Sugar Rush

Dwi Kurnia 🐻‍❄️
Chapter #4

Bab 4 : Lantangkan Suara

________________

○○○

Kesenangan memang terkadang menghanyutkan

Hingga melupa pada roda kehidupan yang terus berputar

Mungkin ada saat kau akan bahagia

Kemudian hancur hingga tak bersisa

________________



....

SAKTI sebagai Ketua OSIS SMA Pelita Jaya, mengundang beberapa pengurus OSIS untuk berkumpul sepulang sekolah. Tepatnya disebuah kafe dekat jalan tak jauh dari sekolah mereka.

"Ini kenapa lo ngajak kita kumpul dadakan banget gini? Sepenting apa, sih, Sak? Mana diluar sekolah lagi lo minta kumpul!" kata Ratna.

"Iya. Karena terlalu mendadak, Anisa nggak bisa ikut. Soalnya dia udah ada janji," kata Gea.

"Willy sama Genta juga nggak bisa ikut katanya. Tadi dia pesan ke gue," kata Adam.

"Oke! Gue paham dan gue minta maaf karena memang hal ini terlintas begitu aja di kepala gue. Gue ngajak kalian kumpul karena gue mau ngebahas soal aksi demo," kata Sakti.

"Hah? Demo apaan?!" kata Regan, si Waketos.

"Gimana kalau kita bikin demo buat nuntut pihak sekolah kita supaya Pak Leo dipecat dari sekolah kita? Ngelihat Dama yang selama dua hari ini selalu cari masalah sama Pak Leo, membuat gue termotivasi untuk melakukan hal yang sama. Berani. Itu adalah kuncinya. Kalau kita berani, kita pasti bisa ngelawan Pak Leo. Hal yang dilakukan Dama gue tau bakal sia-sia karena cuma dia yang buka suara. Dama juga tahu akan hal itu. Tapi, dia tetap lakuin itu karena dia capek. Capek lihat anak-anak selalu aja kena hukuman bahkan cuma karena hal sepele. Kalau kita kaya gini terus, kapan sekolah kita bisa bebas? Gimana kita bisa ngejalanin hari tanpa mikirin hal kaya gitu bahkan ketika kita udah lulus nanti. Kalian nggak kasihan sama anak-anak baru yang nggak tahu apa-apa? Jujur gue juga sama capeknya cuma berdiam diri selama ini. Padahal status gue dan lo semua yang ada disini seharusnya punya peran penting untuk membuat sekolah kita lebih baik dan lebih sehat. Dan sekali lagi, satu dua suara nggak akan cukup. Kita harus lakuin ini bareng-bareng. Karena gue yakin dengan banyaknya suara yang kita lantangkan, nggak menutup kemungkinan kita akan berhasil. Atau seenggaknya, sistem Pak Leo yang sama sekali nggak manusiawi itu bisa terhapuskan," jelas Sakti.

Pengurus OSIS yang keseluruhan berjumlah sembilan orang itu saling pandang. Tujuh diantaranya adalah perwakilan dari setiap seksi bidang yang sebenarnya tidak lengkap karena ada beberapa yang terkendala untuk bisa datang.

"Gue ngelakuin ini karena rasa tanggung jawab gue sebagai Ketua OSIS. Dan kalian juga sebagai anggota OSIS apa enggak kasihan sama mereka yang jadi korban kekerasan Pak Leo? Kalau kalian setuju, gue udah bikin rencananya," kata Sakti.

"Guru-guru nggak ada yang tahu soal ini?" tanya Keanu.

"Enggak. Gue nggak mau hal ini sampai bocor. Apalagi kalau ada guru yang tau. Bisa-bisa rencana kita gagal," kata Sakti.

"Tapi, lo yakin, Sak?" tanya Vanya.

"Seratus persen," jawab Sakti.

Para anggota OSIS kembali saling pandang.

"Ok! Gue setuju! Gue juga udah muak banget sama manusia satu itu. Kalau bisa gue jeblosin, mah, udah gue jeblosin ke penjara dari dulu. Sayangnya gue nggak ada duit. Duit saku aja sisa goceng," kata Putra.

"Gue juga setuju! Gue juga malu karena selama ini cuma diam aja. Dan sekarang, gue rasa ini adalah waktunya untuk menuntut keadilan, " kata Regan.

"Gue juga!"

"Gue juga!"

Begitulah para anggota OSIS yang pada akhirnya setuju akan usulan Sakti.

"Ok! Karena semua udah setuju, kita langsung susun lagi aja apa yang udah gue rencanain. Nanti kalau ada dari kalian yang nggak setuju bisa langsung ngomong aja. Kita cari alternatif lain," kata Sakti.

Anggota OSIS mengangguk.

"Pertama, kita harus buat grup dan masukin seluruh siswa kedalam grup. Kita kabarin kalau besok kita adain demo," kata Sakti.

"Besok banget, Sak?" tanya Regan.

"Iya. Besok. Habis itu, kita minta satu sekolah untuk tanda tangan petisi pagi-pagi. Yang penting nanti kita kabarin anak-anak OSIS lain soal ini. Jadi, paginya bisa langsung bantu. Sore ini, kita langsung bikin spanduk dan poster. Nanti sore ada yang absen nggak datang? Gue nggak bakalan nyalahin kalian karena gue juga ngomong ini serba mendadak. Jadi, gue ngerti kalau ada dari kalian yang nggak bisa ikut. Kalian nanti bisa pulang dulu dan izin sama orang tua kalian. Nanti spanduk sama poster kita bikin dirumah gue. Sepulang dari ini gue bakal beli alat-alatnya dulu. Masalah anggaran, gue yang bakal tanggungjawab," kata Sakti.

"Nggak bisa gitu lah, Sak! Kita bikin ini, 'kan, juga bareng-bareng. Hasilnya juga buat bareng-bareng. Kita urunan aja. Lagian juga berapa, sih, bikin poster dan pilox segala macam," kata Regan.

"Benar, tuh! Cuma gue ngutang dulu, ya! Beneran tinggal goceng ini," ucap Putra.

"Iya, gue talangin dulu nanti," kata Regan.

"Ok!" kata Putra.

Pembahasan demi pembahasan terus dilakukan hingga mereka mencapai kesepakatan akhir.


....

Sorenya, para anggota OSIS berkumpul dirumah Sakti. Yang tadinya berjumlah sembilan orang, kini ketambahan Rozi dan Manda. Peralatan sudah dibeli. Mulai dari kain hingga pilox. Untuk poster, mereka sudah menghubungi tempat pencetakan poster untuk masalah cetaknya jika desain poster yang mereka buat telah jadi. Anak-anak terbagi untuk melakukan beberapa tugas. Empat orang dengan dua laptop sibuk memasukan kontak siswa-siswi kedalam grup baru yang datanya didapatkan dari buku kesiswaan. Sakti dan Regan sempat kembali ke sekolah untuk mengambil buku itu secara diam-diam yang disimpan didalam ruangan tata usaha. Beberapa anak lain juga sibuk dengan laptop untuk membuat desain poster yang akan dicetak. Sementara sisanya mulai membentangkan kain yang digunting menjadi beberapa bagian untuk kemudian di pilox dengan warna hitam dan merah.

Lihat selengkapnya