SUKMA: Masa bermain yang hilang

Anggy Pranindya Sudarmadji
Chapter #9

9. Menolak Hamil

“Tidak mungkin.” Sukma menggeleng pelan sambil menutup mulutnya saat melihat garis merah berjumlah dua pada alat tes kehamilan.

Butiran bening mengalir deras dengan melangkah mundur. Aliran darah seakan berhenti mengalir lalu mengucur deras di seluruh tubuh sampai ke puncak.

Bagaimana bisa hasil positif, padahal jauh dari tanggal kesuburannya? Apakah kesuburannya mengalami perubahan tanggal yang memang tidak bisa diprediksi oleh manusia dengan tepat?

Tok tok

Pintu kamar diketuk sebanyak dua kali dan reflek membuatnya menoleh ke arah pintu dengan mendelik. Ia takut sosok yang mengetuk pintu adalah ayahnya.

“Nak, buka pintunya!”

Urat leher naik saat mendengar suara ayahnya. Dugaan Sukma terkait sosok yang mengetuk pintu kamarnya benar.

Sukma dilema untuk membuka atau tidak membuka pintu kamarnya ketika hasil alat tes kehamilan positif. Jika Nurdi melihat hasil itu pasti tidak mempercayai perkataannya lagi.

‘Tuhan, apa yang harus kulakukan? Apa yang harus kukatakan kepada Ayah?’ batinnya bertanya-tanya untuk melakukan hal yang harus dilakukan olehnya.

“Sukma!” geram Nurdi sambil mengetuk pintunya dengan keras.

Sukma ketakutan dan hanya memandangi kayu tinggi berwarna cokelat dengan boneka doraemon yang menggantung di belakang pintu.

Suara ketukan pintu semakin keras sampai membuatnya bernapas naik turun dengan cepat. Sukma berharap ayahnya tidak mengetuk pintunya lagi disaat membutuhkan waktu sendiri.

“Sukma, Ayah harus tahu apa yang terjadi sama kamu. Kamu tidak bisa sembunyi seperti itu, Nak!” Nurdi memberi pengertian kepadanya dengan intonasi penekanan.

Sukma tersentak sambil menggeleng pelan dan menyembunyikan alat tes kehamilan di laci lemari pakaiannya. Ia harus menyembunyikan hasil itu hingga usia kehamilannya empat bulan.

Ayah dan Ibu tidak boleh mengetahui tentang kehamilan yang tak diinginkan. Mereka pasti menikahkan Sukma dengan pria itu.

Sukma tidak menginginkan hal itu. Namun, sisi lainnya pernikahan itu harus terjadi untuk melindungi diri dari caci makian orang lain ketika mengandung.

Dua sisi yang berbeda membuat emosinya bergejolak dalam jiwa hingga semua dipikirkan sendiri tanpa harus memberitahu siapa pun.

Isak tangis pecah sambil memukul perutnya dengan keras dan merapatkan barisan gigi karena amarah yang membara dengan melampiaskan pukulan pada perutnya.

“Tidak, tidak boleh. Aku tidak boleh hamil di usiaku sekarang karena masih banyak yang harus dilakukan dan tidak ingin kehilangan masa bermain.” Sukma merengek sambil menarik pakaian di bagian perutnya.

Kehamilan yang tak diinginkan tidak boleh terjadi sekarang. Sukma masih ingin melakukan banyak hal dan mencapai impiannya. Ia juga tidak ingin kehilangan masa bermainnya yang biasa dilakukan oleh anak seusianya.

Sukma berusia lima belas tahun dan jangka kehidupannya masih panjang untuk menuju kesuksesan. Ia memukul perutnya dengan keras dan berharap mengeluarkan banyak darah untuk mengeluarkan janin.

Lihat selengkapnya