Sugar Rush

Dwi Kurnia πŸ»β€β„οΈ
Chapter #10

Bab 10 : Rumah Singgah

________________

β—‹β—‹β—‹

Rumah adalah tempat kita merajut harapan, cinta, dan kasih.

Tempat yang harus rela kita tinggalkan untuk menemukan mimpi dan jati diri.

Namun, akan tetap menjadi tempat persinggahan terakhir sejauh apapun kita pergi.

________________



....

SELAGI menunggu Liam menukar tiket bioskop serta membeli dua minuman dan satu cup popcorn berukuran large, Erina hanya duduk menunggu. Awalnya Erina menawarkan diri untuk ikut, namun Liam menolak dan meminta Erina untuk duduk manis saja. Tak lama, Liam kembali bersamaan dengan pintu teater yang juga telah dibuka. Keduanya pun masuk kedalam ruang teater dan duduk dikursi sesuai dengan nomor yang tertera ditiket. Tepatnya diposisi tengah paling atas. Kata Liam, itu adalah posisi menonton paling bagus menurutnya ketimbang yang banyak direkomendasikan untuk duduk dibangku tengah. Janji untuk menonton bioskop sudah mereka ucapkan semenjak tiga hari yang lalu. Liam lah yang awalnya meminta Erina untuk menemaninya nonton film action yang baru rilis hari ini. Erina setuju-setuju saja. Toh, ia tidak akan dimarahi jika ia pergi dengan Liam. Hitung-hitung menyegarkan pikiran dengan menonton bioskop. Dan film pun mulai diputar.


....

Suara petikan gitar menggema diruangan bernuansa navy. Pencahayaan diruangan itu pun bukan berasal dari lampu utama, melainkan berasal dari salah satu lampu kamar yang khusus memiliki watt rendah. Dama sedang mencari kunci untuk lagu yang dibuat olehnya. Lalu menuliskannya disebuah buku. Sementara ditepi kasur, Ken sedang tidur meringkuk tanpa merasa terganggu sedikitpun. Aktifitasnya terhenti ketika rungunya mendengar suara deru mobil yang berhenti. Dama beranjak dan melongok lewat jendela kamarnya yang berada dilantai dua.

Kedua netra itu menemukan Erina yang baru saja diantar Liam. Dama tak mengerti apa gerangan yang sedang dibicarakan kedua anak manusia itu.

"Thanks, ya, Am! Gue senang karena lo ngajak gue nonton. Makasih juga udah mau antar jemput gue," ucap Erina.

"Sama-sama. Seharusnya gue yang bilang makasih karena lo udah mau nemenin gue nonton," ucap Liam.

"Lo nggak mau mampir dulu?" tanya Erina.

"Enggak. Gue mau langsung pulang aja. Oh, iya! Gue yang nanti bakalan kabarin Om Arya kalau lo udah pulang ke rumah dengan selamat. Dan juga, gue sebelumnya udah bilang ke Om Arya kalau malam ini lo nggak harus belajar. Jadi lo bisa langsung istirahat," ucap Liam.

"Wah?! Beneran? Makasih, ya, Am!" kata Erina.

"Sama-sama."

Malam ini Arya memang sedang berada diluar kota, jadi Liam menghubungi dan berkabar dengan Arya lewat ponsel. Sebenarnya, Ganura Resources itu memiliki gedung pusat di Jakarta. Dan Arya akan lebih banyak menghabiskan waktu disana dan juga kepentingan untuk ke luar negeri karena bisnis. Itu sebabnya Erina akan lebih banyak berada dirumah seorang diri. Istri Arya, Mala, juga turut andil dalam pekerjaannya di Ganura Recources. Terutama di bidang Real Estate. Sebenarnya, rumah Arya yang berada di Bandung itu sempat akan dijual dan memilih pindah ke Jakarta karena kesibukan yang tidak memungkinkan mereka untuk mondar-mandir Jakarta-Bandung setiap harinya, namun Erina menolak keras. Erina berkata bahwa rumah itu memiliki banyak kenangannya dengan sang nenek yang telah meninggal ketika ia berusia dua belas tahun. Mala pun membujuk Arya agar mau menuruti kemauan Erina. Arya mau saja menurutinya, tapi dengan beberapa syarat yang harus Erina penuhi. Memiliki nilai bagus dan tetap berada diperingkat satu sekolah, serta memenuhi setiap perintah yang Arya perintahkan. Termasuk mengikuti beberapa les tambahan dan juga les musik. Jika dengan memenuhi semua itu dapat membuat Erina bisa tetap mempertahankan rumah itu, Erina tentu akan melakukannya.

