Sukma, Cassandra dan Nenek menunggu jawaban Nurdi, pria yang dikagumi olehnya. Ia berharap semua foto itu salah dan dijebak oleh seseorang dengan napas naik turun cepat.
Perasaan khawatir akan jawaban yang benar membuat napasnya semakin cepat.
Sukma seperti sedang menunggu hasil ujian kelulusan.
“Ya, semua yang ada di foto ini memang benar. Aku bermain dengan perempuan lain di belakangmu setelah bekerja selama berminggu-minggu,” ungkap Nurdi sambil mengangguk pelan sebanyak dua kali.
Pengakuan Nurdi membuat butiran bening mengalir di pipi dengan mata terbelalak dan mulut ternganga disertai dengan darah yang berhenti mengalir ke seluruh tubuh selama lima detik.
Nenek terkejut sampai memegang dadanya dan menangis ketika mendengar semua itu. Menantu yang diharapkan sebagai kepala keluarga yang amanah dan penyayang terhadap keluarganya malah menghancurkan semuanya.
Cassandra tersenyum miring sambil menyeka air mata. “Hebat kamu, Yah. Kamu menghancurkan semuanya disaat anak-anakmu masih membutuhkan biaya untuk sekolah dan ... anak kesayanganmu masa depannya hancur ditambah punya anak pertama yang tidak bisa membuat adik-adiknya tentram dan nyaman,” sungut Cassandra dengan wajah memerah dan tatapan tajam.
“Cukup, Bu!” bentak Nurdi sembari memukul meja dengan keras.
“Pikir sendiri untuk kehidupan selanjutnya karena aku sudah tidak mau ikut berpikir keras dan tidak ingin hidup susah, Nurdi!” Cassandra merajuk sambil melempar semua foto ke wajah Nurdi dan meninggalkannya.
Sukma bergegas masuk kamar setelah mengetahui pertengkaran orang tuanya.
Sukma tertegun dengan kedua pundak terangkat, duduk di belakang pintu secara perlahan sambil terisak.
“Ayah,” isaknya sambil menutup mulut menggunakan kedua tangan.
“Apa yang kamu lakukan, Nak Nurdi? Apakah hasratmu tidak bisa dijaga di sana sampai harus tidur dengan perempuan lain?”
“Asal ibu tahu semua ada penyebabnya dan jika ingin tahu coba tanya Cassandra,” balas Nurdi dengan intonasi penekanan.
Hancur sudah keluarga harapan Sukma yang harmonis dan penuh dengan senyuman dan canda tawa.
Pertikaian yang terjadi dengan orang tuanya berada dalam ambang perpisahan.
Lagi dan lagi, anak menjadi korban dari perselisihan antara suami dan istri. Semua perbuatan anak selalu disalahkan atas permasalahan orang dewasa, padahal mereka tidak menginginkan sesuatu yang buruk terjadi.