________________
○○○
Sebenarnya hati sudah meronta berteriak tak terima, namun diri masih tetap pada ego yang sama.
________________
.....
LIAM, Dama, dan Esa duduk dikursi koridor. Para anak cewek yang melihat pahatan sempurna setelah seharian merasa lelah akibat aktifitas pelajaran itu pun seolah menemukan semangat mereka kembali. Sementara tiga pria yang menjadi sorotan itu benar-benar masa bodoh. Liam yang terlanjur mengunci rapat hati, Esa yang sudah memiliki tambatan hati, dan Dama yang sepertinya memang benar-benar tak peduli bagaimana para anak cewek memandangnya. Seseorang yang ditunggu akhirnya datang. Erina datang bersama Arjuna dan Levina.
"Memangnya lo mau ngapain ngumpulin kita semua? Mau ngajak makan bareng karena lo ulang tahun? Tapi, kayaknya ultah lo bukan hari ini, deh!" ucap Arjuna.
"Isi pikiran lo memang cuma cewek sama makan. Nggak heran kalau otak lo banyak udangnya," ucap Levina.
"Ya, siapa tau aja. Kalau iya gue belum beli kado masalahnya," ucap Arjuna.
"Bukan itu, kok!" ucap Erina.
Erina kemudian mengambil sesuatu dari dalam tasnya dan membagikan sebuah amplop merah ke teman-temannya. Mereka menatap sebuah amplop ditangan mereka. Mereka pun membuka amplop yang ternyata berisi tiket masuk sebuah kompetisi musik klasik bertajuk "The Internasional Young Music Competition with Sabana Enterprise 2021".
"Jadi, besok malam gue ada kompetisi musik. Kalian jangan lupa datang, ya!" ucap Erina.
"Kita pasti datang, Rin!" ucap Liam.
Yang lain mengangguk membuat Erina tersenyum senang.
....
Malam yang dinanti telah tiba. Para pengunjung yang mengenakan baju formal berupa setelan jas dan gaun itu pun terus berdatangan memasuki gedung pertunjukan. Liam, Esa, Dama, dan Levina terlihat tengah menunggu kedatangan seseorang diteras gedung. Levina mengecek layar HP dengan gusar.
"Itu anak, kok, nggak nongol-nongol, sih! Padahal acaranya sebentar lagi mulai," ucap Levina.
Tak lama, sebuah taksi datang dan berhenti didepan gedung. Arjuna turun dari taksi dan menghampiri teman-temannya dengan tergesa-gesa. Levina sudah bersedekap dada.
"Lama, ya, gue? Motor gue mogok dijalan," ucap Arjuna.
"Nggak masalah lo telat. Yang penting lo udah dateng. Kalau gitu ayo kita masuk!" ucap Liam.
Levina urung berbalik badan ketika ia melihat suatu hal yang menarik perhatiannya.
"Eh! Itu bukannya si Rainey?" tanya Levina.
Dama, Esa, Liam, dan Arjuna melihat kearah gadis yang baru saja turun dari taksi. Mereka pun tak percaya bahwa gadis yang sedang berjalan dengan kesusahan akibat high heels setinggi 5cm yang dipakainya itu memang benar Rainey.
"Wah.... Memang nggak salah mata gue!" ucap Levina.
Jarak diantara mereka mulai terkikis. Arjuna terdiam. Untuk sesaat, Arjuna terpana akan sosok itu. Tapi, Arjuna segera menepis pikiran gila yang merayapi otaknya. Ia tentu masih marah pada gadis berbalut dress light brown itu. Ia marah bukan karena sudah dibuat babak belur di sekujur tubuhnya sebab itu adalah pilihannya sendiri. Melainkan ia marah karena masih teringat akan penghinaan gadis itu terhadapnya.
Langkah Rainey terhenti ketika melihat teman sekolahnya ternyata juga berada disana. Termasuk orang yang ia benci. Arjuna.
"Waw! Ternyata lo datang kesini juga? Lo ada kerabat yang mau ikut kompetisi juga?" tanya Levina.
Rainey melirik Arjuna sebentar. Wajah pria itu sudah semakin membaik setelah beberapa waktu lalu mendapatkan tinjuan dan tendangan darinya.
"Teman SD gue dulu. Dia ngundang gue," ucap Rainey.
"Ternyata bisa juga, ya, lo jadi cewek. Gue pikir coveran lo bakalan jadi cowok pas datang ke acara kayak gini," celetuk Arjuna.
Rainey menendang tulang kering Arjuna dengan ujung high heelsnya. Membuat Arjuna mengaduh dan sontak memegangi kakinya.
"Aw aw aw! Sakit gila! Itu sepatu apa batu anjir!" ucap Arjuna.
Levina hanya terkekeh.
"Kayaknya lo memang belum kapok kena pukul Rainey, ya, Jun!" ucap Levina.
Arjuna hanya mendengus kesal.
"Lo tambah cantik kalau mau dandan kayak gini," ucap Liam.
Arjuna mendelik tak percaya mendengar komentar itu.
"What?! Mata lo kayaknya perlu dicuci pakai kembang tujuh rupa, deh, Am!" celetuk Arjuna.
"Bukan Liam, tapi lo yang harusnya cuci mata pakai kembang tujuh rupa! Mandi sekalian! Biar hilang, tuh, setan-setan yang nempel ditubuh lo. Gue sebagai cewek aja bahkan nggak percaya kalau Rainey bakal tampil secantik ini malam ini," ucap Levina.