Β Liam pergi setelah Erina terlihat melambaikan tangan. Pandangan mata dari balik kaca jendela yang cukup gelap itu masih asyik memperhatikan sampai gadis itu masuk kedalam rumah dan lagi terlihat olehnya. Ditariknya gorden tebal berwarna navy, kemudian mengambil langkah kembali menuju tempat duduknya semula. Tangannya yang mulai memetik senar gitar dan hendak kembali menuliskan kunci lagu diatas kertas itu pun terhenti dengan pikiran yang berkelana entah kemana.


....

Kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung dikelas 11-1. Seorang guru wanita bernama Asti sedang menuliskan soal pelajaran fisika dipapan tulis sebanyak sepuluh soal yang kemudian disalin kedalam buku tulis oleh murid dikelasnya.

"Jangan lupa tugas harus dikumpulkan di mata pelajaran Saya selanjutnya!" ucap Bu Asti.

"Baik, Bu!"

Bel pulang telah berbunyi. Bu Asti kemudian menuju ke meja guru untuk membereskan buku dan alat tulisnya, kemudian menuju pintu keluar.

"Selamat Siang!"

"Siang, Bu...!"

Para murid segera memberesi perlengkapan mereka dan mulai beranjak untuk pulang.

"Ayo, Rin!" ajak Levina.

Erina tersenyum dan mengangguk. Sebelum pulang, Erina sempatkan untuk membeli beberapa snack untuk Ken. Ia sama sekali tak sabar ingin segera bertemu Ken. Dan seperti biasa, Erina pulang naik bus dan berjalan kaki menuju arah rumahnya. Sampai dijalan antara rumahnya dan Dama, Erina tak langsung masuk kedalam rumahnya, melainkan berdiri didepan gerbang rumah Dama yang masih tertutup rapat. Cukup lama ia menunggu hingga kedua iris matanya menemukan sosok pria yang ditunggu mengayuh sepeda dari kejauhan. Senyum cerah seketika terlukis diwajahnya.

"Hai!" sapa Erina.

Dama tersenyum dan membuka gerbang yang sama sekali tak digembok.

"Nunggu lama?" tanya Dama.

"Enggak juga," jawab Erina.

Erina dan Dama masuk kedalam rumah yang langsung disambut riang oleh Ken. Erina segera mengangkat dan mengelus Ken.

"Hai, Ken! Kakak kangen banget sama kamu! Abang Dama enggak nakalin kamu, 'kan? Kalau dia nakal, cakar atau gigit aja, ya!" ucap Erina.

Dama terkekeh pelan. Ia lantas menuju dapur dan membuka kulkas. Ia mengambil sekotak besar jus jeruk dan menuang ke dalam dua gelas kosong. Ia juga mengambil beberapa bungkus snack yang ada dirak dan membawanya kembali keruang tengah. Terlihat Erina masih asik bermain dengan Ken.

"Minum dulu, Rin!" ucap Dama.

Erina mengangguk. Ia meminum sedikit dan kembali bermain dengan Ken.

"Oh, iya! Gue ada beli snack juga buat Ken!" seru Erina.

Resleting tas dibuka dan dikeluarkannya bungkusan plastik berisi snack kucing. Erina segera membuka satu snack stick untuk diberikannya pada Ken. Erina tidak bisa untuk tidak tersenyum ketika melihat Ken yang begitu menikmati snack tersebut.

"Gue laper, nih! Katanya gue bisa minta ke elo buat masakin. Lo pasti juga belum makan, 'kan? Dikulkas, sih, cuma ada beberapa bahan makanan. Jadi... lo mau, 'kan, masak dan makan bareng gue?" tanya Dama.

Erina mengangguk mantap.

Lihat selengkapnya