesa, pemain dengan nomor punggung 58 berhasil merebut bola. Kita akan melihat apakah SMA Hargin akan berhasil mencetak skor dan mengejar ketertinggalan," ucap Teguh.

Mahesa atau akrab dipanggil Esa membawa bola itu menuju ring lawan. Saat berhadapan dengan lawan, Esa kemudian melemparkan bola itu kepada teman satu timnya, namun bola berhasil ditangkis tim lawan dan dibawa menuju ring SMA Hargin. Perebutan bola terlihat begitu gencar dilakukan. Baik SMA Hargin maupun SMA Purinusa, mereka sama-sama kuat dan begitu terbakar semangat untuk bisa mencetak skor sebagai penentu akhir.

"Nampak sekali bagaimana mereka berusaha sangat keras didetik-detik terakhir ini. Dimana yang kita tahu dua sekolah ini memang lawan yang sama-sama sulit. Untuk masalah skill seperti yang sering kita bicarakan, mereka semua ini bibit-bibit unggul!" seru Teguh.

Tim SMA Purinusa mencoba melakukan jump shoot, namun bola gagal masuk.

"Benar sekali. Tadi kita lihat tim SMA Purinusa telah mencoba untuk menambah skor namun gagal. Dan bola kini kembali dibawa oleh Tim SMA Hargin!" ucap Rio.

Teriakan suporter lebih keras daripada sebelumnya saat melihat Liam yang membawa bola.

"Waktu tinggal sepuluh detik!!" seru Rio.

"Liam dengan nomor punggung 07 mencoba membawa bola!" seru Teguh.

Liam masih membawa bola dan tim lawan yang terus berusaha merebutnya. Kesempatan Liam untuk membawa bola lebih dekat ke ring lawan sangat sulit. Sementara scoreboard menunjukkan waktu hanya tersisa empat detik. Liam yang berada diluar garis tiga angka masih berusaha melindungi bola. Liam menatap ring lawan, dan kemudian ia melakukan shooting diluar garis tiga angka.

"LIAM MELAKUKAN SHOOTING!" Teriak Rio.

Bagaikan slow motion, detik waktu di scoreboard terus berkurang. Para suporter, komentator, maupun para pemain dan para pelatih melihat kearah bola yang dilemparkan Liam melayang diudara. Tepat 0.003 milidetik sebelum waktu benar-benar berlalu, bola sudah masuk kedalam ring dan menunjukan skor SMA Hardhya Garini bertambah 3 poin dan bel berbunyi menandakan pertandingan telah berakhir.

"GOAL!!! "

Sorak-sorai penonton memenuhi lapangan indoor. SMA Hardhya Garini memenangkan pertandingan dengan skor 42-40.

"Sungguh luar biasa sekali! Liam melakukan buzzer beater dan berhasil mencetak 3 skor!!" seru Teguh.

Pertandingan benar-benar telah usai. Kini masing-masing pemain dari dua sekolah itu terlihat bersalaman. SMA Purinusa keluar dari lapangan dan tim SMA Hargin beserta pelatih masih merayakan kemenangan mereka. Sorak-sorai suporter dari SMA Hargin masih begitu nyaring terdengar diruangan indoor itu.

"Dengan ini kami nyatakan bahwa Tim SMA Hardhya Garini adalah pemenang kompetisi basket tahun ini. Selamat untuk SMA Hardhya Garini!"ucap Teguh.

"Salam olahraga dan sampai berjumpa lagi dipertandingan-pertandingan selanjutnya," ucap Rio.

Para pemain dan pendukung SMA Hardhya Garini bersorak atas kemenangan SMA mereka. Pun dengan Erina dan Levina. Terlihat Liam melihat kearah Erina dan Levina. Liam tersenyum dan melambai yang dibalas lambaian dan senyuman pula. Alasan lain mengapa Liam begitu populer adalah karena dirinya kapten di bidang olahraga tersebut. Tak jarang pula Liam mendapat pengakuan cinta dari banyak gadis disekolahnya, namun belum ada satu pun yang Liam terima. Setelah putus dari mantan kekasihnya yang harus pindah sekolah ke luar negeri, Liam tak pernah lagi terlihat dekat dengan gadis manapun. Kecuali Erina dan Levina yang memang telah berteman begitu lama.


