________________
○○○
Jangan dasarkan semua hal hanya pada refleksi, tapi diciptakan untuk sejujurnya menunjukan jati diri.
________________
....
LANGKAH kaki Erina menapaki lantai koridor yang tak ada seorang pun kecuali dirinya. Samar-samar rungunya mendengar suara kegaduhan. Dengan segera, Erina mencari sumber suara. Ia berjalan kebelakang ruang laboratorium dekat perpustakaan. Sebelum sampai, ia mendengar suara pemukulan dan makian. Erina menyembunyikan diri dibalik tembok dengan kepala yang perlahan menyembul dengan hati-hati. Ia melihat Pram bersama dua teman lelakinya tengah memukul seorang siswa laki-laki yang sepertinya merupakan adik kelas.
"Kenapa, sih, harus ada elo! Harus berapa kali gue tekanin kalau gue muak sama lo!" teriak Pram dengan marah.
Erina kembali bersembunyi.
Pram kemudian duduk dikursi usang yang ada disana. Ia menatap adik kelas itu dengan sengit.
"Habisin!" perintah Pram kepada kedua temannya.
Ekspresi Erik dan Onad terlihat senang karena akhirnya mereka mendapat giliran untuk melakukan peregangan ditangan dan kaki mereka. Mereka baru saja akan melayangkan pukulan mereka kalau saja Erina tak datang dan menghentikan mereka.
"BERHENTI!" teriak Erina dengan berani.
Pram yang melihat kedatangan Erina tampak tersenyum asimetris. Ia bangkit dari duduknya dan melangkah maju guna mengikis jarak diantara mereka.
"Wah wah wah! Berani juga lo! Gue belum kelar urusan sama ini anak. Jadi, mending lo sekarang pergi! Dan nggak usah ikut campur," ucap Pram.
"Lo pikir gue enggak punya hati sampai harus ninggalin anak itu dan ngerelain dia buat digebukin sama kalian?!" ucap Erina.
"Mending lo pergi sekarang juga! Mumpung gue masih ngomong baik-baik!" ucap Pram.
"Enggak sebelum lo lepasin dia! Lo Waketos, Pram! Perbuatan lo benar-benar enggak mencerminkan kalau lo itu orang yang patut menyandang status itu. Lo seharusnya bisa naungin dan ngerangkul mereka, bukan malah berbuat seenaknya dan mukulin anak orang sampai babak belur hanya karena status lo!" teriak Erina.
Pram tertawa pelan.
"Apa, nih? Apa hanya karena lo ikut klub sosial dengan anggota yang cuma segelintir itu sampai-sampai lo belain dia? Lo mau sok-sokan jadi pahlawan disini?" tanya Pram.
"Klub sosial memang cuma punya sedikit anggota, tapi kita nggak miskin moral! Siapapun punya hak untuk melawan kalau dirinya sadar dia melihat sesuatu yang enggak seharusnya terjadi itu malah dibiarkan!" ucap Erina.
"Dengar, ya, Rin! Gue kaya gini bukan tanpa alasan! Gue tegasin sekali lagi ke lo! Dia pantas dapat pelajaran biar dia ngerti! Lo nggak tahu apapun. Dan yang perlu lo tau, dia berhak nurutin apa mau gue!" ucap Pram dengan penekanan pada setiap kata yang terucap.
"Nurutin apa mau lo? Dia adik kelas yang punya hak sama dengan anak-anak lain. Bukan malah merangkap jadi pesuruh hanya karena mengikuti keegoisan lo! Dasar Pengecut!" cetus Erina.
"Apa lo bilang?" tanya Pram yang nampak kian geram.
"Selain pengecut, lo juga tuli, ya? Hanya karena gue cewek, jangan pikir gue takut sama lo!" ucap Erina.
"Brengsek!"
Pram hendak melayangkan tamparan jika saja tidak ada suara yang menginterupsi dan menghentikan layangan tangannya diudara.
"Wah! Pram! Lo kurang kerjaan banget, ya? Sampai mau mukul cewek juga!" seru Arjuna dari kejauhan.
Kedatangan dua lelaki itu membuat Pram tersenyum kecut. Esa dan Arjuna.
"Ternyata lo tipe orang yang sentimen banget, ya! Seharusnya lo lebih paham sama apa yang lo emban. Dan juga, bukan karena lo pengurus OSIS ataupun senior, lo bisa ngelakuin hal seenaknya. Mau masuk golongan orang yang ngandelin status biar bisa ngelakuin hal seenaknya, ya?" kata Arjuna.
