SUKMA: Masa bermain yang hilang

Anggy Pranindya Sudarmadji
Chapter #15

15. Angkat Kaki

Nurdi menghela napas panjang dengan berat. Dia mengambil, menggenggam dan mengelus tangan mungil anaknya.

Napas Sukma naik turun dengan cepat sembari menatap ayahnya yang belum menjawab pertanyaannya tentang anak yang ada dalam kandungan.

“Maaf, Ayah tidak bisa menerima anak itu sampai kapanpun karena dia adalah darah daging dari pria beringas yang biadab.” Nurdi menjawab dengan tegas sembari menatap tajam dan melepas tangannya lalu keluar dari kamarnya.

Tangan mungil terlepas dari tangan kekar yang selalu memegang erat tangannya ketika sedang bersedih dan kesulitan saat berada di sisinya. Bahkan, Nurdi selalu mendukung keinginan dan cita-citanya tanpa ada penolakan.

Namun, kali ini situasinya berbeda.

Tatapan yang memerah dan tajam telah tergambar bahwa Nurdi tidak main-main dengan ucapannya. Dia sangat membenci seseorang yang mengingkari janjinya.

Sukma tidak bisa memaksa ayahnya untuk menerima anak dalam kandungan karena memahami dan hapal dengan karakternya.

Jika ayahnya tidak menyukai sesuatu maka dia tidak akan pernah mau menemui, menerima dan menyapa.

Sedih rasanya.

Angan yang dipertahankan dan diperjuangkan oleh dua orang yang saling menyayangi menjadi pupus bak debu beterbangan di langit.

Sukma menangis sesenggukkan di dalam kamar sambil memeluk guling hingga tanpa terasa tertidur.

Pengingat bangun di pagi hari berbunyi keras sampai tangan meraba di sekitar atas nakas untuk mematikannya. Waktu tepat pukul lima pagi, Sukma bergegas bangun dari tidur dan melakukan aktivitas pagi.

Sukma hendak berangkat sekolah bersama kakak dan adiknya diantar oleh ayah, tiba-tiba ada dua pria bertubuh kekar mendatangi rumahnya dengan penampilan seperti penagih utang.

“Apakah ada Pak Nurdi?”

“Siapa?” tanya Sukma sembari mengernyitkan dahi dan memperhatikan penampilan dua pria itu.

Hitungan detik, Nurdi menghampiri dua pria dan mempersilakan masuk ke ruang tamu. Nurdi berpesan pada Caroline untuk berangkat sendiri bersama kedua adiknya.

“Berangkat sekolah sendiri. Ayah kedatangan tamu.”

“Iya, Ayah.”

Sukma hanya menatap ayahnya yang terlihat bingung ketika kedatangan dua pria itu. Ia berharap tidak terjadi sesuatu padanya.

Lihat selengkapnya