“Adik bungsu kalian merasakan kesedihan sama seperti kita. Dia bahkan merasa paling sedih karena merasa tidak pernah mendapatkan kasih sayang seorang ibu dan dia juga mengatakan bahwa sering mendapatkan bentakan ketika tidur dengannya dan waktunya makan.”
“Kenapa dia mengatakan seperti itu, Yah?” tanya Sukma penasaran sambil menyeka air mata dan masih memeluk adiknya erat.
“Karena ibu tidak memahami yang diinginkan olehnya dan tidak mengerti yang diucapkan olehnya sehingga hanya menunjuk barang yang diinginkan, tapi itu masih salah bagi ibu. Dia juga mengatakan bahwa pernah melihat ibu menangis sesenggukkan saat hanya mereka berdua di rumah. Adik kalian merasa ibu sangat membencinya.”
Bola mata merambat ke arah adiknya yang menempelkan kepala di dada Sukma. Sukma memeluknya erat sambil mengelus kepala lalu mengecup keningnya pelan.
Air mata Sukma jatuh kembali ketika mendengar pengakuan adik bungsu dari ayahnya. Penderitaan adik bungsu ternyata lebih besar darinya karena terlahir dengan sempurna lalu menjadi tidak sempurna karena kesalahan operasi yang dilakukan oleh pihak rumah sakit.
“Apakah adik pernah mendengar perkataan ibu yang menyesali perbuatan dan perkataannya selama ini saat berada di rumah berdua?” tanya Sukma kepada ayahnya.
“Apakah kamu menginginkan Ayah untuk bertanya tentang itu kepada adik bungsumu?” tanya Nurdi dengan intonasi penekanan.
“Iya, Yah. Siapa tahu dia mendengar kalimat penyesalan dari ibu yang selama ini tidak diketahui oleh Sukma, Ayah, kakak dan adik lelaki,” jawab Sukma sambil mengangguk mantap dan menatap ayahnya lamat.
Nurdi hanya menghela napas panjang dengan berat ketika mendengar ide darinya. Dia juga terlihat tidak tega untuk menanyakan hal itu kepadanya dengan kondisinya saat ini, tetapi adik bungsu memegang tangan ayahnya erat sambil mengangguk sekali.
“Apa, Nak?” tanya Ayah menggunakan tangan dan jemarinya saat berkomunikasi dengan adik bungsunya.
Sukma memperhatikan Ayah dan adik bungsunya yang berkomunikasi menggunakan pergerakan tangan hingga menyentuh bagian wajah di hidung dan dagunya.
Sukma melongo ketika melihat ayahnya yang berkomunikasi sangat lancar dengan adik bungsunya. Sukma mengamati cara ayahnya berbicara yang terlihat serius.
Tatapan yang lamat selalu ke adik bungsunya sambil mulut yang terkadang terbuka sedikit ketika menggerakkan jemari yang berada di dekat bibir dan dagunya.
Sukma menunggu mereka berkomunikasi selama sepuluh menit untuk mengetahui jawaban dari pertanyaannya. Ia merasa adik bungsu mengetahui banyak hal yang sering dilakukan dan diucapkan oleh ibunya.