"Gue dandan kayak gini untuk menghormati teman gue. Gue enggak mungkin bikin dia malu," ucap Rainey.
"Ya udah kalau gitu ayo kita masuk! Acara udah mau dimulai," ucap Liam.
Mereka kemudian melangkah bersama. Levina terkekeh melihat Rainey yang terlihat berjalan kesusahan. Levina kemudian menggenggam tangan Rainey untuk membantunya berjalan.
"Thanks," ucap Levina.
"Urwell," balas Levina.
Padahal beberapa hari yang lalu mereka sempat adu banting dan melakukan percakapan yang punya banyak alasan dibaliknya, tapi sekarang semua seolah tak pernah terjadi apa-apa diantara mereka. Sementara Arjuna yang masih tertinggal dibelakang nampak kesal. Kemudian ikut menyusul guna melakukan pengecekan tiket sebelum akhirnya benar-benar masuk ke dalam gedung teater. Mereka menelusuri deretan bangku untuk duduk diposisi tengah. Disana mereka bertemu kedua orang tua Erina yang sudah duduk didepan mereka.
"Selamat malam! Om! Tante!" Sapa Levina pada kedua orang tua Erina.
Diikuti oleh semua teman Levina. Termasuk Rainey yang juga ikut menyapa.
Bangku penonton mulai terisi sepenuhnya. Kompetisi pun secara resmi mulai berlangsung. Satu persatu peserta mulai menampilkan permainan musik mereka. Ada dua tipe alat musik yang diikutkan dalam kompetisi musik klasik kali ini. Yakni piano dan biola. Para pianis dan violinis berbakat bergantian menaiki panggung guna menunjukan bakat mereka didepan para juri dan para penonton. Keempat juri dimana terdiri dari satu pria bule, dan tiga pria berkebangsaan Indonesia dengan serius menilai penampilan dan teknik bermain musik para peserta.
Sabana Enterprise sebagai sebuah agensi yang namanya sudah cukup terkenal bagi para penikmat musik dan teater Indonesia diundang untuk memeriahkan acara. Mereka telah banyak menampilkan berbagai macam teater musikal, orkestra, ataupun permainan solo musik. Agensi tersebut telah banyak melatih dan menumbuhkan bibit unggul yang kemudian akan tampil diatas panggung sebagai keluarga Sabana Enterprise yang utuh. Sebuah teater musikal mereka tampilkan oleh anak perempuan dan laki-laki yang memiliki peran berbeda. Pakaian tradisional khas Indonesia mereka kenakan guna tetap mempertahankan kelestarian budaya Indonesia. Teater musik yang mereka bawakan pun berjalan lancar menghibur seluruh para penonton.
Tibalah giliran Erina. Erina yang berbalut dress gold polos berbahan sutra itu pun keluar dari backstage menuju tengah panggung dengan sebuah biola ditangannya. Ia melihat kedua orang tua dan teman-temannya diantara para penonton yang hadir. Satu pria yang duduk dibangku piano berperan sebagai pengiring musik. Sebuah karya musik klasik milik Beethoven - Nocturne in C sharp minor akan Erina tampilkan malam ini. Erina kemudian mulai memainkan permainan biolanya dengan begitu lihai seperti kebanyakan para peserta lain diiringi musik piano. Dan para juri menilai penampilan Erina dan menuliskannya dikertas. Setelah selesai, tepuk tangan meriah menggema diseluruh ruangan teater. Binar mata penuh kekaguman pun terpancar dari siapapun yang melihat penampilannya malam ini, termasuk dari teman-temannya dan juga Ibunya. Sementara Arya tak menunjukan ekspresi apapun selain tepuk tangan yang singkat.
Kompetisi resmi berakhir setelah semua peserta telah berhasil naik ke atas panggung dan menunjukan bakat. Erina segera menemui kedua orang tua dan teman-temannya disaat para peserta dan para penonton yang lain sibuk membubarkan diri.
"Erina! Ayah sama Ibu akan tunggu kamu di mobil," ucap Arya.
"Iya, Yah!" balas Erina.
"Kamu hebat malam ini, Sayang!" ucap Mala.
"Makasih, Bu!" ucap Erina.
Arya dan Mala kemudian pergi meninggalkan mereka.
"Setiap kali lo tampil, gue nggak pernah yang namanya nggak kagum sama lo. Penampilan lo benar-benar hebat, Rin! Gue do'ain semoga lo lulus ke babak selanjutnya," ucap Levina.
"Aamiin... Thanks, Lev! Makasih juga kalian semua udah datang malam ini," ucap Erina.
"Sama-sama. Toh, kita itu saling melengkapi bukan? Dan juga, penampilan lo selalu yang terbaik!" ucap Liam.
Erina mengulas senyum lebar, lalu menatap pada pria tinggi berbalut jas tanpa dasi. Kancing paling atas kemeja putih pria itu tak dikancingkan. Rambut yang biasa Erina lihat itu pun kini telah dirapikan dan beroleskan pomade bergaya comma. Walaupun masih mengenakan kacamata minus yang bertengger dibatang hidung, namun sama sekali tak mengurangi aura kegagahan yang terpancar dari si pria.
"Hai, Rin!" sapa pria itu, Dama.
"Hai!" balas Erina.
"Lo cantik malam ini," ucap Dama.