SUKMA: Masa bermain yang hilang

Anggy Pranindya Sudarmadji
Chapter #17

17. Langkah Besar Sukma

Sukma menguap sambil membulatkan bola mata saat mendengar pertanyaan ayahnya yang matanya terbuka beberapa detik yang lalu sambil meregangkan badannya perlahan sampai semua tulang bunyi dan membuatnya meringis.

“Astaga, tulangmu bunyi semua. Sakit semua, ya badannya?” tanya Nurdi panik sambil memperhatikan semua tubuh Sukma untuk dipastikan tidak ada yang terluka.

Sukma menoleh ke belakang sembari mengernyitkan dahi dan mulut sedikit ternganga ketika Nurdi bersikap seperti tidak biasanya. Ia takut kehamilannya diketahui oleh ibunya.

“Ayah, jangan bersikap seperti itu.” Sukma berbisik sambil merapikan rambutnya.

“Kenapa?” tanya Nurdi heran.

“Sukma tidak ingin ibu tahu.” Sukma menjawab dengan mengecilkan suaranya.

Nurdi menganga seperti paham dengan kode dan jawaban yang diberikan olehnya. Ibu jari kekarnya keluar dengan senyuman lebar.

Sukma memeluk Nurdi dengan erat. Nurdi membalas pelukannya dengan erat.

“Maafkan Ayah, ya, Nak kamu jadi susah seperti ini.”

“Tidak apa. Yang penting bagi Sukma adalah bersama Ayah. Apa pun yang Ayah pernah lakukan bukan urusanku karena Sukma menyadari bahwa selama ini terlalu ikut campur ke dalam masalah keluarga dan seharusnya ada batasan agar tidak menyakiti diri sendiri.”

“Seorang anak boleh mengetahui masalah dalam keluarganya, tetapi terkadang orang tua tidak ingin memberitahu anaknya dan tidak ingin diketahui oleh anaknya agar tidak membuat anak-anaknya kepikiran dengan masalah yang terjadi.”

“Lalu, apa yang dikatakan ibu kemarin benar?” tanya Sukma sambil mendongakkan kepala dan menatap ayahnya lamat.

Sukma menunggu jawaban penjelasan dari ayahnya.

“Yang dikatakan oleh ibu memang benar. Itu bukan rumah Ayah, tetapi rumah dinas dan diusir dari rumah itu karena masalah ayah yang diberhentikan dari pekerjaan.”

Sukma masih membisu sambil menatap ayahnya. Ia teringat dengan pembicaraan yang dikatakan oleh orang tuanya di malam hari.

Kericuhan yang sangat luar biasa terjadi di antara mereka. Bahkan, ia mendengar ayahnya sedang marah terhadap ibu.

”Apakah ada penyebabnya?” tanya Sukma berpura-pura tidak mengetahui apa pun yang terjadi dengan ayahnya.

Nurdi hanya tersenyum sambil mengusap pipinya lembut lalu mengangguk pelan. Sukma hanya tersenyum tipis saat melihat pengakuan ayahnya secara tidak langsung.

Penyebab itu telah didengar olehnya.

“Temani Sukma ke kamar mandi, Yah. Sukma mau berangkat ke sekolah.”

“Baiklah.”

Lihat selengkapnya