"Bukan urusan lo," ucap Pram tak peduli.
"Orang kayak lo memang perlu dikasih paham. Lo harus pikirin juga gimana perasaan orang yang lo bully. Lo enggak pernah dengar ada siswa yang meninggal gara-gara kekerasan yang dia terima? Lo juga enggak mikirin, 'kan, kalau mereka nantinya bakalan takut buat datang ke sekolah karena trauma," ucap Esa
Pram tersenyum asimetris mendengar perkataan Esa.
"Apa karena lo juga anggota OSIS makanya lo mencoba menjaga image anak-anak OSIS? Kenapa jadi banyak yang pengen jadi pahlawan gini. Masuk aja lo ke Marvel atau DC. Siapa tahu bisa muncul di komik sama film," ejek Pram.
Erik dan Onad tertawa mendengar ejekan tersebut.
"Terserah lo mau bilang apa. Batu kayak lo memang nggak akan pernah bisa paham. Lo minta orang lain buat ngerti lo tapi lo sendiri aja masih bego masalah mental. Gue berhak menjaga nama baik OSIS tanpa perlu alasan apapun. Dan elo yang notabennya seorang Waketos, harusnya punya tanggungjawab yang lebih besar daripada itu!" ucap Esa.
"Gue bisa laporin ini ke Pak Sandi kalau lo belum kapok. Gue sebenarnya juga capek terus-terusan kasih nama lo ke BP atas semua kelakuan buruk lo. Kalau perlu, orang tua lo juga dipanggil supaya mereka tahu gimana kelakuan buruk lo disekolah. Nggak cuma itu, kebiasaan lo yang suka datang ke klub malam juga kayaknya perlu dilaporin," ucap Erina.
"Terserah kalian, deh! Cewek itu memang rempong, ya! Enggak bisa diajak main dikit. Terlalu serius," ucap Pram mengejek.
"Secara enggak langsung lo juga ngatain kita cewek?" tanya Esa.
"Loh... gue enggak ngomong gitu, loh..."
Esa mendekat dan menepuk pundak Pram.
"Perkataan lo itu adalah bentuk dari ketidakpuasan lo karena enggak ada yang setuju sama perbuatan lo. Lo adalah tipe orang yang enggak akan pernah puas. Apa gue salah?" ucap Esa.
Pram hanya terdiam karena marah. Esa tersenyum asimetris.
"Gue punya bukti video lo disini," ucap Esa sembari menggoyang-goyangkan ponselnya ditangan, membuat Pram semakin mengepalkan kedua tangannya.
"Kalau video ini sampai ke tangan MPK. Jabatan lo bisa dicabut," ucap Esa.
"Laporin aja! Gue enggak peduli!" seru Pram.
Erik dan Onad memandang mereka sinis sebelum akhirnya mengikuti langkah Pram untuk meninggalkan tempat itu. Sementara Erina berhambur menolong si adik kelas.
"Kamu enggak papa?" tanya Erina.
"Enggak papa, Kak! Makasih, ya, udah nolongin Reno," ucap Reno.
"Sama-sama. Kita ke UKS, yuk! Kamu harus obatin luka kamu," ajak Erina.
"Iya, Kak! Oh iya! Mengenai video tadi, jangan kasih tau ke siapa-siapa, ya, Kak! Reno enggak mau cari masalah lain. Kalau bisa, Kakak langsung hapus aja videonya," kata Reno.
"Tapi hal ini perlu dilakukan supaya nanti enggak terjadi lagi," ucap Erina.
"Jangan, Kak! Saya benar-benar mohon sama kalian," ucap Reno.
Erina memandang Esa dan Arjuna.
"Ya udah. Kita enggak bakal laporin, kok!" ucap Esa.
"Makasih, Kak!"
....
Liam yang kala itu hendak menuju kelas tak sengaja melihat Erina yang tengah membantu sosok yang sama sekali tak dikenalnya masuk kedalam ruang UKS. Liam segera menyusul Erina dan masuk kedalam ruang kesehatan.
"Rin!"
Erina yang tadinya tengah membersihkan luka Reno mengalihkan pandangan ke sumber suara.
"Liam? Lo ngapain ke UKS? Lo sakit?" tanya Erina.
"Gue kesini karena liat lo tadi. Dia kenapa?" tanya Liam.