________________
○○○
Cinta datang menyapa dan bersemayam di hati
Cinta hanyalah begini dan begitu
Ia datang bersama takdir berjalan beriringan
Ada bersama bencana rahasia yang tersimpan dibalik segala peristiwa tak terelakkan
________________
....
DIRUANGAN yang cukup luas itu, terdapat perlengkapan taekwondo yang lengkap. SMA Hargin memang memberikan fasilitas terbaik untuk seluruh siswanya. Apapun kegiatan olahraga yang mereka ingin ikuti disekolah tersedia di SMA Hargin. SMA tersebut bahkan bekerja sama dengan salah satu sekolah sepak bola kenamaan Inggris. Dimana para pemain sepak bola yang dianggap berbakat dipilih untuk menempuh pendidikan dan pelatihan di Inggris. Mereka yang terpilih memiliki kesempatan besar untuk bisa menjadi pemain sepak bola profesional.
Diruangan itu, sudah ada Rainey dengan seragam taekwondo bersabuk hitam sedang melakukan kicking beberapa kali kearah samsak. Pukulan dan tendangan dengan gencar ia layangkan. Suara decit pintu yang terbuka sama sekali tak membuat Rainey beralih fokus. Levina datang bersama anak-anak lain berbalut seragam taekwondo dengan warna sabuk yang berbeda-beda. Saat itu, Levina juga terlihat memakai sabuk hitam. Dirinya memperhatikan Rainey sebelum akhirnya melakukan peregangan bersama anak-anak lain sebelum memulai kegiatan ekstrakurikuler taekwondo. Levina kemudian beralih untuk melatih tendangan dan pukulan pada samsak. Sama seperti yang dilakukan Rainey. Satu samsak yang tidak digunakan menjadi pembatas antara Rainey dan Levina. Keduanya sama-sama sibuk dengan kegiatan mereka.
Hingga kemudian seorang pelatih pria bernama Pak Guntur yang juga memakai seragam taekwondo itu datang. Anak-anak pun segera berbaris rapi dengan ruang kosong berjarak rentangan kedua tangan mereka.
"Sebelum kita memulai kegiatan, berdo'a menurut kepercayaan masing-masing dimulai!" ucap Pak Guntur.
Mereka pun serentak menundukkan kepala dan mulai berdo'a.
"Selesai! Baik! Sebelum melakukan kegiatan pada siang ini, kita akan melakukan pemanasan terlebih dahulu," ucap Pak Guntur.
"Siap!"
Ketika instruksi itu diberikan, para pemain mulai bersiap. Begitupun Levina yang berdiri dibarisan paling depan dengan sabuk berwarna hitam. Jarak satu orang, ada Rainey yang juga berada dibaris depan.
"Mulai!"
Para pemain lantas melakukan taegeuk 1 (jurus-jurus Taekwondo) dengan diawasi oleh Pak Guntur dalam setiap gerak mereka. Selesai melakukan taegeuk, kini mereka tengah duduk bersila. Satu persatu anak maju untuk melakukan tendangan kearah double target (alat latihan) yang dipegang oleh Pak Guntur yang biasa digunakan untuk berlatih berbagai tendangan dalam Taekwondo. Mulai dari turning kick, turning kick combo, double turning combo, triple turning combo, 360 turning kick, side kick, dan menggabungkan beberapa tendangan secara berkelanjutan. Latihan pun selesai.
"Untuk kegiatan hari ini, Bapak ingin kalian mencari lawan untuk kemudian berlatih serangan dan pertahanan. Bapak akan memberi waktu kalian lima belas menit untuk mencari lawan dan melakukan sedikit latihan. Masalah tingkatan sabuk tidak masalah. Tapi, akan lebih baik jika kalian memilih lawan dengan warna sabuk yang sama. Kalau begitu, silakan untuk segera melakukan tugas!" ucap Pak Guntur.
