________________
○○○
Sebuah ucapan kata mungkin terdengar tak berguna bagi sebagian orang, namun sejatinya mampu memberi kekuatan bagi sebagian orang yang lain.
Karena terkadang, dalam rangkaian kalimat itu terdapat sebuah keajaiban yang diharapkan dapat menyembuhkan.
________________
....
DI jam istirahat, Erina dan Dama datang ke sebuah ruko yang ada didepan sekolah. Seorang pria paruh baya berusia empat puluh tahunan berkumis tebal menjaga tempat usaha percetakan dan fotocopy-an itu sendirian.
"Siang Pak Erwin! Erin mau ngambil brosur yang tadi pagi sempat Erin minta untuk dicetak. Udah jadi, 'kan, Pak?" ucap Erina.
"Eh! Mbak Erina! Sudah Mbak! Tunggu sebentar, ya!" ucap Pak Erwin.
"Baik, Pak!"
Rumah Pak Erwin berada tepat dibelakang ruko. Pagi hari sebelum masuk ke sekolah, Erina sempatkan untuk mampir ke rumah Pak Erwin guna memberikan file brosur yang dibuat secara dadakan olehnya dan Dama pagi tadi. Dan kini, keduanya datang untuk mengambil.
"Ini, Mbak! Totalnya jadi seratus lima puluh ribu," ucap Pak Erwin sambil menaruh tumpukan brosur dalam sebuah plastik putih transparan.
Erina yang baru merogoh saku baju seragam terhenti ketika suara Dama menginterupsi.
"Gue aja," ucap Dama. "Ini, Pak!" ucap Dama sembari memberikan uang pas pada Pak Erwin. "Kalau begitu, kita pamit! Terima kasih, Pak!" lanjut Dama sembari mengambil brosur itu.
"Iya. Sama-sama!" ucap Pak Erwin.
Dalam perjalanannya kembali menuju sekolah, Erina membuka suara.
"Nih! Biar gue ganti aja uang lo," ucap Erina sembari menyodorkan uang pada Dama.
"Enggak usah. Lo simpen aja uang itu," ucap Dama.
"Tapi, 'kan, brosur itu gue cetak atas kemauan gue," ucap Erina.
"Enggak papa. Gue ikhlas, kok! Gini aja. Sebagai gantinya, gue akan minta nanti disaat gue butuh. Tapi bukan dengan uang, melainkan sebuah permintaan. Gimana?" ucap Dama.
Erina nampak berpikir.
"Oke, deh! Makasih, ya, Dam! Beneran, ya, gue simpan lagi uangnya," ucap Erina.
"Sama-sama. Iya," ucap Dama.
....
Erina bersama teman-teman klub sosialnya yang masing-masing membawa banyak lembar brosur tengah membagikan brosur tersebut kepada setiap siswa yang ditemuinya saat jam istirahat. Hal ini memang sudah ia share di grup klub sosial tadi pagi. Brosur itu adalah desain yang dibuat oleh Dama atas permintaan Erina untuk kepentingan klubnya.
"Ayang? Lagi bagiin apa?" tanya Arcelo yang tiba-tiba datang.
"Ayang-ayang pala lo peyang! Nih! Baca!" ucap Levina yang kemudian menyodorkan brosur pada dada Arcelo dengan cukup keras.
Arcelo membaca setiap kota pada brosur tersebut. Disana tertulis judul "Mental yang dipertanyakan". Dibawahnya lagi tertulis isi dari brosur tersebut yang mengajak para siswa untuk hadir di aula indoor sekolah sepulang sekolah nanti.
"Mau gue bantuin bagiin?" tanya Arcelo.
"Nggak perlu," ucap Levina yang sibuk membagikan brosur.
"Tapi, brosur ditangan lo masih banyak banget, loh... Yakin nggak mau? Gue tulus, kok! Nggak minta imbalan apapun. Tapi kalau lo mau, nanti pulang bareng gue juga boleh," ucap Arcelo dengan senyum cerah diakhir kalimat.
Levina menghela napas berat.
"Arcelo Maharandika. Dengar, ya! Sampai laut berhenti bikin ombak juga gue nggak bakalan mau yang namanya dianter jemput apalagi jatuh cinta sama lo. Kenapa, sih, masih ngejar-ngejar gue? Bukannya banyak anak cewek yang suka sama lo? Kenapa nggak lo terima dan jadiin mereka pacar lo? Kenapa lo malah ngejar orang yang jelas-jelas nggak suka sama lo!" ucap Levina.
"Itulah alasannya," ucap Arcelo.
"Maksud lo?"
"Karena dari sekian banyak cewek yang suka sama gue, lo yang terang-terangan bilang kalau lo benci sama gue. Lo juga yang selalu nolak permintaan gue. Padahal kalau gue nawarin hal itu ke cewek lain, mereka akan dengan mudah bilang iya. Dan itu sama sekali nggak berarti apapun buat gue. Justru karena lo selalu nolak gue yang membuat gue semakin ingin milikin lo," ucap Arcelo dengan lembut.
Seketika Levina terdiam.
"Lo boleh nggak suka sama gue. Lo boleh benci sebenci-bencinya sama gue. Tapi, gue tetap gue yang akan terus memperjuangkan perasaan gue. Karena rasa suka gue ini tulus, Lev!" ucap Arcelo.
Levina kembali terdiam. Ia bahkan tak sadar saat Arcelo mengambil hampir sepertiga dari banyaknya brosur yang Levina bawa. Saat ia tersadar, Arcelo sudah membagi-bagikan brosur tersebut. Arcelo tersenyum padanya yang sama sekali tak ia balas. Ia merasakan sebuah ketidak pastian. Tak membenci, tak juga suka.
Disisi lain, Dama dan Erina juga sedang membagikan brosur. Pak Hadi tersenyum melihat kegigihan anak-anaknya. Namun disisi lainnya, juga ada Pram yang baru saja merampas selembar brosur dari tangan siswa lain dan melihat isi brosur itu. Membaca isi brosur itu, Pram tersenyum meremehkan sebelum akhirnya mengembalikan brosur itu ke dada siswa itu, lantas berbalik arah dan pergi dari sana diikuti oleh Onad dan Erik.