....

Sebuah gedung yang terletak dipinggir jalan itu tidak terlalu besar dan hanya terdiri dari dua lantai. Les matematika baru saja usai. Erina menutup buku dan memasukannya kedalam tas. Seragam sekolah masih melekat ditubuhnya. Langit yang terlihat dari dalam jendela berkaca bening itu sudah gelap. Erina bergegas pulang dengan naik bus seperti biasa. Kedua telinga ia sumpal dengan headset sembari menikmati alunan musik dari salah satu stasiun radio. Pukul setengah sembilan, Erina baru sampai rumah. Ia bergegas mandi dan membuang kantong sampah yang ada didapur sebelum memutuskan untuk tidur.

Kantong sampah yang Erina bawa keluar ia masukan kedalam tong sampah cukup besar didekat pintu pagar rumah. Hingga suara motor yang sangat Erina kenal terdengar ditelinga. Segera Erina melongok lewat pagar tembok dimana kedua kakinya bertumpu pada kursi yang memang biasa ia pakai untuk melihat keluar pagar mengingat pagar rumahnya yang cukup tinggi. Tebakannya benar. Motor sekaligus pengendara itu semakin dekat.

"Esa!!"

Esa adalah tetangga Erina. Rumahnya hanya berjarak empat rumah dari rumah Esa. Esa yang kala itu tak mengenakan helm memberhentikan laju kendaraannya. Ia menatap keatas. Malam itu, Esa hanya mengenakan kaos hitam berlapis jaket hitam dan celana jeans. Kakinya beralaskan sandal flatbed berbahan kulit.

"Mau kemana?" tanya Erina.

"Ke warung. Kenapa? Jangan bilang lo mau ikut," tebak Esa.

"Hehe. Ikut, ya! Nanti buar gue yang bayarin, deh!"

"Nggak ada. Lo mending dirumah. Belajar. Nanti kalau nyokap bokap lo tau gue bawa lo kabur, bisa mati gue ditangan mereka," ucap Esa.

"Tenang aja. Ibu sama Ayah lagi nggak dirumah," kata Erina.

Terkadang, Esa merasa kasihan dengan Erina. Erina selalu dirumah. Seorang diri dirumah yang begitu besar itu.

"Nggak boleh, Rin!" ucap Esa.

"Boleh. Kata siapa enggak boleh," kata Erina.

"Rin! Tapi-"

"Nggak ada tapi! Memangnya lo mau kalau gue marah sama lo?"

"Dih! Lebay amat lo gini aja marah. Bocil lo?"

"Ya kenapa? Kan gue ini yang marah. Bodo amat lo mau bilang gue lebay, kek! Apa, kek! Yang penting gue ikut!" kata Erina.

"Yakin ikut? Ini udah mau jam sembilan, loh, Rin! Lo juga habis ada jadwal les tadi, 'kan, tadi! Kalaupun nggak belajar tidur aja, deh, udah! Nggak usah segala ikut nongkrong malam-malam," kata Esa tak mau menyerah.

"Ikut, Mahesa! Titik nggak ada koma! Tapi tunggu sebentar dulu! Gue mau ambil jaket," ucap Erina.

Belum juga Esa berucap lagi, Erina sudah berlalu kedalam rumah. Erina yang telah melapisi baju tidur dengan jaket sudah keluar rumah dan segera menutup pintu pagar. Kemudian langsung duduk dikursi penumpang.

"Ayo!"

Mau tak mau Esa melajukan kendaraannya menuju tempat tujuan.

Lihat selengkapnya