Anak-anak pun mulai membubarkan diri dan menjalankan perintah. Rainey masih duduk ditempat seorang diri tanpa berniat mencari lawan. Rainey tau bahwa tidak akan ada satu pun dari mereka yang ingin menjadi lawannya. Mungkin nanti Pak Guntur yang akan mencarikannya lawan atau Pak Guntur sendiri lah yang akan melawannya. Sementara bagi anak-anak lain, Rainey begitu menakutkan untuk dijadikannya sebagai lawan. Selain karena kepribadiannya yang dingin dan kasar, Rainey terkenal memiliki teknik ilmu bela diri yang sangat bagus. Pak Guntur pun setuju akan hal itu. Semenjak kecil Rainey sudah terlatih sebab dengar-dangar Ayahnya adalah pemilik tempat latihan taekwondo. Salah satu atlet yang pernah menjadi legenda ditanah air sebab kemampuan bela diri yang luar biasa. Nampaknya, bakat itu menurun kepada Rainey yang juga telah memenangkan banyak sekali penghargaan dan mendapatkan juara satu dalam mewakili sekolah untuk bertanding dalam turnamen. Rainey mendongak ketika melihat sepasang kaki tak beralas itu berada tepat didepannya.
"Gue mau lo jadi lawan gue," ucap Levina.
Rainey hanya diam.
Hingga kemudian waktu habis dan Pak Guntur mulai meminta mereka untuk duduk berkumpul membentuk lingkaran dengan jarak yang cukup jauh.
"Kalau begitu, langsung kita mulai saja! Siapapun yang ingin tampil lebih dulu akan Bapak persilakan!" ucap Pak Guntur
Pasangan pertama pria bangkit untuk bisa segera bertarung ditengah-tengah lapangan dimana mereka memakai warna sabuk yang sama.
"Siap!" ucap Pak Guntur.
Ketika instruksi itu diberikan, para pemain mulai bersiap. Mereka membungkuk 90 derajat satu sama lain sebelum dimulainya pertandingan.
"Mulai!"
Mereka mulai saling menyerang dan bertahan setelah aba-aba dari Pak Guntur itu dilontarkan ke udara. Pasangan demi pasangan mulai bertanding setelah pasangan sebelumnya telah mendapatkan pemenang. Kini, giliran Rainey dan Levina yang maju ke tengah lapangan. Sorot mata yang sama dinginnya itu terpancar dari keduanya. Anak-anak lain khawatir kalau Levina mungkin saja akan terluka ataupun cedera jika memilih Rainey sebagai lawan. Mereka bahkan masih mengingat kejadian saat Arjuna dan Rainey bertarung. Wajah Arjuna bahkan masih terlihat bonyok sampai sekarang.
"Siap! Mulai!"
Berbagai macam serangan dilakukan oleh Levina ataupun Rainey. Levina terlihat sedikit kewalahan ketika menerima serangan yang digencarkan Rainey. Taktik serangan yang biasa dilancarkan Rainey memang cukup sulit untuk dibaca dengan baik oleh lawan. Itu sebabnya hampir semua lawan Rainey menyerah bahkan sebelum mereka benar-benar mencapai titik kemenangan. Hingga akhirnya, Levina jatuh tersungkur akibat tendangan tak terduga dari Rainey. Anak-anak lain terlihat khawatir. Pak Guntur pun tak berniat untuk menghentikan pertandingan. Ia tahu Levina tidak selemah itu. Jika disandingkan, mereka sebenarnya memiliki kemampuan yang tak jauh berbeda. Permainan Levina juga sama bagusnya. Jika ada tingkatan siapa yang lebih baik dalam kegiatan ekstrakurikuler-nya, maka Pak Guntur akan menyebut Rainey dinomor satu dan Levina dinomor dua. Levina memang tak banyak tampil diberbagai ajang seperti yang biasa Rainey lakukan dalam perebutan medali emas. Tapi untuk masalah kemampuan, Levina memang tak boleh diragukan.
