“Ayah kehilangan kakinya, tapi saat dia bangun nanti, aku akan menjelaskan kepadanya agar tidak merasa putus asa dalam menjalani kehidupan.”
“Bagaimana kamu menjelaskan ke ayahmu? Bukankah dia mantan Tentara Angkatan Laut yang biasanya sudah tertanam untuk tetap pada pendirian dan selalu siap berargumentasi atas hal apa pun yang terjadi?” tanya Ani pelan dan lembut sambil menatap Sukma yang menatap kosong di lantai.
“Aku punya cara untuk menjelaskan kepada ayahku. Dia bukan orang yang keras kepala dan kaku sehingga bisa diberitahu dengan caraku sendiri.” Sukma menjawab dengan tegas sambil menatap lantai berwarna putih yang mengkilap.
“Apakah kamu sangat dekat dengan ayahmu, Nak?” tanya pemilik proyek.
“Saya sangat dekat dengan Ayah dan dia adalah orang yang bisa memahami saya dari pada yang lain. Rasa sakit yang saya rasakan hingga saat ini masih ada, tetapi saat masih ada Ayah, saya yakin kuat untuk bisa menghilangkan rasa sakit dan melanjutkan hidup dengan layak, seperti tidak terjadi sesuatu dalam hidup.”
Sukma membanggakan ayahnya di depan atasan ayahnya, rekan kerja ayah dan rekan kerjanya. Ia tidak menyebutkan masalah yang terjadi padanya, tetapi memiliki keyakinan ketika Nurdi masih berada di sisinya.
Kedekatan Nurdi dengan Sukma tidak bisa dipungkiri lagi karena apa pun akan dilakukan olehnya untuk membuat keempat anaknya sukses dan bisa berdiri di kakinya sendiri. Kini, itu yang dilakukan oleh ayahnya padanya setelah harapan dan masa depan dihancurkan oleh pria beringas dan biadab.
Sukma melirik lampu ruang operasi yang masih hijau. Jemari gemertak di punggung tangan sebelah kiri dengan kaki yang digerakkan perlahan saat menunggu operasi ayahnya.
Perasaan Sukma menjadi campur aduk untuk saat ini. Jantung berdegup dengan kencang kembali ketika menunggu operasi ayahnya.
“Keren. Pak Nurdi tadi langsung menyebutkan nama Mbak dan meminta saya untuk menemui Mbak sebelum tidak sadarkan diri.”
“Dia dekat dengan Mbak ini makanya langsung meminta untuk dipanggil.”
“Iya. Apakah Mbak memiliki saudara dan masih punya ibu?”
Sukma menghela napas panjang dengan berat. “Ada, tapi saya tidak ingin membahas mereka sekarang.”
“Apakah Mbak sudah memberitahu keluarga yang lain bahwa Pak Nurdi kecelakaan kerja?” tanya pemilik proyek.
“Tidak perlu.”
“Kenapa? Buk—”
“Saya bilang jangan membahas mereka!” Sukma memotong perkataan rekan kerja ayahnya dengan tegas sambil menoleh ke arahnya dan menatap lamat.
Sukma tidak bisa memberitahu kondisi ayahnya saat ini kepada kakak dan kedua adiknya, serta ibunya karena mereka sudah kesusahan dan kondisi ibu yang terkadang tidak menentu.
Jika ia memberitahu kondisi ayahnya saat ini maka situasi semakin kacau dan Sukma menjadi bahan untuk disalahkan.
Dua jam berlalu, lampu ruang operasi menjadi merah dan pintu ruangan terbuka. Sontak, Sukma terbangun dari kursi dan menghampiri Dokter yang keluar dari ruangan sembari membuka masker.