“Nanti Ayah jelaskan, ya kalau sudah berada di tempat baru.” Nurdi menjawab dengan lembut.
Kalimat yang sangat terasa nyaman untuknya menjadi menurutinya tanpa bertanya apa pun lagi.
Keinginan Sukma untuk mengetahui sesuatu yang terjadi pada keluarganya sangat besar, tetapi ia menyadari bahwa bukan kapasitas untuk mengetahui segalanya karena ada batasan antara anak dan orang tua.
Semua itu masih ada dalam benaknya, tetapi keingintahuan yang sangat besar terkadang melampaui batas dan menganggap semua masalah keluarga harus diketahui olehnya agar tidak menyusahkan orang tua dan berpikir untuk bisa membantu dalam menemukan solusi dari setiap permasalahan.
Namun, semua itu salah. Sukma masih belum mampu untuk membantu orang tuanya, tetapi keadaan sudah memaksa dirinya untuk berpikir dan bertindak dewasa di usianya saat ini.
Sukma cukup lama hidup dengan kebutuhan serba berlebihan dan fasilitas yang lengkap. Kini, ia harus meninggalkan semua itu setelah masalah yang menimpa ayahnya.
Sukma pindah dari rumah yang sangat luas dan megah ke rumah sederhana yang tidak memiliki kamar tidur dengan tempat tidur susun, meja kayu dan kamar mandi luar. Koper dan tas lainnya disusun sangat rapi dengan cara Nurdi.
Ia meneteskan air mata ketika melihat kondisi rumah yang tidak ada seperempat dari rumah yang dulu.
Dada terasa sesak ketika mengingat semua kepemilikannya tanpa mengeluh dan bertanya.
“Kita tinggal di rumah ini?” tanya Cassandra dengan intonasi penekanan.
“Iya. Sisa uang yang Ayah miliki hanya cukup menyewa rumah ini.”
“Menyewa?” tekan Cassandra sambil membulatkan bola matanya dan menatap nanar pada Nurdi.
“Iya. Maaf.”
“Maaf, kamu harus mengembalikan semua yang dulu. Aku sudah bilang sama kamu bahwa aku tidak bisa hidup susah dan seperti ini sampai kamar mandi campur dengan orang lain. Aku tidak bisa, Nurdi!” sungut Cassandra sampai wajahnya memerah.
“Semua juga karena kamu. Uang bulanan yang kukirim itu sudah cukup untuk kamu dan anak-anak, tapi kamu malah meminjam uang yang ada bunganya. Jadi, aku membayar semua utangmu dan hanya bisa menyewa rumah ini!” Nurdi menjawab dengan intonasi penekanan.
“Kamu menyalahkan aku?” Ibu tidak terima disalahkan.
Pertengkaran adu mulut pun terjadi. Sukma keluar dari rumah barunya ketika melihat orang tua bertengkar seperti itu. Mereka tidak menyadari bahwa di sekitar ada keempat anaknya.
Isak tangis pun pecah ketika ibu dan ayah selalu bertengkar setiap berbicara. Mereka seperti tidak ada yang ingin mengalah satu sama lain terkait situasi yang bisa terjadi kapanpun.
Keluarga Sukma menjadi berantakan sampai kehilangan harta yang berlimpah.
Sukma tidak peduli sampai tidak memiliki harta karena hanya menginginkan kedamaian, cinta dan kasih dalam keluarganya.