Levina bangkit, kemudian mulai kembali mengambil ancang-ancang pertahanan dan perlawanan. Pukulan telak. Rainey terjatuh setelah mendapatkan serangan tiba-tiba tanpa mampu untuk bisa dihindari dengan baik. Melihat hal itu, anak-anak merasa kagum akan Levina. Rainey perlahan bangkit. Ia kembali bersiap dan melancarkan serangan balik. Levina mencengkram layangan tangan yang menyerangnya dan melakukan hal sama seperti yang Rainey lakukan pada Arjuna. Membanting ke depan hingga punggung Rainey membentur lantai.
Rainey bangkit. Ia tersenyum asimetris. Nampaknya, lawannya kali ini memang cukup berbeda. Tak ingin kalah, Rainey justru berubah semakin ganas dengan setiap gerakan dan pertahanan yang ia lakukan hingga membuat Levina cukup kewalahan. Puncaknya adalah ketika Levina juga mendapatkan bantingan yang sama. Levina tak lagi dapat bangkit dengan napas yang tersengal-sengal.
Pertandingan berakhir dan Rainey menang. Rainey kemudian pergi begitu saja untuk kemudian kembali duduk ditempatnya semula tanpa ingin membantu lawannya untuk berdiri.
Kegiatan pun selesai setelah sekitar dua jam setengah waktu telah dihabiskan. Mereka kembali berbaris untuk kemudian kembali berdo'a setelah berakhirnya waktu kegiatan.
"Berdo'a selesai!" ucap Pak Guntur. "Untuk kegiatan hari ini telah selesai! Segeralah untuk pulang!" lanjutnya yang kemudian segera pergi ruangan itu.
Anak-anak lain pun juga segera membubarkan diri. Levina dan Rainey menjadi orang terkahir yang berada disana. Rainey pun juga segera beranjak setelah meraih tas gendong berwarna hitamnya.
"Lo kenapa sampai ngelakuin hal itu ke Ajun?"
Suara itu menghentikan langkah kaki Rainey dikoridor. Rainey masih belum juga berbalik badan.
"Lo pernah ada masalah sama dia?" tanya Levina lagi. "Gue nggak tau lo sebenci itu sama dia. Gue tau lo benar soal Ajun yang suka main cewek. Tapi cara lo salah kalau mau buat dia sadar sama kelakuannya," ucap Levina.
Rainey berbalik dan menatap Levina tanpa minat.
"Gue nggak pernah ada niatan untuk merubah kebiasaannya. Gue cuma ngasih dia pelajaran. Masa bodoh soal cewek-cewek bego yang cari status. Sekali lagi gue tekanin, kalau gue ngelakuin itu sebagai balasan mewakili anak-anak dengan perasaan tulus yang jadi korban akibat permainan dia. Teman lo itu, manusia yang nggak punya hati!" jawab Rainey.
"Lo nggak tau apa-apa soal Ajun. Dan alasan kenapa dia sampai kayak gitu, lo nggak tau," ucap Levina.
"Lagian gue juga nggak mau tau. Dan gue sama sekali nggak peduli," jawab Rainey yang kemudian memilih untuk segera berlalu.
Tak berniat kembali membuka pembicaraan, Levina pun hanya diam memandang punggung Rainey yang kian menjauh.
....
Ditempat yang dinamainya Harmony of youth itu, Erina yang masih mengenakan seragam sekolah terlihat sedang memfoto gaun yang pernah Levina rekomendasikan untuk dijual. Gaun itu telah sepenuhnya ia selesaikan. Kini diarea pinggang gaun yang sebelumnya masih polos, telah terdapat kain bordiran yang dipasangnya menggunakan bantuan jarum pentul yang kemudian dijahit secara manual penuh ketelitian. Tidak heran jika tangan Erina sebenarnya terdapat banyak luka akibat tusukan jarum yang sama sekali tak terlihat mata.